SUMATERA BARAT

Perempuan Diarak Tanpa Baju di Panti, Pasaman Jadi Sorotan Media Inggris

Perempuan Diarak Warga di Panti, Pasaman karena dituduh mesum

TRANSKEPRI.COM.PASAMAN- Aksi persekusi warga terhadap seorang perempuan yang dituduh berbuat mesum lalu ditelanjangi dan diarak keliling kampung di Pasaman, Sumatera Barat menjadi sorotan pemberitaan media asing.

Beberapa media asing seperti Daily Star berbasis di Inggris dan Wordofbuzz masing-masing menurunkan berita terkait dengan aksi tersebut.

Daily Star memuat judul: Woman stripped and forced to do walk of shame for 'obscene act' (Wanita ditelanjangi dan dipaksa diarak karena malu akibat 'tindakan cabul'), sementara itu Wordofbuzz membikin judul: Indonesian Mob Strips & Forces Woman To Do ‘Walk of Shame’ As Punishment For Pre-Marital Sex (massa telanjangi dan paksa wanita dipermalukan diarak sebagai hukuman pra menikah).

Masing-masing media tersebut memberitakan kalau saat ini pihak berwenang di Sumatera Barat sedang menyelidiki video yang memuat seorang wanita ditelanjangi dan diarak oleh massa di Kabupaten Pasaman minggu ini.

Berdasarkan video yang beredar luas, wanita itu ditelanjangi dan dipermalukan diarak di depan kerumunan massa yang terdiri dari beberapa anak.

Saat dia diarak di jalan-jalan desa, dia mencoba menarik celananya untuk menutupi payudaranya, tetapi seorang pria dari gerombolan itu menariknya kembali pada satu titik.

Menurut laporan, wanita itu diberi hukuman sosial oleh penduduk desa setelah dia ketahuan berhubungan intim dengan seorang pria di luar nikah. Dia telah ditangkap dengan pria itu dua kali sebelumnya.

Polisi Sumatera Barat mengatakan insiden itu terjadi pada 30 Agustus lalu.

“Wanita dalam video itu ditangkap warga karena melakukan perbuatan cabul,” kata Kabid Humas Polda Sumatera Barat Stefanus Satake Bayu Setianto.

Stefanus menambahkan bahwa video tersebut telah dihapus dari Youtube tetapi mungkin masih menyebar melalui grup chat.

Dia mengatakan polisi sekarang sedang menyelidiki siapa yang merekam video tersebut dan dapat menuntut mereka dengan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengutuk tindakan publik yang mempermalukan dan menyerukan kepada warga yang bertanggungjawab atas tindakan persekusi itu supaya dituntut secara pidana.

“Orang-orang yang mengaraknya harus dituduh melakukan perbuatan asusila di depan umum berdasarkan KUHP,” kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah.

Penjaga moral yang secara terbuka mempermalukan orang yang mereka tuduh melakukan perzinahan, seks pranikah, atau “tindakan tidak bermoral” lainnya (bahkan jika tindakan tersebut dilakukan dengan persetujuan) di Indonesia seringkali tidak dihukum.

Satu pengecualian penting untuk aturan tersebut adalah kasus pada tahun 2018 di mana seorang kepala desa dan kaki tangannya dijatuhi hukuman penjara yang cukup lama karena menelanjangi dan mempermalukan pasangan muda yang dituduh melakukan hubungan intim di luar nikah.

Ajudan Wapres Geram

Peristiwa itu rupanya juga diikuti oleh Kombes Pol Sabilul Alif, ajudan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Pasalnya dia pernah menangani kasus yang sama saat masih menjabat Kapolres Tangerang.

Ingatan itu muncul dalam benak Sabilul setelah kasus serupa kembali terulang di Kampung Ampang Gadang, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, awal September 2020.

Warga mengarak seorang wanita berinisial MY (25 tahun) yang mereka tuduh telah berbuat mesum dengan kondisi setengah telanjang.

Mirisnya, ketika diarak keliling kampung, MY direkam oleh sejumlah warga dan videonya pun viral di media sosial. Sementara itu, pria yang menjadi pasangannya entah bagaimana nasibnya, karena tidak terlihat dalam video persekusi yang beredar.

"Sekitar 3 tahun lalu, sewaktu saya masih menjadi Kapolresta Tangerang, kasus seperti ini (yang terjadi di Pasaman) juga pernah terjadi. Sepasang sejoli dengan beringas diarak beberapa warga dengan tuduhan berbuat mesum. Tak hanya diarak, keduanya juga diperlakukan keji sebab selama diarak, keduanya dipukuli, bahkan pakaian mereka dipreteli, termasuk yang perempuan," tulis Sabilul di akun Instagram-nya.

"Tidak hanya itu, peristiwa itu juga direkam dan disebarkan warga. Bayangkan trauma yang dialami dua sejoli itu. Dituduh mesum, diarak, dipukuli, dan ditelanjangi.," sambungnya.

Sabilul sendiri waktu itu bertindak tegas terhadap warga, terutama setelah pasangan itu tidak terbukti berbuat mesum seperti yang dituduhkan warga. Ditambah lagi, belakangan diketahui kalau pasangan itu memang sudah berencana menikah. Bagi Sabilul, perbuatan warga yang demikian jelas salah di mata hukum.

"Itu adalah persekusi. Soal tuduhan mesum, toh ternyata tidak bisa dibuktikan," katanya.

Untuk mengobati trauma berat yang dialami oleh pasangan itu, terutama si perempuan, Sabilul menugaskan unit Perlindungan Anak dan Perempuan Polresta Tangerang saat itu. Selain itu, semua warga yang terlibat ditangkap dan diproses hukum.

"Termasuk oknum ketua RT dan RW yang ikut serta melakukan persekusi. Padahal harusnya mereka mencegah itu terjadi. Akibat peristiwa itu, terutama korban perempuan mengalami trauma berat. Saya dibantu Bhayangkari kemudian terus memberikan pendampingan dan trauma healing. Termasuk membantu proses akad nikah. Para tersangka, kemudian divonis bersalah oleh hakim dan menerima hukuman sesuai peran masing-masing," katanya.

Pada intinya, Sabilul melanjutkan, perbuatan persekusi apalagi direkam dan disebarkan adalah tindakan melawan hukum, melawan hak asasi dan martabat manusia.

"Pelaku harus dihukum agar tindakan main hakim sendiri tidak terjadi lagi. Saya berharap, kasus ini pun dilakukan penegakan hukum. Agar semua sadar, tak bisa kita berbuat seenaknya di negeri ini.," imbuhnya. (tm)

 


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar