Indonesia-Singapore Resmi Teken Perjanjian Ekstradisi

Presiden RI, Ir Joko Widodo dan PM Singapore Lee Hsien Loong

TRANSKEPRI.COM.BINTAN- Indonesia memastikan kesepakatan perjanjian ekstradisi dengan Singapura pada Selasa (25/1). Kesepakatan tersebut dihadiri langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, di Pulau Bintan, Selasa (25/1).

Jokowi dan Lee Hsien secara seksama memantau langsung pertukaran dokumen yang ditandatangani oleh perwakilan kedua negara pada Selasa (25/1) siang WIB. 

"Saya Menyambut baik tercapainya sejumlah kesepakatan antar kedua negara, exchange of letter antara Menkomaritim RI dan Investasi dan Menteri Koordinasi untuk keamanan Nasional Singapura. Kemudian Perjanjian ekstradisi, kemudian persetujuan Flight Information Region (FIR), dan pernyataan bersama menteri kedua negara tentang komitmen untuk melakukan komitmen memberlakukan perjanjian kerja sama pertahanan keamanan," ujar Jokowi dalam keterangan pers di Pulau Bintan, Selasa (25/1).

"Untuk perjanjian ekstradisi dengan perjanjian yang baru ini, masa retroaktif diperpanjang dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun sesuai dengan Pasal 78 KUHP. Sementara dengan penandatanganan perjanjian FIR, maka ruang lingkup Jakarta akan melingkupi seluruh teritorial udara Indonesia terutama perairan sekitar Kepulauan Riau dan Kepulauan Natuna," Jokowi menambahkan.

Meski demikian, perjanjian ini masih menunggu pengesahan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kala itu.Indonesia sebenarnya sempat sepakat soal rencana perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Kesepahaman tersebut sekaligus Perjanjian Kerjasama Pertahanan (DCA) pada April 2007, kala kepemimpinan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan PM Singapura Loong.

Kementerian Luar Negeri RI mengakui negosiasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura memicu perdebatan di kalangan DPR.

Salah satu isu yang menjadi perdebatan adalah permintaan Singapura yang ingin meminta sebagian wilayah perairan dan udara di sekitar Sumatera dan Kepulauan Riau untuk latihan militer. Permintaan ini disampaikan dalam DCA.

"Seingat saya karena perjanjian ekstradisi disandingkan ratifikasinya dengan Defense Cooperation Agreement (DCA). Karena yang satu, DCA banyak perdebatannya di dalam negeri, termasuk di parlemen, kedua perjanjian kemudian tidak sempat diratifikasi," kata Faizasyah saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com melalui pesan singkat pada 15 Januari 2020.Karena perdebatan ini, pelaksana juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah mengatakan proses ratifikasi perjanjian ekstradisi dan DCA antara RI-Singapura tak kunjung disetujui DPR.

Singapura disebut-sebut kerap menjadi tempat bagi para buronan RI. Negara itu juga sempat menjadi tujuan pelarian politikus PDI Perjuangan, Harun Masiku.

Harun dilaporkan sudah berada di Singapura saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan ia sebagai tersangka atas dugaan suap penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024. (tm)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar