Kisah Sufi

Kisah Ibrahim bin Adham Didatangi Nabi Khidir Saat Duduk di Singgasana

Lukisan tentang Nabi Khidir, peninggalan dari Dinasti Mughal pada abad ke-17. (Ilustrasi/Ist)

Fariduddin Attar (wafat 1220 M) dalam kitabnya berjudul Tadhkirat al-Awliya mengisahkan pertobatan Ibrahim bin Adham , Raja Balkh, dan seluruh dunia berada di bawah perintahnya.

Suatu malam dia tertidur di ranjang istananya. Pada tengah malam atap bangunannya bederak, seolah-olah seseorang sedang berjalan di atas atap.

“Siapa di sana?” dia berteriak.

“Seorang sahabat,” jawabnya. “Aku kehilangan seekor unta, dan sedang mencarinya di atas atap ini.”

“Bodoh, bagaimana engkau mencari unta di atas atap?” teriak Ibrahim.

“Orang yang lalai,” jawab suara itu, “Apakah engkau mencari Allah dengan pakaian yang terbuat dari sutra, tertidur di atas ranjang emas?”

Kata-kata ini memenuhi hatinya, terus terngiang-ngiang. Api berkobar dalam dirinya, dan dia tidak bisa tidur lagi.

Ketika siang tiba dia kembali ke mimbar dan duduk di singgasananya, tenggelam dalam perenungan, bingung dan banyak pikiran. Para menteri kenegaraan masing-masing berdiri di tempatnya; para budaknya diposisikan dalam barisan yang berdempetan. Protokoler istana diserukan.

Tiba-tiba seorang pria dengan wajah yang penuh kekaguman memasuki aula, begitu mengherankan untuk dilihat sehingga tidak ada rombongan dan pelayan kerajaan yang sempat untuk menanyakan namanya; lidah semua orang tercekat sampai ke tenggorokan mereka. Dia jalan ke depan dengan keanggunan sampai dia berdiri di depan singgasana.

“Apa yang engkau inginkan?” tanya Ibrahim.

“Aku baru saja tiba di karvansaray (bahasa Persia, artinya adalah: penginapan untuk para musafir atau pedagang) ini,” kata orang itu.

“Ini bukan karvansaray. Ini istanaku. Engkau gila!” seru Ibrahim.

“Siapa yang memiliki istana ini sebelum engkau?” tanya orang itu.

“Ayahku,” jawab Ibrahim.

“Dan sebelum dia?”

“Kakekku.”

“Dan sebelum dia?”

“Si fulan dan si fulan dan seterusnya.”
“Dan sebelum dia?”

“Ayah dari si fulan dan si fulan, dan seterusnya.”

“Kemana mereka semua pergi?” tanya orang itu.

“Mereka telah pergi. Mereka sudah mati,” jawab Ibrahim.

“Kalau begitu, bukankah ini karvansaray yang dimasuki seseorang dan pergi, begitu pula yang lainnya?”

Melalui kata-kata tersebut orang asing itu menghilang. Dia adalah Nabi Khidr alaihi salam. Api berkobar lebih dahsyat di dalam jiwa Ibrahim, dan penderitaan di dalam dirinya bertambah dengan begitu cepat. Penglihatan di siang hari diikuti oleh terdengarnya suara-suara di malam hari, sama-sama misterius dan tidak dapat dipahami.
 


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar