Ketika Singapura Akan Memperlakukan COVID-19 seperti Flu Biasa

Pekerja kantor memindai kode QR Masuk Aman untuk memasuki mal, di tengah wabah COVID-19 di Singapura, 12 Mei 2021. Foto/REUTERS/Dawn Chua

TRANSKEPRI.COM, SINGAPURA - Singapura , negara kecil yang telah dipandang sebagai salah satu yang paling sukses di dunia dalam memerangi COVID-19, telah mengumumkan akan segera mengubah cara mengelola pandemi secara mendasar. Negara tetangga Indonesia ini telah menyatakan COVID-19 akan diperlakukan seperti penyakit endemik lainnya seperti flu.

Tidak akan ada tujuan transmisi nol. Karantina akan ditiadakan untuk pelancong dan kontak dekat kasus tidak perlu diisolasi. Negara ini juga berencana untuk tidak lagi mengumumkan jumlah kasus harian.
Tetapi orang mungkin perlu mengikuti tes COVID-19 untuk pergi ke toko atau pergi bekerja.
Para menteri senior Singapura mengatakan itu adalah "normal baru" dari "hidup dengan COVID-19".

"Kabar buruknya adalah COVID-19 mungkin tidak akan pernah hilang. Kabar baiknya adalah mungkin untuk hidup normal dengannya di tengah-tengah kita," tulis Menteri Perdagangan Singapura Gan Kim Yong, Menteri Keuangan Lawrence Wong, dan Menteri Kesehatan Ong Ye Kung dalam editorial di Straits Times minggu ini.
"Itu berarti virus akan terus bermutasi, dan dengan demikian bertahan di komunitas kami," lanjut mereka.

Tak Pernah sampai Nol Kasus

Seperti kebanyakan negara, Singapura memiliki puncak kasus awal tahun lalu, mencapai 600 kasus sehari pada pertengahan April. Setelah gelombang yang lebih kecil pada bulan Agustus, COVID-19 belum berkobar sejak itu.

Namun, negara berpenduduk 5,7 juta jiwa ini memiliki arus bawah yang stabil dari 20 hingga 30 kasus infeksi COVID-19 setiap hari. Negara ini telah mencatat 35 kematian secara total.
Singapura memiliki kontrol perbatasan yang ketat di sebagian besar negara, termasuk tes pada saat kedatangan, karantina hotel, dan perintah tinggal di rumah.
Tetapi semua itu pada akhirnya akan terhapus di bawah rencana yang dikeluarkan oleh menteri Kung, Yong dan Wong, yang membentuk gugus tugas multi-kementerian COVID-19 Singapura.

"Setiap tahun, banyak orang terkena flu. Sebagian besar sembuh tanpa perlu dirawat di rumah sakit, dan dengan sedikit atau tanpa pengobatan. Tetapi sebagian kecil, terutama orangtua dan mereka yang memiliki penyakit penyerta, bisa sakit parah, dan beberapa meninggal," tulis mereka.

"Kita tidak bisa memberantasnya, tapi kita bisa mengubah pandemi menjadi sesuatu yang tidak terlalu mengancam, seperti influenza atau cacar air, dan melanjutkan hidup kita," kata ketiganya.

Vaksinasi Dulu, lalu Kurangi Pembatasan

Vaksinasi adalah kuncinya. Peta jalan dari langkah-langkah saat ini tidak dapat dimulai sampai lebih banyak orang telah divaksinasi.

Singapura akan memberikan dua pertiga dari penduduknya setidaknya satu suntikan dalam beberapa minggu dan memiliki dua pertiga divaksinasi penuh pada awal Agustus.

Singapura telah mencatat beberapa penduduk setempat yang divaksinasi lengkap terkena COVID-19, tetapi tidak satupun dari mereka yang memiliki gejala serius.

Para menteri menyatakan kemungkinan itu akan berlanjut dan suntikan penguat mungkin diperlukan.

Tes COVID-19 juga harus lebih mudah dan lebih cepat. Tes yang dilakukan sendiri, seperti breathalyser, harus menggantikan metode usap tenggorokan yang tidak nyaman.

COVID-19 Normal Baru

Para menteri mengatakan COVID-19 bisa "dijinakkan" jika tidak bisa ditaklukkan. Mereka menata apa yang mereka sebut "normal baru".

"Pada waktunya, bandara, pelabuhan laut, gedung perkantoran, mal, rumah sakit, dan lembaga pendidikan dapat menggunakan perangkat ini untuk menyaring staf dan pengunjung," kata para menteri tersebut.

Orang dengan COVID-19 akan pulih di rumah karena gejalanya sebagian besar ringan dan kontak dekat akan divaksinasi.

Karena kebanyakan kasus tidak terlalu serius, kebutuhan untuk pelacakan kontak dan karantina akan rendah.
Perubahan besar adalah tidak lagi melaporkan jumlah kasus harian.

“Daripada memantau jumlah infeksi COVID-19 setiap hari, kami akan fokus pada hasil: berapa banyak yang jatuh sakit parah, berapa banyak di unit perawatan intensif, berapa banyak yang perlu diintubasi untuk oksigen, dan sebagainya," imbuh para menteri.

"Ini seperti bagaimana kita sekarang memantau influenza."

Para menteri menteri menulis di Straits Times bahwa ini akan menjadi cara bagi Singapura untuk menavigasi jalan keluar dari Covid-19, melanjutkan acara besar dan melakukan perjalanan internasional.

Para menteri menekankan Singapura tidak pada tahap di mana rencana pasca-COVID-19 dapat dimulai. Untuk saat ini, pembatasan saat ini akan tetap berlaku.

Negara ini baru saja memperketat masuknya beberapa orang Australia karena wabah Sydney saat ini.

Tapi "peta jalan untuk transit ke normal baru" datang bersama-sama.(net)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar