Indonesia Ambil Alih FIR dari Singapore, Ini Ketentuannya

Pesawat terbang

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan Indonesia mengambil alih kendali ruang udara (FIR) di Kepulauan Riau, termasuk Natuna, yang selama ini dikelola Singapura saat bertemu Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bintan, Selasa (25/1).

"Selama penandatanganan FIR (ruang kendali udara) maka ruang lingkup FIR Jakarta akan melingkupi seluruh teritorial Indonesia terutama Natuna dan Riau," ujar Jokowi dalam konferensi pers daring di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (25/1).

Berdasarkan pernyataan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Indonesia masih memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di Kepulauan Riau pada ketinggian 0-37.00 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura.Meski begitu, Indonesia ternyata tidak sepenuhnya menguasai kendali atas ruang udara di Kepulauan Riau.

Di sisi lain, Indonesia hanya mengendalikan ruang udara mulai 37.000 kaki ke atas di kawasan tersebut. Sementara itu, sebagian besar penerbangan komersial beroperasi 31.000 hingga 38.000 kaki.

"Hal ini agar pengawas lalu lintas udara kedua negara, dapat mencegah fragmentasi dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura pada ketinggian tertentu tersebut," demikian bunyi pernyataan Kemenkomarves RI.

Ada lima elemen penting lainnya yang tertuang dalam perjanjian penyesuaian FIR RI-Singapura, menurut Kemenkomarves.

Pertama, penyesuaian batas FIR Jakarta yang melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia, sehingga perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam FIR Singapura menjadi bagian dari FIR Jakarta.

Kedua, Indonesia berhak dan bertanggung jawab atas Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial.

Ketiga, Singapura juga menyepakati pembentukan kerangka kerja sama sipil dan militer terkait Manajemen Lalu Lintas Penerbangan (Civil Military Coordination in ATC/CMAC). Tujuannya, untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.

Keempat, Singapura juga berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura ke Indonesia. Pendelegasian PJP ini juga akan diawasi dan dievaluasi secara ketat oleh Kementerian Perhubungan.

Sementara itu, berdasarkan keterangan pemerintah Singapura, kesepakatan penyesuaian FIR ini akan berlaku selama 25 tahun ke depan dan bisa diperpanjang dengan persetujuan kedua negara.Kelima, Indonesia juga berhak untuk melakukan evaluasi operasional atas pemberian pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan oleh Singapura. Hal tersebut dilakukan guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO).

Singapura juga berulang kali menegaskan bahwa pengelolaan FIR bukan lah masalah kedaulatan, tetapi lebih kepada keamanan dan efisiensi lalu lintas penerbangan.

FIR Kepulauan Riau memang berada di bawah kendali Singapura sejak Maret 1946. Negara-kota itu menguasai sekitar 100 mil atau sekitar 160 kilometer laut wilayah udara Indonesia.

Keputusan itu diambil melalui International Civil Organization, karena Jakarta saat itu belum memiliki kompetensi dari berbagai aspek di usianya yang baru menginjak satu tahun merdeka.

Namun, Indonesia telah membujuk Singapura untuk memberikan kendali atas ruang udara Kepulauan Riau kepada Jakarta sejak medio 1990.

Setelah tiga dekade lebih bernegosiasi, Indonesia akhirnya mampu mengendalikan sebagian ruang udara di Kepulauan Riau. (tm)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar