Dahsyatnya Efek Corona, Maskapai-maskapai Dunia di Ambang Bangkrut
TRANSKEPRI.COM. SYDNEY - Maskapai penerbangan di seluruh dunia menghadapi ancaman eksistensial yang belum pernah terjadi sebelumnya ketika virus corona jenis baru, COVID-19, menghentikan perjalanan global. Kondisi itu menyebabkan sebagian besar maskapai di ambang kebangkrutan.
Ancaman kebangkrutan terjadi setelah pemerintah-pemerintah tempat maskapai berbasis enggan memberikan dana talangan atau bailout karena terlalu besar.
Campuran antara ketakutan, larangan perjalanan yang melumpuhkan dan kepanikan investor telah memukul sektor industri ini. Banyak permintaan perjalanan dibatalkan dan operator mengurangi kapasitas penerbangan hingga 90 persen.
Satu maskapai yang bermasalah, Flybe yang berbasis di Inggris, telah menderita. Para analis pasar percaya banyak lagi maskapai yang bisa menyusul.
"Pada akhir Mei 2020, sebagian besar maskapai penerbangan di dunia akan bangkrut," bunyi peringatan firma intelijen pasar, CAPA.
Bahkan sebelum Presiden AS Donald Trump secara efektif melarang perjalanan trans-Atlantik, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan krisis COVID-19 akan menelan biaya industri penerbangan USD113 miliar, atau hampir 20 persen dari pendapatannya tahun ini.
Brendan Sobie, seorang analis penerbangan independen yang berbasis di Singapura, mengatakan situasi global ini belum pernah terjadi sebelumnya.
“Anda dapat membandingkannya dengan hal-hal seperti SARS atau krisis keuangan global, tetapi saya pikir ini lebih dari itu. Tidak ada yang benar-benar tahu berapa lama itu akan berlangsung dan apa dampak penuhnya nantinya," ujarnya, seperti dikutip New Straits Times, Rabu (18/3/2020).
Maskapai-masakapai dunia sekarang berjibaku memangkas biaya dan mendukung "perang perusahaan" di mana yang bisa memungkinkan, termasuk memberhentikan staf, memotong rute, menegosiasikan kembali kesepakatan dengan pemasok dan menerbangkan pesawat yang lebih kecil, yang lebih murah untuk dijalankan.
Maskapai penerbangan Australia, Qantas, telah memangkas kapasitas penerbangan internasional hingga 90 persen dan rute domestik sebesar 60 persen. Demikian pula, British Airways memangkas kapasitas hingga 75 persen.
Sementara itu, maskapai nasional Belanda KLM berencana untuk memotong hingga 2.000 pekerjaan. CEO Delta Air Lines telah mendapati gajinya dipotong menjadi nol, dan Lufthansa menangguhkan dividen.
Dalam memo internal, Malaysia Airlines mengakui perusahaan itu sudah dalam "situasi kritis" dan mendesak staf untuk mengambil cuti sukarela yang tidak dibayar.
"Banyak maskapai penerbangan sekarang berisiko bangkrut dan Malaysia Airlines tidak berbeda," tulis kepala keuangan maskapai tersebut, Boo Hui Yee.
Terhadap latar belakang yang suram ini, bisikan yang sebelumnya hening tentang dana talangan pemerintah telah menjadi jeritan panik untuk mendapatkan bantuan. Maskapai penerbangan Inggris dikatakan telah meminta dukungan lebih dari USD9 miliar kepada pemerintah.
Kelompok dagang Airlines for America telah menyerukan bailout USD50 miliar, lebih dari tiga kali lipat bantuan yang diberikan setelah serangan 9/11. (mas)
Tulis Komentar