OPINI
Mengeksplorasi Perilaku Pengunjung Kedai Kopi dari Aspek Kesehatan
Oleh:
ANDI KURNIAWAN,. S.KM,. M.P.H
Bekerja sebagai ASN di Barenlitbang Provinsi Kepri dan Aktif Sebagai Ketua Pengda Perhimpunan Sarjana & Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) Provinsi Kepri
Dewasa ini kebiasaan merokok dan minum kopi merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan kardiovaskuler. Data hasil eksperimen mendukung hipotesis bahwa paparan asap rokok dapat meningkatkan oxidative stress yang diketahui berpotensi menyebabkan disfungsi sistem cardiovaskuler.
Disisi lain Aktivitas merokok di kedai kopi hingga detik ini tidak hanya merugikan diri perokok, tetapi juga orang lain yang ada di sekitar perokok (perokok pasif). Perokok pasif ikut merasakan dampak negatif dari racun-racun yang terdapat pada asap rokok.
Asap rokok dapat meningkatkan kadar C-Reactive Protein pada pembuluh darah sebagai indikator terjadinya peradangan pada arteri sehingga berisiko terpapar penyakit kardiovaskuler.
Berdasarkan hipotesis di atas, yang menjadi salah satu pokok masalah adalah perilaku hidup tidak sehat dipengaruhi oleh sosio-kultural. Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang membuat masyarakat terbiasa untuk merokok dan minum kopi. hal ini terkait dengan kenyamanan seseorang dalam berperilaku adaptif dengan kebiasaan yang ada dilingkungannya (social reward). Orang yang tidak merokokpun dapat menjadi bersikap toleran terhadap asap rokok ketika berada pada lingkungan perokok.
Berbagai kebutuhan dan kepentingan lain dari pengunjung dapat dilakukan di kedai kopi. Atribut atau ciri pengunjung datang ke kedai kopi secara umum adalah untuk sarapan, bertemu rekan dan mencari peluang. Suasana dan cara pergaulan di kedai kopi yang sangat bersahabat memungkinkan kedai kopi yang awalnya merupakan tempat untuk sarapan (minum, makan dan merokok) bertambah fungsinya menjadi tempat mencari peluang (informasi, relasi dan promosi) bagi pengunjung.
Tingginya interaksi sosial antar pengunjung yang ada di kedai kopi dalam mencari peluang, menunjukkan bahwa kedai kopi juga digunakan sebagai tempat pertemuan. Pertemuan tersebut mulai dari yang bersifat santai (ngobrol bersama teman), diskusi dengan rekan kerja, negosiasi hingga kampanye. Semakin sering berkunjung ke kedai kopi, maka akan semakin kuat pula kemungkinan untuk dilakukan secara berulang-ulang dan kontinyu.
Kegiatan yang dilakukan berulang dan menjadi suatu kebiasaan akan mempengaruhi perilaku individu untuk mengulangi hal yang sama tanpa disertai tujuan yang jelas. Hal ini diperjelas dengan Theory Of Planned Behavior, intensitas pengunjung untuk sarapan, bertemu teman dan mencari peluang di kedai kopi tidak terlepas dari pengaruh tiga determinan.
Pertama: sikap pengunjung untuk datang, minum kopi dan merokok di kedai kopi, kedua: norma subyektif pengunjung datang ke kedai kopi dan ketiga: kontrol perilaku merokok dan minum kopi di kedai kopi.
Determinan sikap, norma subyektif dan kontrol perilaku, memiliki korelasi yang positif terhadap munculnya intensi. jika pengunjung memiliki sikap yang positif atau mendukung terhadap kebiasaan datang, minum kopi dan merokok di kedai kopi, maka akan semakin kuat pula intensitas pengunjung untuk datang ke kedai kopi.
Sama halnya dengan norma subyektif, individu yang memiliki norma subyektif bahwa dengan datang ke kedai kopi akan mendapatkan penerimaan dan apresiasi dari kelompok sosialnya, maka individu akan lebih termotivasi untuk datang, minum kopi dan merokok di kedai kopi. Begitu juga halnya dengan kotrol perilaku, semakin kuat faktor kontrol yang ada dari luar diri individu mengendalikan perilaku untuk datang, minum kopi dan merokok dikedai kopi, maka akan semakin lemah pula intensitas pengunjung untuk datang ke kedai kopi.
Sikap dan Kebiasaan Pengunjung Minum Kopi di Kedai Kopi
Perilaku minum kopi di kedai kopi sudah menjadi kebiasaan rutin bagi peminat dan penikmat kopi, minum kopi bukan lagi sebagai minuman sambilan saat bersantai, tetapi sudah menjadi kebutuhan esensial seperti nasi.
Selayaknya seperti kebutuhan pokok lainnya, apabila kebiasaan minum kopi tidak terpenuhi dalam sehari, maka kehidupan dan aktivitas sehari-hari dianggap tidak dapat berjalan lancar dan enjoy. Ngopi di kedai kopi ternyata hanya sebagai istilah saja bagi pengunjung yang duduk dikedai kopi. Ternyata tidak semua pengunjung kedai kopi merupakan penikmat dan peminat kopi.
Bagi pengunjung yang tidak minum kopi, beranggapan bahwa kopi tidak baik bagi kesehatan terutama penderita gastritis. Sehingga pengunjung yang bukan penikmat kopi lebih memilih menikmati minuman lain ketika duduk di kedai kopi.
Minuman yang mengandung kafein tinggi seperti halnya kopi sebenarnya tidak baik dikonsumsi pada pagi hari, karena berdampak buruk pada mood dan performa kerja. Sebaiknya, minuman berkafein dikonsumsi saat siang atau sore hari, sehingga mampu mengembalikan mood dan performa kerja yang lebih baik.
Sikap dan Kebiasaan Pengunjung Merokok di Kedai Kopi bukan hanya merupakan kebiasaan, tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi pengunjung yang merokok di kedai kopi. Bahkan mereka merasa seperti orang yang bingung ketika tidak merokok.
Perokok merasa ada saja yang kurang jika tidak merokok, merokok dianggap sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Beda halnya dengan pengunjung yang tidak merokok, meraka tidak setuju dan tidak mendukung kebiasaan merokok di kedai kopi yang sebagian besar terjadi di dalam ruangan. Mereka merasa kurang nyaman dan terganggu dengan asap rokok pengunjung yang ada di kedai kopi.
Akan tetapi, mereka merasa tidak berhak untuk protes, karena kedai kopi dinilai sebagai tempat umum, sudah menjadi hal biasa dan wajar jika merokok di kedai kopi.
Merokok atau tidak merokok dipahami sebagai pilihan dan semua yang ada dalam satu komunitas biasanya akan bersikap toleran.
Pengunjung yang tidak merokok hanya berusaha menjaga jarak dan mengibaskan asap rokok yang mendekat kearahnya. Ketika asap rokok didalam kedai kopi sudah terlalu banyak dan membuatnya tidak tahan, barulah pengunjung yang tidak merokok keluar dari kedai kopi tanpa harus menegur atau menyinggung pengunjung yang merokok.
Perokok sebenarnya ada yang mengetahui akan dampak buruk rokok bagi kesehatan, namun mengabaikan dan menyepelekan tentang apa yang diketahuinya. Bahkan yang lebih parah lagi masih ada persepsi pengunjung yang menyatakan bahwa kedai kopi merupakan tempat yang nyaman untuk merokok.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak selalu linear dengan sikap dan perilaku. Alasan pengunjung lainnya untuk tetap merokok meskipun telah mengetahui dampak buruk dari rokok, karena merokok dianggap sebagai hal umum yang biasa dilakukan oleh berbagai kalangan di lingkungan sosialnya.
Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan dan interaksi sosial mempengaruhi perilaku individu untuk merokok, terutama pada komposisi masyarakat yang relatif homogen.
Apasaja Alasan Pengunjung Datang Ke Kedai Kopi? Pengunjung yang datang ke kedai kopi sebagian besar berpandangan bahwa dengan ngopi di kedai kopi dapat bertemu dengan teman, bergaul, mengenal orang baru dan saling tukar fikiran.
Pengunjung merasa pikiran dan wawasannya lebih terbuka luas ketika duduk di kedai kopi. Begitu juga sebaliknya jika tidak datang dalam sehari pengunjung merasa takut ketinggalan informasi, tidak mengetahui adanya perkembangan dan merasa seperti orang yang tidak bergaul.
Padahal kenyataannya masih banyak media dan sumber informasi lainnya yang dapat diakses oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi dan bersosialisasi. Pengunjung juga memiliki rasa kekerabatan dan ketergantungan yang kuat antara satu dengan yang lainnya.
Ciri dan kebiasaan seperti ini dapat dikatakan sebagai kebiasaan masyarakat komunal. Masyarakat dengan ciri komunal memiliki rasa kebersamaan dan solidaritas yang tinggi dibandingkan masyarakat individualis.
Di sisi lain persepsi pengunjung ke kedai kopi adalah dipercaya akan mendapatkan stigma positif, dianggap menjadi bagian dari kelompok tersebut setelah ngopi bersama, bergaul dan menciptakan kebersamaan dengan pengunjung lainnya.
Lingkungan dan interaksi sosial memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku konsumsi, pengunjung yang bukan penikmat kopi dan bukan perokok ditakutkan ingin menjadi bagian yang sama seperti pengunjung lain yakni mengkonsumsi kopi dan rokok.
Melihat dan membaca paragraf demi paragraf di atas jelas membahas perilaku dan kebiasaan merokok tidak akan ada habisnya, tergenang seperti lumpur dan terus mengalir seperti air, perubahan perilaku membutuhkan intervensi lama dengan durasi waktu yang panjang, sehingga perlu pengendalian yang spesifik terhadap hal ini, salah satunya dukungan penuh pemerintah daerah, perguruan tinggi, stakeholder, dunia usaha, LSM dan seluruh elemen masyarakat dalam menggagas lahirnyanya kebijakan daerah yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok. (***)
Tulis Komentar