WNI Bebas dari Hukuman Mati atas Dakwaan Pembunuhan di Saudi

Ilustrasi: Hukum dan peradilan

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Seorang warga negara Indonesia (WNI) asal Cianjur, Adewinda binti Isak Ayub, bebas dari hukuman mati di Arab Saudi atau qisas usai didakwa dengan tuduhan pembunuhan anak majikan pada Juni 2019 lalu.

Adewinda bebas dari hukuman mati setelah orang tua korban sebagai pemilik hak qisas secara sukarela dan tanpa syarat menyatakan tanazul atau pembatalan tuntutan hukuman mati saat sidang lanjutan pada Maret lalu.

"Setelah mendapatkan salinan putusan pengadilan dan memastikan semua aspek bahwa Adewinda binti Isak Ayub telah benar-benar bebas dari hukuman mati (qisas)," kata Duta Besar RI untuk Saudi, Agus Maftuh Abegebriel dalam pernyataan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (24/5).

Meski tuntutan hukuman mati dibatalkan, Adewinda masih menjalani hukuman 5 tahun penjara, dengan pemotongan masa tahanan 2 tahun.

Adewinda ditahan oleh Kepolisian Distrik Aziziah, Riyadh, sejak 3 Juni 2019 atas tuduhan membunuh anak perempuan majikan berusia 15 tahun yang mengalami keterbelakangan mental.Artinya, Adewinda hanya harus menjalani satu tahun tahanan lagi jika putusan ini disahkan secara inkrah oleh Pengadilan Kasasi yang sedang berjalan.

Dalam surat tuntutan, Adewinda disebut memukul berkali-kali bagian kepala sang anak hingga meninggal dunia. Pengadilan juga memutuskan bahwa perempuan itu terbukti melakukan pembunuhan.

KBRI Riyadh menganggap kondisi itu sebagai salah satu celah penting untuk membebaskan Adewinda dari hukuman mati.Ketika melakukan tindakan itu, Adewinda mengaku sedang depresi. Sebab, selama lima tahun terakhir, ia dikurung bersama korban dalam satu ruangan dan dan tidak mendapat akses ke dunia luar.

Sebelum akhirnya qisas dibatalkan, KBRI Riyadh berupaya meyakinkan keluarga korban bahwa kejadian tersebut tak lepas dari kesalahan dan tanggung jawab majikan karena mengurung Adewinda dan anaknya selama bertahun-tahun.

Proses pendampingan kasus ini, menurut Agus, tak melibatkan jasa pengacara sama sekali. Selain karena biaya pengacara yang tinggi, sejak awal KBRI Riyadh memang sudah yakin kesepakatan tanazul dapat tercapai.

Kasus Adewinda ini menambah panjang daftar WNI yang bebas dari hukuman mati dengan bantuan KBRI Riyadh.

Sejak tahun pertama menjalani masa tugasnya hingga 2021, Agus Maftuh dan tim KBRI Riyadh membebaskan setidaknya 10 WNI dari hukuman mati, salah satu yang menjadi sorotan adalah kasus Eti Toyib Anwar.

Eti Toyib Anwar bebas dari hukuman mati pada 2019 melalui penggalangan uang tebusan (diyat) dari para donatur di Indonesia untuk membayar uang diyat sebesar SAR 4 juta atau sekitar Rp15,5 miliar. (tm)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar