MUI Batam: Pemulasaraan Jenazah Covid-19 Muslim Harus Berpodoman Fatwa MUI

Rapat monitoring terkait pemulasaraan jenazah Covid-19 yang beragama Islam

TRANSKEPRI.COM.BATAM- Ketua Umum MUI Kota Batam, KH. Luqman Rifai menyerukan  pemulasaraan jenazah muslim korban Covid 19 wajib berpedoman fatwa MUI No 18 tahun 2020. Sehingga tidak terjadi  kasus-kasus terkait jenazah Covid 19 seperti jenazah tidak dimandikan/ditayamumi,  tidak dishalatkan atau jenazah dimakamkan tidak menghadap kiblat. 

Pernyataan itu disampaikan saat rapat monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemulasaraan jenazah covid 19  di Kantor Pemko Batam pada Kamis 29/7/2021. Acara tersebut dihadiri  Sekda Kota Batam H. Jefridin, Asisten Pemerintahan dan Kesra H.  Yusfa Hendri, Asisten Administrasi  Umum Heriman, Dewan Pimpinan MUI Batam, Kemenag Batam, Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan Rakyat pemukiman dan Pertamanan, Unit Pemulasaraan Jenazah Rumah Sakit dan Puskesmas se Kota Batam. 

Lebih lanjut,  Luqman menegaskan bahwa dalam fatwa MUI No 18 tahun 2020  dijelaskan secara detail tatacara pemulasaraan jenazah covid 19 sesuai syariat dengan tetap mengikuti standar protokol kesehatan. Semua tahapan tatacara memandikan, mengkafani, menshalatkan dan memakamkan jenazah dikupas dalam fatwa itu. Dengan demikian, harapannya hak-hak jenazah muslim tetap terlayani dengan baik, di sisi lain petugas aman dari terjadinya penularan Covid  19.  

"Satu hal yang patut dicatat bahwa  sesuai isi fatwa  ketika jenazah Covid 19 muslim dimasukkan ke peti jenazah harus dimiringkan ke kanan. Sehingga saat dimakamkan ia menghadap ke kiblat. Sebaliknya jika jenazah dimasukkan ke peti jenazah dengan posisi terlentang maka berarti saat dimakamkan menghadap ke atas. Karena sesuai protokol kesehatan  jika jenazah  sudah dimasukkan peti tidak akan dibuka lagi saat dimakamkan," ujar KH Luqman.

Sementara itu, Sekda Kota Batam H Jefridin menegaskan bahwa Pemulasaraan jenazah hukumnya fardhu kifayah. Artinya, jika ada seorang muslim yang telah melaksanaka tugas itu sesuai ketentuan syariat maka gugur kewajiban muslim yang lain. Oleh sebab itu, para petugas harus memastikan cara pemulasaraan jenazah benar menurut protokol kesehatan dan ketentuan syariat. 

"Saya berharap rapat monitoring  dan evaluasi pemulasaraan jenazah ini menjadi momen untuk meningkatkan kinerja dalam menjalankan tugas ini sekaligus mencari solusi atas kendala-kendala di lapangan. Apalagi pada bulan ini di Batam berdasarkan data  ada peningkatan yang signifikan jumlah orang meninggal akibat covid 19," jelasnya. 

Berikut pedoman penyelenggaraan jenazah yang terpapar Covid-19 sesuai fatwa MUI: 

Pertama, memandikan jenazah: 

a. Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya. 

b. Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani. 

c. Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan. 

d. Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan. 

e. Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh. 

f. Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara: 

- Mengusap wajah dan kedua tangan jenazah 
- Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD (Alat Pelindung Diri). 

g. Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dharurah syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
Kedua, mengafani jenazah: 

a. Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dharurah syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas. 

b. Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat. 

c. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut. 

Ketiga, menyalatkan jenazah: 

a. Disunnahkan menyegerakan salat jenazah setelah dikafani. 

b. Dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19. 

c. Dilakukan oleh umat Islam secara langsung minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh disalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh disalatkan dari jauh (shalat gaib). 

d. Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan Covid-19. 

Keempat, menguburkan jenazah: 

a. Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis. 

b. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan. 

c. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dharurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan Fatwa MUI terdahulu yaitu Fatwa tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat. ***


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar