Gerindra Sebut Prabowo Punya Peran Terhadap Kepulangan Habib Rizieq

Partai Gerindra

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Sekretaris Jenderal DPP Gerindra Ahmad Muzani menyatakan ketua umum parpol tersebut, Prabowo Subianto, memiliki peran atas kepulangan Imam Besar FPI Rizieq Shihab ke Indonesia.

Muzani menyatakan kembalinya Rizieq yang sejak 2017 berada di Arab Saudi itu merupakan salah satu syarat dari rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019.

Hal tersebut diungkap lewat akun instagram fraksipartaigerindra yang terverifikasi, Jumat (13/11).

"Sekjen DPP Partai Gerindra, Ahmad Muzani (@ahmadmuzani2) membenarkan bahwa pihaknya mengajukan pemulangan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ke Tanah Air sebagai syarat rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019, " demikian keterangan gambar di unggahan Instagram tersebut.

"Muzani tak membantah saat ditanya apakah Prabowo Subianto telah mengajukan syarat tersebut ke Presiden Joko Widodo," sambung pernyataannya.

"Ya keseluruhan (pemulangan Rizieq Shihab), bukan hanya itu. Tapi keseluruhan bukan hanya itu. Kemarin kan banyak ditahan ratusan orang. Lagi diproses-proses. Ya segala macamlah ya," ujar Muzani dalam pernyataannya yang dikutip dari akun Instagram fraksipartaigerindra tersebut.Bukan hanya pemulangan Rizieq, disebutkan Prabowo pun meminta pembebasan sejumlah tokoh pendukungnya yang ditangkap karena terjerat kasus hukum.

Selain itu, Muzani mengatakan pertemuan antara Prabowo dan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai langkah awal rekonsiliasi juga harus dilihat sebagai proses islah atau perdamaian. Proses islah, kata Muzani, tidak dapat terjadi jika masih terdapat dendam di tengah masyarakat.

"Islah yang sekarang harus dilakukan itu harus meniadakan dendam, harus meniadakan bahwa saya pemenang dan kamu yang kalah. Saya penguasa, kamu yang dikuasai. Saya yang benar kamu yang salah sehingga islah itu tidak akan terjadi kalau dendam yang seperti itu masih terjadi," kata Muzani.

"Rekonsiliasi tidak mungkin terjadi kalau kemudian suasana dan pikiran itu juga terjadi. Suasana itu harus diredakan, harus dikendurkan, sehingga islah itu menjadi sesuatu yang kuat," sambung anggota DPR fraksi Gerindra dari Daerah Pemilihan Lampung I tersebut.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan bahwa kepulangan Rizieq merupakan momentum untuk melanjutkan dan memaksimalkan rekonsiliasi.

Ia mengatakan rekonsiliasi awal pasca-Pilpres 2019 telah dilakukan saat Prabowo masuk dalam Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Pertahanan.

"Kepulangan Habib Rizieq adalah momentum lanjutan untuk memaksimalkan rekonsiliasi," ucap sosok yang akrab disapa Habib itu kepada CNNIndonesia.com, Jumat (13/11).

Ia pun menilai pernyataan Rizieq yang mengatakan siap melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah disikapi dengan bijak. Oleh karena itu Habiburokhman meminta tidak ada pihak yang apriori dan risih dengan istilah rekonsiliasi.

"Saya pikir kita semua harus harus bersikap bijak. Jangan apriori satu sama lain dan jangan risih dengan istilah rekonsiliasi. Harus diakui menjelang dan pada saat Pemilu kemarin terjadi ketegangan politik," ujar anggota Komisi III DPR RI itu.

"Mana mungkin rekonsiliasi bisa digelar kalau pintu dialog tidak dibuka. Buka dulu pintu dialognya, baru bisa rekonsiliasi. Tak ada rekonsiliasi tanpa dialog, dialog itu penting," kata Rizieq dikutip dari video di kanal YouTube FrontTV, Rabu (11/11).Sebelumnya, Rizieq mengatakan pihaknya siap melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah. Rizieq pun mendesak dibukanya pintu dialog untuk membicarakan rencana rekonsiliasi tersebut.

Rizieq mengaku sudah menawarkan dialog dengan pemerintah ketika menggelar tabligh akbar sebelum Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurutnya, saat itu pihaknya siap melakukan dialog kapanpun kalau pemerintah bersedia duduk dengan para habaib dan ulama.

"Tapi apa jawaban yang diterima? Jawaban yang kami terima, bukan pintu dialog dibuka, bukan rekonsiliasi yang didapatkan, tapi yang kita dapatkan kriminalisasi ulama," ujarnya.

Kali ini, Rizieq kembali siap berdialog dengan pemerintah. Namun, ia memberikan syarat kepada pemerintah agar menghentikan kriminalisasi ulama, membebaskan para aktivis hingga pelajar yang ditangkap karena menyampaikan pendapat.

Menanggapi itu, Politikus PDIP Arteria Dahlan menyatakan menyatakan rekonsiliasi tidak perlu dilakukan lagi seperti yang diucapkan Rizieq. Pasalnya, Arteria menilai saat ini semua masyarakat sudah bersatu dan tidak berkubu-kubu lagi.

"Saya pikir sudah tidak perlu rekonsiliasi karena sekarang sudah baik-baik saja, semuanya sudah satu, tidak ada kaum sana kaum sini lagi," kata Arteria kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/11).

Ia mengaku menghormati sikap Rizieq yang mau membuka diri untuk rekonsiliasi dengan pemerintah. Namun, anggota Komisi III DPR RI itu mengingatkan bahwa pemerintah tidak bisa mengintervensi proses hukum yang tengah berjalan terhadap sejumlah tokoh sebagaimana diminta Rizieq.

"Jadi inilah kita juga harus meluruskan terus kan harus clear dan masyarakat harus paham tidak ada yang perlu direkonsiliasi," sambungnya."Menurut saya apa yang direkonsiliasi? Ada apa dengan apa Habib Rizieq? Kita tidak ada masalah dari awal," kata Moeldoko dalam rekaman yang diterima, Kamis lalu.Sementara itu, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mempertanyakan seruan soal rekonsiliasi yang dilontarkan Rizieq. Pihaknya merasa tak ada masalah dengannya sejak awal.

Sejak awal, lanjut dia, pemerintah tidak pernah menahan ataupun mempermasalahkan kepulangan Rizieq ke Indonesia.

Mantan Panglima TNI itu juga menegaskan tak ada istilah kriminalisasi seperti yang dituduhkan. Moeldoko menegaskan negara justru melindungi seluruh warga negara dan bukan sengaja membuat seseorang menjadi kriminal.

"Sebenarnya istilah kriminalisasi ulama itu tidak ada, kita tidak mengenal itu. Kita tidak mau ulama dikriminalisasi. Jadi pertanyaannya siapa yang dikriminalisasi? Yang salah," kata Moeldoko melalui rekaman suara yang diterima, Kamis (12/11).

Moeldoko menuturkan tindakan hukum kepada seseorang didasarkan pada bukti-bukti. Namun, ia menegaskan bahwa penindakan hukum terhadap seseorang tak serta merta dilabeli dengan kriminalisasi. (tm)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar