TANJUNGPINANG
Posisi Wawako TPI Milik Golkar atau Gerindra?, Ini Kata Pengamat
TRANSKEPRI.COM.TANJUNGPINANG - Perihal siapa figur dan partai politik mana yang berhak menempati posisi Wakil Wali Kota Tanjungpinang pasca berpulangnya H Syahrul menjadi topik pembahasan hangat saat ini di Tanjungpinang.
Menurut pengamat Politik Tanjungpinang, Rahmat Nasution, Sejatinya figur dari partai Gerindra yang bakal mengisi kekosongan sisa masa jabatan Wakil Walikota Tanjungpinang periode 2019- 2024. Oleh karna pasangan Walikota dan Wakil Walikota terpilih Almarhum H. Syahrul dan Rahma yang diusung oleh Partai Golkar dan Gerindra.
"Almarhum H.Syahrul dari Gerindra dan Hj Rahma di daulat partai golkar sebagai wakil walikotanya. Almarhum Walikota meninggal dunia otomatis kursi gerindra yang ditinggalkan," terang Rahmat.
Rahmat juga mengatakan berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 pasal 176, maka yang bisa mengusulkan jabatan kekosongan Wakil Walikota ketika Plt Walikota sudah defenitif adalah parpol atau gabungan parpol pengusung, dalam hal ini Partai Gerindra dan Golkar.
"Parpol atau gabungan parpol tersebut dapat mengusulkan 2 nama, untuk diserahkan kepada DPRD melalui Wali Kota, disana nantinya kita dapat menyaksikan perundingan politik dengan sedikit saran dari PKS sebagai parpol yang waktu itu ikut mendukung," ujar Rahmat.
Apakah akan diusulkan 2 nama seperti bunyi pasal 176 (2), atau hanya 1 nama yang di sepakati untuk ditetapkan atau dipilih melalui mekanisme dewan. Itu tergantung hasil perundingan kedua Parpol Pengusung.
Menurut Rahmat, kita tidak melihat ataupun menilai sosok atau figur mana yang pantas atau kredble untuk mengisi jabatan itu, namun lebih kepada etika politik dan kepatutan. Kursi dari partai Gerindra lah yang ditinggalkan, karena Almarhum merupakan kader dari partai tersebut.
Akan tetapi, tentu, semua punya peluang, karena jika terdapat 2 calon yang diusulkan, maka DPRD Kota yang akan menentukan nasib mereka. Lobby di DPRD akan sangat menentukan siapa yang akan dipilih.
Sedangkan pengamat politik senior Khaidar Rahmat, menurutnya Partai manakah yang berhak mengajukan nama calon Wakil Walikota Tanjungpinang guna pengisian kekosongan jabatan wakil walikota ? Pertanyaan yang sederhana namun implementasinya bisa rumit dan sudah banyak pengalaman di daerah lain, ternyata hal seperti ini butuh waktu yang panjang untuk menyelesaikan hal itu.
Hal ini kata Khaidar merupakan bukti lamanya waktu pengisian kekosongan jabatan tersebut sebagai bentuk kompleksitas masalah. Padahal secara hukum, pengaturan soal pengisian kekosongan jabatan wakil walikota ini cukup simple, yaitu akan dilakukan pengisian melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD.
Menurutnya, Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung yang masih memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengusulkan 2 (dua) pasangan calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Walikota untuk dipilih, begitu norma aturannya sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016.
Namun dalam prakteknya mekanisme pemilihan oleh DPRD untuk pengisian jabatan Wakil Walikota ini menjadi sulit, lambat bertele-tele dan tidak jarang lebih panjang proses waktu yang diperlukan dibandingkan mekanisme pemilihan langsung Pemilukada.
Penyebabnya karena dalam UU maupun PP yang mengatur tata cara pemilihan tersebut kurang lengkap dan kurang tegas mendefinisikan hal-hal yang menyangkut mekanisme pencalonan guna mengakomodir dinamika perkembangan yang terjadi saat ini.
"Dalam kasus pengisian jabatan wakil walikota kita mengetahui gabungan partai politik pengusung dimaksud adalah Partai Golkar dan Partai Gerindra. Ketika saat pencalonan Sahrul dan Rahma di pemilukada waktu itu tidak ada penyebutan bahwa Partai Gerinda mengajukan Sahrul dan Partai Golkar mengajukan Rahma, akan tetapi gabungan parpol ini bersepakat mengajukan Wako dan Wawako. Nah ketika Rahma naik menjadi walikota, maka posisi wakil yang kosong itu tidak bisa di klaim sebagai jatah dari Partai Gerinda kendati secara formil ketika itu Sahrul adalah kader Gerindra, dan Rahma kader partai Golkar," terang Khaidar.
Menurutnya, surat pencalonan mereka ke KPU ketika itu ditandatangi secara bersama-sama atas kesepakatan bersama. Nah, sekarang pencalonan melalui mekanisme pemilihan DPRD, kedua parpol ini sama haknya untuk mengajukan dua nama calon yang disepakati.
"Partai Golkar dan Partai Gerindra harus sepakat, duduk bersama dan menandatangi diatas surat pencalonan yang sama yang berisi dua nama yang disepekati secara bersama sama. Jika saat ini ternyata Rahma sudah bukan lagi sebagai kader dari partai Golkar dan menjadi kader parpol lain, hal ini juga tidak merubah posisinya sebagai calon terpilih pasangan walikota yang diusung oleh Gabungan partai Golkar dan Partai Gerindra. Sampai berakhirnya masa jabatan Rahma masih tetap Walikota terpilih yang diusung oleh kedua parpol tersebut," ujar Khaidar.
Masalah selanjutnya kata Khaidar terjadi ketika mekanisme pencalonan tersebut diajukan oleh gabungan parpol pengusung “melalui” Walikota untuk dipilih dalam paripurna DPRD. "Artinya parpol pengusung tidak dapat langsung menyerahkan dua nama calon ke DPRD, melainkan harus melalui Walikota, yang kemudian meneruskan nama itu ke DPRD, tersirat bahwa ada juga keterlibatan dari walikota untuk persetujuan dua nama calon yang diajukan tersebut," pungkas Khaidar. (tm)
Tulis Komentar