LPSK Beri Perlindungan ABK Kapal China Diperlakukan Tidak Manusiawi

LPSK

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo menyatakan pihaknya siap memberikan perlindungan kepada WNI anak buah kapal (ABK) di kapal ikan berbendera China yang diduga mempekerjakan para ABK tersebut secara tidak manusiawi.

Ia mengatakan LPSK akan bertindak proaktif dengan bekerja sama dan berkolaborasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri dan Kepolisian untuk memberikan perlindungan kepada ABK WNI tersebut.

"Mulai dari proses pemulangannya ke tanah air hingga pendampingan proses hukumnya nanti. Sebagai langkah awal, LPSK akan turut serta menjemput sejumlah ABK yang pulang ke Indonesia, besok, Jum'at, (8/5/2020) ke bandara," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (7/5).

Lebih lanjut, ia mengatakan peristiwa yang dialami ABK tersebut jelas menunjukkan adanya indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Untuk itu, Hasto berharap agar pihak kepolisian menelusuri pihak atau perusahaan yang melakukan perekrutan dan menyalurkan para ABK ke kapal China tersebut. Perlu pula mengambil tindakan tegas bila terbukti ada pelanggaran pidana.


"LPSK sudah beberapa kali menerima permohonan perlindungan untuk korban TPPO yang peristiwanya mirip dengan kasus yang dialami oleh ABK kapal China. Salah satunya adalah kasus perbudakan di Benjina, Maluku, pada medio 2015 lalu," ucap dia.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menambahkan, selain kasus di Benjina, LPSK pernah menangani beberapa kasus TPPO yang peristiwanya mirip dengan apa yang terjadi dengan ABK di kapal China tersebut, diantaranya kasus di Jepang, Somalia, Korea Selatan dan Belanda.

Dari pengalaman LPSK melakukan investigasi kasus TPPO khususnya pada sektor kelautan dan perikanan, kata dia, ditemukan fakta banyak perlakukan tidak manusiawi yang dialami oleh para korban.

Biasanya para korban mengalami penipuan dalam proses rekrutmen, pemalsuan identitas, jam kerja yang melebihi aturan, tindakan kekerasan dan penganiayaan, penyekapan, gaji yang tidak layak, hingga ancaman pembunuhan.


"Kami pernah mendengarkan pengakuan korban yang tidak mendapatkan air minum yang layak, mereka terpaksa minum air laut yang disaring, bahkan ada yang meminum air AC" kata dia.

Berdasarkan catatan akhir tahun LPSK 2019, permohonan perlindungan untuk kasus TPPO menempati posisi empat besar setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme dan pelanggaran HAM berat.

"Pada tahun 2018, permohonan perlindungan untuk kasus TPPO berjumlah 109, sedangkan di tahun 2019 naik menjadi 162 permohonan. Sedangkan ihwal jumlah terlindung, pada 2018 terdapat 186 terlindung kasus TPPO dan naik menjadi 318 terlindung di tahun 2019" ucap dia.

Sebelumnya, stasiun televisi Korea Selatan, MBC, yang dilansir Rabu (6/5) memberitakan dugaan eksploitasi WNI di kapal ikan berbendera China.

Media itu menyatakan sejumlah WNI ABK melapor bahwa mereka diperlakukan dengan buruk di kapal ikan tersebut. Mereka bekerja hingga 18 sampai 30 jam, dengan istirahat yang minim, hingga sakit dan meninggal dunia. Jenazah pelaut Indonesia kemudian dilaporkan dibuang ke laut dengan upacara seadanya.(tm)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar