PILKADA KEPRI 2020
Disayangkan, Debat Kandidat Nyaris Tak Sentuh Sektor Maritim
TRANSKEPRI.COM.TANJUNGPINANG - Debat kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau dinilai banyak pihak datar bahkan gimik, programnya pragmatis dan tidak menunjukkan ekspektasi untuk perubahan besar Kepri lima tahun mendatang.
Pengamat politik Khaidar menilai sektor maritim yang menjadi potensi andalan Kepri nyaris tidak disentuh, apalagi soal adat budaya "bunda tanah melayu" yang menjadi teraju dan identitas semua kebijakan dan program. Apakah lagi berharap ada kontestasi gagasan besar yang disampaikan dengan kekuatan verbal yang meyakinkan. Tapi ketiga paslon adalah putera putri terbaik kepri, namun jika harus menentukan mana yang lebih baik, maka saya lebih mendahulukan sikap afirmatif untuk paslon nomor 3, Jum at (20/11/20).
Sementara itu, pengamat politik Zamzami A Karim mengatakan kabarnya kontribusi debat terhadap preferensi pemilih tidak sampai 1 persen. debat ini tak banyak faedah secara elektoral kecuali untuk unjuk kemampuan menjawab soal ujian.
Kesimpulan saya, ketiga pasangan calon akhirnya satu suara dalam hal FTZ dan KEK, konteks Kepri sebagai Pulau Segantang Lada akhirnya tereduksi Kepri sebagai Batam atau Batam sebagai Kepri saja," ujar zamzami.
Ketiga paslon gagal berdebat tentang FTZ dan KEK, mungkin karena dibatasi waktu. Dan yang mengagetkan katanya, Soerya justru mengkritik kebijakan KEK, dan menginginkan dikembalikannya FTZ dalam kendali gubernur, hal ini bertentangan dengan kebijakan pusat," pungkas zamzami
Khaidar kembali mengatakan sebetulnya kontradiksi juga sikapnya ketika menjawab pertanyaan Suryani bahwa FTZ itu prinsip adalah wilayah kepabeanan diperlakukan diluar Indonesia. Karena itu dari luar bebas dipajaki tapi keluar Batam dipajaki. Bahwa jawaban ini sama juga dengan mengakui kewenangan fiskal dan import eksport bukan wilayah Daerah.
Justru disitulah letak keberpihakan KEK yg memang untuk daerah sedang FTZ wilayah pusat. Di Batam kita bisa bentuk KEK artinya jawaban FTZ tapi dengan sub KEK, apalagi Bintan dan Karimun yang enclave FTZ sudah pasti lebih kompetitif KEK. Karena KEK lebih tegas memproses dari dolar (import barang modal/baku) ke rupiah (nilai tambah kek) lalu outputnya kembali ke dolar +eksport)," beber khaidar. (mad)
Tulis Komentar