CATATAN AKHIR TAHUN 2024 JSM

Optimalisasi UU TPKS: Tantangan dan Harapan dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Batam

Ketua Jaringan Safe Migran, Romo Paschal yang juga merupakan Ketua Harian Jarnas Anti TPPO saat hadir di program KADIS Podcast, bersama host Aldi Samjaya, belum lama ini. (ist)

TRANSKEPRI.COM.BATAM- Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO), terus menjadi persoalan serius di Batam, Kepulauan Riau, sepanjang 2024. Meski pemerintah telah memiliki payung hukum berupa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), implementasinya di lapangan dinilai masih jauh dari optimal.

Ketua Jaringan Safe Migrant, Chrisanctus Paschalis Saturnus yang akrab disapa dengan Romo Paschal, mengungkapkan bahwa pihaknya menangani 181 kasus tahun ini dengan total 209 korban, terdiri dari 69 anak dan 140 dewasa. Dari kasus tersebut, TPPO mendominasi dengan persentase 32,6%, diikuti kekerasan seksual (18,8%) dan kekerasan fisik (11,6%).

“Soal TPPO, kesan pembiaran dan kurangnya keseriusan aparat penegak hukum (APH) masih terasa. Padahal, masalah ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa solusi konkret,” ujar Romo Paschal saat peringatan Hari Migran Internasional di Batam, Rabu (18/12/2024).

Salah satu fokus Jaringan Safe Migrant adalah meningkatkan kesadaran akan pentingnya implementasi UU TPKS untuk melindungi korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak. Namun, pelaksanaan undang-undang ini kerap terhambat oleh rendahnya sensitivitas gender di kalangan aparat penegak hukum, biaya visum yang tinggi, serta keterbatasan layanan untuk korban.

“UU TPKS seharusnya menjadi alat hukum yang kuat untuk menghentikan kekerasan seksual. Namun, tanpa pelatihan yang tepat untuk aparat, undang-undang ini tidak akan efektif,” kata Romo Paschal yang juga merupakan Ketua Harian Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Ia menambahkan bahwa pelaku kekerasan seksual didominasi oleh orang dekat korban, termasuk keluarga (44,2%) dan teman dekat (31,7%). Dengan tingginya angka pelaku dari lingkaran terdekat, sensitivitas aparat dalam menangani kasus ini menjadi kunci penting untuk memastikan korban mendapatkan keadilan.
 

Rekomendasi untuk Pemerintah dan Aparat

Jaringan Safe Migrant memberikan sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas implementasi UU TPKS, termasuk:

1. Pelatihan bagi Aparat Penegak Hukum: Aparat perlu dilatih agar memahami perspektif korban dan memiliki sensitivitas gender dalam menangani kasus kekerasan.

2. Penyediaan Anggaran untuk Biaya Visum: Visum adalah bukti penting dalam proses hukum, tetapi biaya yang tinggi sering menjadi kendala bagi korban.

3. Aktivasi Gugus Tugas TPPO: Gugus tugas di tingkat kota dan provinsi perlu dihidupkan kembali untuk mengoordinasikan penanganan kasus secara lebih efektif.

Romo Paschal juga menyerukan pentingnya regulasi daerah yang mendukung perlindungan perempuan, anak, dan pekerja migran. “Selama 10 tahun terakhir, belum ada kebijakan daerah yang jelas terkait isu ini. Pemerintah perlu lebih serius dalam mengambil langkah nyata,” tegasnya. (san)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar