Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masuk Terbaik di Dunia
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5%, salah satu yang terbaik di antara negara-negara G20. Akan tetapi, Indonesia tidak boleh berpuas diri karena ada pekerjaan rumah yang harus dituntaskan.
"Di Indonesia, konsumsi rumah tangga masih bisa menahan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%. Investasi yang sifatnya bangunan, sepanjang infrastruktur pemerintah tetap jalan, masih akan tumbuh," kata Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), kala berbincang dengan awak Detik Network di Gedung Transmedia, Jakarta, Senin (9/12/2019).
Konsumsi rumah tangga, lanjut Dody, didorong oleh tumbuhnya kelas menengah. Dalam catatan BI, saat ini kelas menengah mencapai sekitar 60% dari populasi.
Sementara kelompok berpendapatan rendah terbantu oleh belanja Bantuan Sosial (Bansos) pemerintah. Sepanjang Januari-Oktober, pengeluaran Bansos mencapai Rp 91,75 triliun atau 94,53% dari pagu APBN 2019. Angka Rp 91,75 triliun naik 32,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, tambah Dody, ada ciri khas kelas menengah yang patut diperhatikan. Selain gaji tetap, kelas menengah biasanya mendapat pemasukan dari surat-surat berharga di pasar keuangan seperti deposito, reksa dana, saham, atau obligasi.
Nah, pasalnya saat ini ketidakpastian di pasar keuangan sedang tinggi. Ini sedikit banyak akan mempengaruhi pendapatan kelas menengah.
"Begitu ketidakpastian muncul, mereka akan menahan konsumsi. Kalau future income tidak jelas, mereka pasti menahan," tutur Dody.
Meski ada perlambatan, Dody meyakini konsumsi rumah tangga masih tumbuh dan mampu menjadi pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi. "Kita meyakini konsumsi masih bisa bertahan di kisaran 5%," ujarnya.
Namun, tentu Indonesia tidak bisa puas dengan itu. Konsumsi yang tumbuh mepet di level 5% membuat pertumbuhan ekonomi 'hanya' 5,02% seperti pada kuartal III-2019. Untuk tumbuh lebih tinggi, ada syarat yang harus dipenuhi.
"Kalau mau tumbuh 5,5-6%, tidak mungkin investasi hanya tumbuh 4%. Tidak mungkin juga hanya investasi bangunan, non-bangunan juga harus tumbuh," tegas Dody.
Apakah Indonesia berisiko mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 5%? Dody menjawab risiko ke arah sana tetap ada.
"Kalau globalnya terus memburuk, maka ekspor memburuk dan mempengaruhi investasi dan konsumsi. Makanya investasi non-bangunan harus muncul," sebutnya. (009/cnbcindonesia)
Tulis Komentar