ANTISIPASI VIRUS CORONA
Penerbangan Dalam Negeri Sudah Bisa dengan Rapid Test Saja
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Penumpang pesawat terbang yang baru tiba dari luar negeri diwajibkan menyertakan hasil swab test atau PCR dengan hasil negatif Covid-19 sebagai syarat untuk melanjutkan perjalanan ke daerah asal.
Sementara, penumpang pesawat dengan rute dalam negeri cukup melampirkan hasil rapid test negatif Covid-19.
Menurut Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, peraturan itu tertuang dalam Surat Edaran nomor 6 tahun 2020 tentang Status Keadaan Darurat Bencana
Nonalam Covid-19 sebagai Bencana Nasional.
"Untuk penerbangan dalam negeri ketentuannya adalah menggunakan hasil PCR test.
Tetapi juga boleh menggunakan rapid test. Ini sesuai surat edaran Gugus Tugas nomor
4, dan diperbaiki menjadi nomor 6 diperpanjangannya,” kata Doni dalam konferensi pers
yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Kabinet, Kamis (4/6/2020).
”Kemudian khusus untuk penerbangan luar negeri, ini wajib menggunakan PCR test
sesuai surat edaran Kementerian Kesehatan nomor 313. Termasuk juga saran dari ibu
Menteri Luar Negeri kepada Presiden."
"Semua yang tiba dari luar negeri baik yang sifatnya mandiri maupun yang merupakan kelompok PMI itu wajib menggunakan metode PCR test," imbuhnya.
Mengutip Surat Edaran menkes nomor 313 tahun 2020 tentang penanganan kepulangan WNI dan kedatangan WNA selama masa PSBB, WNI yang baru tiba dari luar negeri dan membawa hasil PCR negatif Covid-19 maka bisa diberikan izin untuk melanjutkan perjalanan ke daerah asal.
Sedangkan bagi yang tidak menyertakan dokumen tersebut, wajib menjalani tes PCR tambahan begitu tiba di bandara.
Penumpang bisa memanfaatkan fasilitas karantina yang disediakan pemerintah sembari menunggu hasil tes PCR keluar.
Selain itu, bagi mereka yang melakukan perjalanan mandiri dari luar negeri akan disiapkan hotel di beberapa tempat.
Sejumlah pegawai hotel di tempat yang akan ditempati itu sudah mendapatkan pelatihan dari Kemenkes.
"Kemudian untuk mereka yang melaksanakan perjalanan mandiri dari luar negeri juga
disiapkan hotel di beberapa tempat. Tenaga atau karyawan hotel telah mendapat pelatihan dari tim kementerian kesehatan dibantu unsur TNI dan Polri di
bidang kesehatan," ujar Doni Monardo.
"Diharapkan kenyamanan bagi mereka yang telah tiba di Tanah Air bisa terjamin," kata dia.
Kendati begitu, biaya penginapan hotel tidak ditanggung pemerintah. Begitu juga biayates PCR tambahan apabila diminta sendiri oleh penumpang yang baru tiba.
"Biaya yang dikeluarkan menjadi tanggungjawab bagi masyarakat yang menghendaki untuk memilih lokasi di hotel. Termasuk juga biaya untuk PCR testnya ditanggung oleh mereka yang meminta."
Sedangkan bagi pekerja migran dan kelompok masyarakat serta warga Indonesia lainnya yang kembali dari luar negeri itu tetap disiapkan pilihannya adalah di Wisma Karantina Pademangan," kata Doni.
Sebelumnya sejumlah maskapai penerbangan dibuat ketar-ketir dengan aturan pemerintah terkait tes Polymerase Chain Reaction (PCR) atau rapid test sebelum bepergian menggunakan pesawat.
Ketentuan tersebut diprediksi bakal membuat masyarakat enggan bepergian di tengah pandemi virus corona.
Prosedur tes PCR dan rapid test ini menimbulkan persoalan baru karena masyarakat perlu merogoh kocek cukup dalam yaitu Rp1,8 juta-Rp2,5 juta untuk sekali tes PCR dan rapid test seharga Rp 300 ribu-Rp 500 ribu.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengatakan, biaya tes PCR lebih mahal ketimbang harga tiket pesawat sehingga mempengaruhi minat seseorang untuk membeli tiket pesawat.
"Tes PCR yang Rp2,5 juta dan beberapa sudah menurunkan harganya itu jauh lebih mahal daripada (tiket) untuk bepergian," ucap Irfan dikutip pada Kamis (4/6/2020).
Langkah drastis bahkan diambil Lion Air Group yang menghentikan sementara penjualan tiket kepada penumpang domestik dan internasional mulai 5 Juni mendatang.
Lion Air Group beralasan banyak calon penumpang yang tidak bisa memenuhi kelengkapan dokumen untuk melakukan perjalanan.
Seperti diketahui, salah satu syarat dalam kelengkapan dokumen itu adalah surat pernyataan sehat bermaterai.
Surat ini berisi pernyataan terkait riwayat menjalani rapid test atau tes PCR yang dilakukan calon penumpang.
Pengamat penerbangan Jaringan Penerbangan Indonesia Gerry Soejatman mengatakan kewajiban calon penumpang untuk memiliki hasil tes negatif virus corona sangat memberatkan industri penerbangan.
Masalahnya, ada aturan yang berbeda antara pemerintah pusat dan daerah. Gerry menyatakan pemerintah pusat memberikan dua opsi kepada masyarakat, yakni tes PCR dan rapid test. Jadi, jika harga tes PCR dirasa terlalu mahal maka masyarakat bisa memilih rapid test.
Namun, beberapa pemerintah daerah justru mengharuskan masyarakat melakukan tesPCR jika hendak bepergian ke daerah tersebut. Daerah yang dimaksud, seperti DKI Jakarta, Bali, Balikpapan, Pangkalpinang, Padang, dan Tanjung Pandan.
"Ini sangat memberatkan maskapai, baik Garuda Indonesia dan maskapai lain," kata Gerry.
Gerry menilai jika kebijakan pemerintah pusat dan daerah tak disamakan maka akan lebih banyak pesawat yang hanya parkir untuk sementara waktu karena permintaan yang melandai.
Jika ini terjadi dalam beberapa bulan ke depan, potensi kebangkrutan industri penerbangan pun di depan mata.
"Iya, kalau industri penerbangan sudah bangkrut berikutnya siapa? Ya hotel, restoran, tempat-tempat pertemuan, dan lain-lain," tutur dia.
Gerry menyarankan agar pemerintah pusat dan daerah menyamakan persepsi dengan
mengizinkan penggunaan hasil rapid test untuk masyarakat yang hendak bepergian.
Dengan begitu, permintaan berpeluang kembali meningkat di sektor penerbangan.
"Intinya disamakan dulu aturannya di pusat dan daerah. Rapid test juga kan sebenarnya
tidak murah-murah sekali tapi masih saja bisa ditolak. Misalnya surat perjalanan dinas
ditolak dan yang lainnya padahal sudah mengeluarkan dana sekian," kata dia. (tm)
Tulis Komentar