Kejagung Sebut Uang Sitaan Kasus Djoko Tjandra Rp546 Miliar Sudah Disetor ke Kas Negara
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Kejaksaan Agung (Kejagung) menjawab persoalan transparansi dalam eksekusi uang sitaan milik Djoko Tjandra senilai Rp 546 miliar di kasus cessie Bank Bali pada 2009 silam.
Isu yang berhembus uang sitaan yang dititipkan di rekening escrow account Bank Permata belum disetor ke kas negara. Salah satu pihak yang mempertanyakan transparansi eksekusi uang tersebut yakni mantan Ketua KPK sekaligus jaksa penuntut umum dalam perkara Djoko Tjandra, Antasari Azhar.
Menjawab isu tersebut, Wakil Jaksa Agung, Setia Untung Arimuladi, menegaskan uang tersebut sudah disetor ke kas negara pada 29 Juni 2009.
Untung yang menjadi Kajari Jaksel kala itu memang sebagai pihak yang diberikan kewenangan eksekusi lantaran persidangan digelar tingkat pertama digelar di PN Jaksel. Ia menyatakan telah menyetorkan uang sitaan ke kas negara usai kasus Djoko Tjandra berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
"Saya akui saat itu saya selaku Kajari Jaksel telah melaksanakan eksekusi sebagaimana tugas jaksa selaku eksekutor untuk melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Tentunya saya perlu jelaskan agar tidak jadi kesimpangsiuran, berita yang menyesatkan masyarakat," ujar Untung kepada wartawan pada Selasa (25/8).
Untung menyatakan meski telah memberikan penugasan kepada Kasi Pidsus Kejari Jaksel saat itu, Sila Pulungan, ia tetap hadir dalam eksekusi di Bank Permata pada 29 Juni 2009.
Berita acara eksekusi tersebut, kata dia, juga ditandatangani pejabat Bank Permata kala itu. Bahkan proses eksekusi diliput media. Sehingga ia menegaskan tak ada yang ditutup-tutupi dalam persoalan ini.
"Bahkan eksekusi saya ke Bank Permata saya ikut serta. Kemudian saya tunjukkan berita acara pelaksanaan eksekusi yang ditandatangani pejabat Bank Permata saat itu. Pelaksanaan eksekusi pada Senin 29 Juni 2009 jam 19.00 WIB," ucapnya.
Untung meminta pihak-pihak yang masih mempertanyakan transparansi eksekusi tersebut agar mengeceknya ke Kementerian Keuangan. Sebab saat itu Kejari Jaksel sudah menyetorkan ke rekening perbendaharaan negara Kemenkeu melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS).
"Eksekusi dilakukan oleh jaksa uang sebesar Rp 546 miliar telah disetor melalui RTGS langsung ke kas perbendaharan negara di Kemenkeu. Silakan cek ke Kemenkeu apakah saya selaku Kajari Jaksel bohong melaksanakan eksekusi," kata Untung.
"Dengan penjelasan dari saya selaku saat itu Kajari Jaksel untuk tidak berspekulasi, tidak sudutkan kejaksaan selaku eksekutor," sambungnya.
Antasari Azhar Persoalkan Transparansi
Sebelumnya, Antasari Azhar menjadi salah satu pihak yang mempertanyakan eksekusi uang senilai Rp 546 miliar yang menjadi barang bukti dalam kasus korupsi cessie Bank Bali.
Antasari mengatakan, eksekusi putusan pengadilan dalam kasus korupsi cessie Bank Bali, terutama barang bukti uang yang disita penyidik, harus dibuatkan berita acaranya.
Sehingga menurut Antasari, pertanggungjawaban siapa yang mengeksekusi putusan tersebut menjadi jelas. Selain itu, perlunya berita acara eksekusi menjadi bentuk transparansi penegak hukum dalam mengeksekusi sebuah putusan.
“Kalau sudah (dieksekusi) kok tidak ada transparansinya? Eksekusi itu disita untuk negara, bukan untuk dibagi-bagi dan saya secara moral juga merasa tuntas (kasus) ini,” kata Antasari seperti dilansir Antara.
Antasari pun meminta polisi untuk meminta keterangan Kajari Jaksel saat itu untuk mengetahui apakah putusan penyitaan uang rampasan dari Djoko Tjandra sudah dilakukan atau tidak.
“Siapa kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan waktu itu, tinggal dipanggil. Kalau menunjuk petugas, siapa petugasnya. Jadi begitu,” kata Antasari.(tm)
Tulis Komentar