Pedoman Media Siber

 

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.

Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber sebagai berikut:

1. Ruang Lingkup

  1. Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.
  2. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.

2. Verifikasi dan keberimbangan berita

  1. Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
  2. Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
  3. Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
    1. Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
    2. Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
    3. Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
    4. Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
  4. Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.

3. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)

  1. Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.
  2. Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.
  3. Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:
    1. Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;
    2. Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan kekerasan;
    3. Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
  4. Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan butir (c).
  5. Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir (c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang dengan mudah dapat diakses pengguna.
  6. Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.
  7. Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (c).
  8. Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).

4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab

  1. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
  2. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
  3. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
  4. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
    1. Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
    2. Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
    3. Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
  5. Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).

5. Pencabutan Berita

  1. Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.
  2. Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.
  3. Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.

6. Iklan

  1. Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan.
  2. Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar wajib mencantumkan keterangan ”advertorial”, ”iklan”, ”ads”, ”sponsored”, atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.

7. Hak Cipta
Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Pencantuman Pedoman
Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini di medianya secara terang dan jelas.

9. Sengketa
Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.

 

Jakarta, 3 Februari 2012
(Pedoman ini ditandatangani oleh Dewan Pers dan komunitas pers di Jakarta, 3 Februari 2012).

 

 

KODE ETIK JURNALISTIK

 

 

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap Independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

 

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara cara yang Profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

 

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberikan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

 

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.

 

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

 

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

 

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

 

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.

 

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan public.

 

 

 

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

 

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hal koreksi secara proporsional.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan Pers.

 

 

KODE PERILAKU WARTAWAN

 

Perjuangan wartawan Indonesia merupakan bagian yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dari perjuangan bangsa dan negara. Wartawan Indonesia bertanggung jawab dan berbakti kepada masyarakat, rakyat, danbangsanya. Wartawan Indonesia, dengan demikian, patut menghormatihak-hak asasi setiap orang.

Wartawan Indonesia juga bertanggung jawab kepada profesi dan hati nuraninya sendiri. Oleh karena itu, wartawan Indonesia wajib menjaga marwah,harkat, martabat, dan integritas profesi wartawan dengan sebaik-baiknya. Maka seluruh anggota Persatuan Wartawan Indonesia(PWI) harus menjunjung tinggi konstitusi bangsa Indonesia, yaituUndang-undang Dasar (UUD) 1945 sebagai norma tertinggi.

Selain itu anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) wajib pola menaati Undang-Undang Pers, Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga(PRT) PWI, termasuk patuh dan tunduk terhadap Kode Etik Jurnalistik(KEJ) serta disiplin organisasi PWI.

Dalam menegakkan segala aturan dan menjalankan profesi kewartawanannya,diperlukan pedoman perilaku operasional yang jelas dan konkrit,sehingga tidak menimbolkan kebimbangan. Pedoman perilaku ini jugamenjadi acuan dan panduan dalam menjalankan tugas profesi dilapangan, dan dengan demikian dapat diketahui mana yang perlu dihindari dan mana yang justru perlu dilakukan, disertai sanksi yang jelas.

Pedoman perilaku wartawan ini sekaligus akan menjadi perisai pelindungan wartawan dalam menjalan tugas dan peranannya dari berbagai ancaman, gangguan dan rintangan pihak ketiga. Atas dasar itolah Kode Perilaku Wartawan disusun dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) serta Kode Etik Jurnalistik (KEJ) PWI.

 

BAB I

PENGERTIAN UMUM

Pasal 1

Dalam Kode Perilaku Wartawan ini yang dimaksud dengan pengertian istilah-istilah yang dipakai adalah sebagai berikut:

  1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan belum menikah.
  2. Keluarga inti wartawan adalah ayah, ibu, mertua, isteri atau suami, anak-anak dan, atau adik kakak.
  3. Kode Etik Jurnalistik adalah Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang disahkan oleh Kongres PWI.
  4. Kode Perilaku Wartawan adalah himpunan pedoman operasional perilaku wartawan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai bagian tidak terpisahkandari Peraturan Dasar (PD), Peraturan Rumah Tangga (PRT), danKode Etik Jurnalistik (KEJ) PWI yang ditetapkan Kongres PWI dan atauberdasarkan peraturan-peraturan PWI yang sah serta mengikat.
  5. Pengurus PWI adalah seluruh unsur kepengurusan PWI dari Pusat, Provinsi sampai dengan Kabupaten/Kota baik pada jajaran Pengurus Harian, Dewan Kehormatan,Dewan Penasihat maupun pengurus lain bagian dari struktur kepengurusan PWI.
  6. Peraturan Dasar (PD) adalah Peraturan Dasar PWI yang disahkan oleh Kongres PWI dan atau ketentuan-ketentuan lain yang sah dari organisasi PWI.
  7. Peraturan Rumah Tangga (PRT) adalah Peraturan Rumah Tangga PWI yang disahkan oleh Kongres PWI dan atau ketentuan-ketentuan lain yang sah dari organisasi PWI.
  8. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) adalahorganisasi wartawan nasional Indonesia yang didirikan tahun 1946 di Solo
  9. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tolisan,suara, gambar, suara dan gambar, serta data, dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala saluran lain yang tersedia.
  10. Perusahaan Pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan,menyiarkan atau menyalurkan informasi.
  11. Terorisme adalah perbuatan sebagaimana diatur oleh Undang-undang Terorisme yang berlaku di wilayah Republik Indonesia.
  12. Tindak Pidana Korupsi adalahperbuatan sebagaimana diatur oleh Undang-undang Tindak Korupsi dan peraturan?peraturan pelaksananya yang berlaku di wilayah Republik Indonesia.
  13. Transaksi Elektronik atau siber adalah semua tindakan memakai komputer atau jaringan komputer sebagai diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
  14. Wartawan adalah anggota Persatuan Wartawan Indonesia yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan olehPersatuan Wartawan Indonesia.

 

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Kode Perilaku Wartawan ini dibuat dengan asas;

  1. Kejelasan pertanggung jawaban;
  2. Ketaatan dan kepatuhan terhadap Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan RumahTangga (PRT) PWI dan Kode Etik Jurnalistik.
  3. Keterbukaan bagi semua pihak;
  4. Menghormati dan menjunjung tinggi demokrasi;
  5. Mengutamakan kepentingan publik;
  6. Penghormatan dan perlindungan terhadap anak;
  7. Penegakan dan kepatuhan disiplin organisasi
  8. Penghormatan dan perlindungan terhadap kemerdekaan pers;
  9. Penghormatan dan perlindungan terhadap profesi wartawan;
  10. Penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak pribadi;
  11. Pelaksanaan kemerdekaan pers yang kompeten, professional, dan beretika.

 

Pasal 3

Kode Perilaku Wartawan ini dibuat dengan tujuan :

  1. Untuk memperjelas hak-hak dan kewajiban wartawan dalam menjalankan tugas-tugas operasional;
  2. Untuk menjadi pedoman operasional perilaku wartawan dalam menjalankan profesinya
  3. Untuk menjadi standar pengukuran dalam penaatan dan kepatuhan terhadap Kode Perilaku Wartawan, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI,Kode Etik Jurnalistik serta berbagai peraturan PWI lainnya;
  4. Untuk menjaga marwah, harkat, martabat dan, integritas wartawan anggota PWI;
  5. Untuk menjadi parameter baku Dewan Kehormatan PWI dalam proses pemeriksaan dan pembuatan keputusan kasus yang dihadapinya.

 

BAB III

KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Pasal 4

  1. Wartawan memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
  2. Wajib melindungi dan menjujung tinggi hak-hak anak;
  3. Wajib menaati dan patuh terhadap Kode Perilaku Wartawan PWI;
  4. Wajib menaati dan patuh terhadap Kode Etik Jurnalistik PWI;
  5. Wajib menghormati hak-hak pribadi;
  6. Wajib menghormati dan menaati
  7. kesepakatan dengan narasumber;
  8. Wajib memiliki dan memenuhi standar kompetensi wartawan ;
  9. Wajib mengutamakan keselamatan nyawa dibandingkan kepentingan pemburuan berita.
  10. Wajib mengutamakan kepentingan umum;
  11. Wajib patuh kepada dan memiliki disiplin organisasi;
  12. Wajib tunduk dan patuh kepada Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan RumahTangga (PRT) PWI.

 

Pasal 5

 

Wartawan dilarang untuk melakukan hal-hal tercela sebagai berikut:

  1. Melakukan perbuatan yang dapat merendahkan marwah, harkat, martabat danintegritas profesi wartawan;
  2. Membuat dan menyebarkan berita bohong, hoax atau fitnah;
  3. Melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI dan Kode Etik Jurnalistik

 

BAB IV

PERBUATAN KRIMINAL

Pasal 6

Wartawan anggota PWI dilarang melakukan tindakan kriminal :

  1. Melakukan tindakan kriminal berat seperti menghilangkan nyawa orang,memperkosa, penganiayaan berat, perampokan, penodongan, pembegalan,penipuan, pemerasan dan pelecehan seksual.
  2. Memakai narkoba dan zat-zat adaptif atau psikotropika yang oleh perundang-undangan tidak diperbolehkan.
  3. Menjadi teroris atau ikut sebagai bagian dari terorisme.
  4. Melakukan korupsi terhadap keuangan negara dan badan-badan lainnya, termasuk organisasi PWI.
  5. Melakukan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi negara (UUD 1945);
  6. Menerima dan atau melakukan sogok atau suap.
  7. Merendahkan dan melecehkan suku, agama, ras dan golongan serta jender.

 

BAB V

HUBUNGAN DENGAN NARASUMBER

Pasal 7

  1. Wartawan selalu menunjukkan atau memperkenalkan diri kepada narasumber yang belum mengenalnya
  2. Hal ini mendapat pengecualian dalam liputan investigasi.
  3. Wartawan dilarang melakukan intimidasi, mengancam, menghina, melecehkan narasumber sebelum, di saat dan sesudah wawancara. Hal ini tidak menghalangi wartawan mengajukan pertanyaan yang kritis atau tajam.
  4. Berbagai bentuk pernyataan dan pengakuan yang diperoleh dari orang yang sedang berada dalam pengaruh dihipnotis dan atau keadaan mabuk dipengaruhi alkohol tidak dapat dijadikan sumber berita.

BAB VI

HUBUNGAN KELUARGA

Pasal 8

Dalam hal keluarga inti wartawan menjadi objek berita karena masalah hukum,wartawan yang bersangkutan dapat meminta untuk tidak dilibatkan dalam peliputan maupun editing pemberitaan tersebut.

BAB VII

AKTIVITAS BURSA SAHAM

Pasal 9

Wartawan dilarang melakukan insider traiding dana tau semua tindakan yang dilarang oleh perundang-undangan terkait mekanisme bursa saham atau pasar modal, tetapi diperkenankan melakukan proses transaksi di pasarmodal atau bursa saham.

 

BAB VIII

LIPUTAN KONFLIK

Pasal 10

  1. Dalam meliput di daerah konflik atau di daerah berbahaya wartawan mengutamakan keselamatan nyawa dibanding dengan kepentingan memperoleh berita.
  2. Dalam meliput di daerah konflik wartawan tidak mengenakan atribut atau asesoris penanda kelompok yang bertikai karena hal ini dapat dinilai merupakan bagian keberpihakan kepada salah satu pihak yang terlibat pertikaian.
  3. Wartawan yang telah memperlihatkan identitasnya dan atau tanda kewartawanan tanpa memakai salah satu atribut atau asesoris penanda salah satu pihak yang terlibat dalam pertikaian mendapat pelindungan, tidak boleh dianiaya apalagi dibunuh, serta peralatannya tidak boleh dirampas.
  4. Dalam meliput demonstrasi atau unjuk rasa, wartawan tidak mengambil posisidi tengah atau antara demonstran dan pihak berwenang (polisi atau tentara) melainkan di belakang atau di samping para pihak.

 

BAB IX

PERANGKAT TERSEMBUNYI

Pasal 11

  1. Pemakaian perangkat tersembunyi seperti, namun tidak terbatas pada, kamera dan atau alat perekam suara tersembunyi, hanya diperkenankan untuk liputan yang memiliki kepentingan umum, setelah upaya melakukan liputan terbuka dan transparan tidak berhasil.
  2. Pemakaian perangkat tersembunyi hanya untuk tujuan pembuktian dan atau penegasan terhadap suatu topik/isu/masalah yang menyangkut kepentingan publik.
  3. Penggunaan perangkat tersembunyi harus dilakukan atas persetujuan wartawan yang ditugaskan oleh perusahaan persnya bekerja dan atau atas inisiatif artawannya.
  4. Ketika memberitakan atau menayangkan hasil liputan yang dimaksud, perusahaan pers dan atau wartawan harus menjelaskan berita tersebut diperoleh dengan menggunakan perangkat tersembunyi dalam proses peliputan.
  5. Pemberitaan dan atau penayangan berita yang dibuat dengan bantuan perangkat tersembunuyi tidak boleh dilakukan dengan memanipolasi data dan ataugambar, apalagi sengaja dengan maksud untuk menyesatkan pembaca atau pemirsa.
  6. Ketika dalam proses liputan atau pembuatan berita, objek atau narasumber berita mengetahui penggunaan perangkat tersembunyi, maka proses liputan dihentikan dan hanya dapat dilanjutkan setelah objek atau nara sumber tersebut menyatakan persetujuan.
  7. Penggunaan perangkat tersembunyi menjadi tanggung jawab perusahaan pers tempat wartawan bekerja.
  8. Penggunaan perangkat tersembunyi harus tetap memperhatikan privasi atau hak-hakpribadi dari para pihak yang tidak terkait dengan pemberitaan namun terekam oleh teknologi tersembunyi tersebut.
  9. Penyadapan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak asas manusia dan oleh karena itu tidak diperkenankan.

 

BAB X

PEMAKAIAN DRONE

Pasal 12

Pemakaian drone dengan frekuensi tinggi hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari intansi yang memiliki otoritas

BAB IX

POLITIK DAN JABATAN PUBLIK

Pasal 13

 

  1. Hak-hak politik dasar wartawan sebagai warga negara dalam pemilihan umum,baik pemilihan legislatif, presiden atau kepala daerah dilindungi.
  2. Wartawan memiliki kebebasan untuk menjadi anggota salah satu partai politik dan atau organisasi yang memiliki afiliasi dengan partai yang tidakdilarang oleh perundang-undangan.
  3. Wartawan yang menjadi pengurus partai politik dan atau organisasi yang memiliki afiliasi dengan partai politik tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai pengurus PWI pada semua tingkatannya.
  4. Wartawan yang akan menduduki jabatan politik seperti, namun tidak terbatas pada, anggota legislatif, anggota kabinet, gubernur, bupati atau walikota, tidak diperbolehkan menjadi pengurus PWI pada semua tingkatan.
  5. Wartawan yang menjabat pengurus partai politik dan atau organisasi yang memiliki afiliasi dengan partai politik, atau menduduki jabatan politik seperti, namun tidak terbatas pada, anggota legislatif,anggota kabinet, gubernur, bupati atau walikota tidak kehilangan keanggotaannya di PWI

Pasal 14

  1. Pengurus PWI yang memilih menjadi pengurus partai politik atau organisasi partai politik yang memiliki afiliasi dengan partai politik harus mengundurkan diri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah dilantik sebagai pengurus partai politik dan atau organisasi yang memiliki afiliasi dengan partai politik.
  2. Pengurus PWI yang memilih menjadi pengurus partai politik dan atau organisasi yang memiliki afiliasi dengan partai politik namun tidak mengundurkandiri dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak dilantik sebagai pengurus partai politik dan atau organisasi yang memiliki afiliasi dengan partai politik segera diberhentikan sebagai pengurus PWI, melalui rapat yang dilakukan untuk itu.
  3. Pemberhentian pengurus yang memilih menjadi pengurus partai politik dan atau organisasi yang memiliki afiliasi dengan partai politik namun tidak mengundurkan diri sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dilakukan oleh Pengurus Pusat.
  4. Pemberhentian pengurus PWI Provinsi atau Kabupaten/Kota yang menjadi pengurus partai politik dan atau organisasi yang memiliki afiliasi partai politik namun tidak mengundurkan diri sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dilakukan oleh PWI Provinsi atau Kabupaten/Kota yang kemudian dilaporkan kepada pengurus Pusat untuk dikukuhkan.

 

 

Pasal 15

 

  1. Pengurus pada tingkat apapun, yang mencalonkan diri untuk jabatan publik seperti, namun tidak terbatas pada, anggota lembaga legislatif atau kepala daerah (pilkada), harus mengajukan pengunduran diri dari jabatannya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak ada penetapan sebagai calon anggota legislatif atau kepala daerah suatu kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) atau intansi lain yang memiliki otoritas.
  2. Pengurus PWI yang ditetapkan sebagai calon anggota legiaslatif atau calon kepala daerah namun tidak mengundurkan diri dalam waktu 14 (empatbelas) hari segera diberhentikan sebagai pengurus PWI melalui rapat yang dilakukan untuk itu.
  3. Pemberhentian Pengurus PWI Pusat yang telah ditetapkan sebagai calon anggota legislatif atau calon kepala daerah namun tidak megundurkan diri sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 dan 2 serta Pasal 15 ayat 1 dilakukan oleh PWI Pusat.
  4. Pemberhentian pengurus PWI Provinsi atau Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan sebagai calon legislatif atau kepala daerah namun tidak mengundurkan diri dilakukan PWI Provinsi atau Kabupaten/Kota yang kemudian melaporkan kepada PWI Pusat untuk dikukuhkan.
  5. Setelah masa jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1 berakhir,wartawan yang bersangkutan dapat kembali menjadi pengurus PWI melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam PD PRT PWI.

 

Pasal 16

  1. Wartawan yang akan menduduki jabatan atau telah selesai menduduki jabatansebagai ketua, sekretaris, anggota atau staf di lembaga-lembaga negara seperti, namun tidak terbatas pada, Komisi Pemberantas Korupsi(KPK), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau Komisi PenyiaranIndonesia Daerah (KPID), Komisi Informasi (KI), Komnas HAM, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),Lembaga Sensor Film (LSF) dapat tetap menjadi pengurus PWI pada semua tingkatan karena pekerjaan-pekerjaan tersebut selain untuk melayani kepentingan publik juga tidak mengandung benturan kepentingan dengan tugas-tugas atau prinsip kewartawanan.
  2. Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan status sebagai pegawai tetap tidak dapatmenjadi wartawan, kecuali:
  3. Lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan jurnalistik seperti Lembaga KantorBerita Nasiobal (LKBN) Antara, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan LPP RRI;
  4. Menjadi anggota kehormatan atau anggota luar biasa.

 

Pasal 17

Untuk menerbitkan bahan-bahan dan atau foto yang terkait dengan perlindungan hak cipta di perusahaan persnya, harus memperoleh izin dari perusahaan tempatnya bekerja itu.

BAB XIII

HAK PRIBADI

Pasal 18

Dalam melakukan peliputan wartawan menghormati hak-hak pribadi masyarakat dan narasumber dan dilarang memasuki rumah, ruangan dan properti pribadi tanpa izin dari pihak yang memiliki otoritas.

 

BAB XIV

PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL

Pasal 19

  1. Wartawan memiliki hak untuk mengunggah pendapat dan opini pribadinya di media sosial dan hal itu merupakan tanggung jawab pribadi.
  2. Wartawan dilarang mengunggah hal-hal yang terkait dan atau dimiliki perusahaan pers tempat dirinya bekerja tanpa izin dari perusahaannya.

 

BAB XV

SANKSI

Pasal 20

  1. Dewan Kehormatan PWI memberikan sanksi kepada wartawan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan, baik kewajiban maupun larangan, di dalam Kode Perilaku Wartawan ini.
  2. Jenis sanksi untuk Kode Perilaku ialah:
  3. Peringatan
  4. Peringatan keras
  5. Pemberhentian sementara (skorsing)
  6. Pemberhentian tetap.
  7. Jenis sanksi diberikan kepada wartawan yang melakukan pelanggaran tidak mengikuti urutan seperti disebut dalam Pasal 20 ayat 2 tetapi tergantung kepada tingkat kesalahan atau pelanggaran masing-masing hasil pemeriksaan setiap kasus.
  8. Sanksi pemberhentian sementara (skorsing) selama-lamanya dua tahun.
  9. Bagi wartawan yang dijatuhkan sanksi tetap dapat melakukan pembelaan diri kembali di kongres yang akan datang.
  10. Wartawan yang setelah diperiksa Dewan Kehormatan PWI tidak terbukti melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan, maka diputuskan dan atau ditetapkan tidak bersalah dan dibebaskan dari segala tuduhan serta tidak diberi sanksi apapun.

BAB XVI

PROSEDUR

Pasal 21

  1. Pemeriksan kasus pelanggaran Kode Perilaku Wartawan dan sanksi yang diberikan atas pelanggarannya sepenuhnya merupakan kewenangan dan otoritas Dewan kehormatan PWI Pusat dan merekomendasikan hasil keputusan dan atau ketetapan hasil pemeriksaannya kepada Pengurus PWI untuk ditindak lanjuti.
  2. Dewan kehormatan dapat memeriksa dugaan pelanggaran Kode Perilaku Wartawan berdasarkan dua sistem atau metoda:
  3. Berdasarkan pengaduan atau laporan yang diterima
  4. Inisiatif Dewan Kehormatan
  5. Dugaan pelanggaran Kode Perilaku Wartawan yang terjadi di Provinsi dapat langsung diperiksa oleh Dewan Kehormatan Provinsi. Hasil pemeriksaan Dewan Kehormatan Provinsi disampaikan kepada Dewan Kehormatan Pusat sebagai rekomendasi.

 

Pasal 22

  1. Atas keputusan atau rekomendasi dari Dewan Kehormatan Provinsi terhadap suatu kasus dugaan pelanggaran Kode Perilaku Wartawan, Dewan kehormatan Pusat memiliki opsi:
  2. Mengukuhkan atau memperkuat keputusan dan atau ketetapan yang direkomendasikan Dewan Kehormatan Provinsi;
  3. Menolak seluruh keputusan dan atau ketetapan yang direkomendasikan Dewan Kehormatan Provinsi.
  4. Apabila menolak keputusan dan atau ketetapan yang direkomendasikan Dewan Pusat dapat langsung memeriksa dugaan pelanggaran Kode Perilaku Wartawan tersebut serta memutuskan dan atau menetapkan hasil pemeriksaan.
  5. Sebelum menjatuhkan keputusan dan atau ketetapan Dewan Kehormatan wajib mendengarkan keterangan para pihak baik pengadu dan atau pelapor maupun teradu dan atau terlapor.
  6. Keterangan dapat diberikan langsung hadir dihadapan Dewan Kehormatan, maupun dapat diberikan melalui surat, email, telepon atau alat komunikasi lainnya yang dilakukan secara patut.

 

Pasal 23

  1. Setelah memeriksa dugaan pelanggaran Kode Perilaku Wartawan, Dewan Kehormatan PWI dapat memutuskan dan atau menetapkan:
  2. Wartawan teradu dan atau terlapor terbukti melanggar Kode Perilaku Wartawan dan karenanya diberikan sanksi seperti diatur dalam Pasal 20
  3. Wartawan Teradu dan atau Terlapor dibebaskan dari segala tuduhan karena tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Perilaku Wartawan.
  4. Wartawan teradu dan terlapor dapat dilepaskan dari segala tuntutan sanksi apabila memiliki alasan yang dianggap sebagai pembenar.
  5. Dalam keputusan dan atau ketetapan yang dibuat Dewan Kehormatan PWI dicantumkan pertimbangan-pertimbangan atau alasan yang ada serta jenis sanksi yang dijatuhkan.
  6. Hasil keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat disampaikan kepada Pengurus Pusat untuk dikukuhkan oleh Pengurus Pusat. Kemudian oleh Pengurus Pusat disampaikan kepada Wartawan Teradu dan atau Terlapor.

Pasal 24

 

  1. Anggota Dewan Kehormatan yang diadukan dan atau dijadikan terlapor tidak dapat mengikuti rapat atau pertemuan yang membahas laporan atau pengaduan mengenai dirinya.
  2. Walaupun dirinya sedang dalam pemeriksaan seperti disebut dalam Pasal ayat 1,anggota Dewan Kehormatan dimaksud tetap dapat ikut dalam proses pemeriksaan kasus lainnya yang ditangani oleh Dewan Kehormatan.

Pasal 25

Pengurus yang oleh penegak hukum telah dinyatakan sebagai terdakwa dalam kasus kriminal dapat dinonaktifkan sebagai pengurus. Keputusan danatau ketetapan untuk menonaktifkan sementara dari kepengurusan sepenuhnya berada di bawah otoritas Dewan Kehormatan yang pelaksanaannya direkomendasikan ke pengurus PWI Pusat.

 

Pasal 26

  1. Tiada suatu badan atau lembaga atau orang manapun yang dapat menentukan Wartawan melanggar Kode Perilaku Wartawan selain Dewan Kehormatan PWI.
  2. Tiada seorang, lembaga atau badan hukum manapun yang dapat menjatuhkan sanksi berdasarkan ketentuan-ketentuan Kode Perilaku Wartawan ini kecuali Dewan Kehormatan PWI.

 

BAB XVII

PENGESAHAN DAN PERUBAHAN

Pasal 27

Pengesahan dan perubahan Kode Perilaku Wartawan ini dilakukan dalam kongres PWI.

 

 

BAB XVIII

LAIN-LAIN

Pasal 28

Hal-hal lain yang belum diatur dalam Kode Perilaku Wartawan ini apabila diperlukan dapat diatur oleh Dewan Kehormatan selama tidak bertentangan dengan isi Kode Perilaku Wartawan.

 



[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]





Tulis Komentar