Sekdaprov Bahas Posisi Labuh Jangkar dengan Menko Maritim dan Investasi

Sekdaprov Kepri, Arif Fadillah tengah melakukan rapat melalui sambungan vidio

TRANSKEPRI.COM.TANJUNGPINANG – Persoalan posisi kawasan labuh jangkar di Batam, Bintan dan Karimun (BBK), masih jadi topik bahasan antara pemerintah pusat dan Pemprov Kepri. Dan, posisinya harus sesuai tata ruang laut Kepri.

Ini terungkap dalam video conference antara  Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut B Panjaitan dengan Sekdaprov Kepri TS Arif Fadillah tentang Pengelolaan Area Kelautan di Perairan Batam, Selasa (5/5/20).

“Kami menetapkan kawasan labuh jangkar ini, sesuai dengan tata ruang dan arahan Menko Maritim dan Investasi,” ujar Arif, sebagaimana rilisnya kepada wartawan. Namun, Arif tidak menyebutkan di mana posisi labuh jangkar itu.

Terkait labuh jangkar, berdasarkan pantauan transkepri.com, bahwa posisi kawasan industri maritim FTZA di Bintan Timur, sudah mati suri selama belasan tahun.

Ketua Komisi II DPRD Kepri, Ing Iskandarsyah mengatakan, tak bergeraknya kawasan Bintan Timur bukan karena tidak ada calon investor, namun karena kawasan industri maritim itu dipagar oleh regulasi kawasan konservasi perairan, sehingga tidak mungkin dilalui kapal raksasa atau super tanker pembawa peti kemas.

“Ibaratnya, kita sudah bangun rumah di sebuah kawasan. Tapi, jalan masuk ke kawasan perumahan dilarang dilalui. Jadi, sampai kapan pun rumah itu tak mungkin bisa dijual. Karena, tidak ada jalan masuknya,” ujar Ing Iskandarsyah.

Penelusuran transkepri.com, dampak mati surinya  industri maritim FTZ di Bintan, adalah karena berkembangannya pelabuhan peti kemas di Singapura dan Malaysia (Tanjungpelepas).

Saat Singapura dan Malaysia untung besar dari pengelolaan kawasan perairannya, Indonesia umumnya dan Kepri khususnya serta BBK justru gigit jari.

Melalui rilisnya, Arif Fadillah juga menjelaskan salah satu poin hasil vicon itu. Bahwa, Sekjen Menko Maves Agung Suwandono, menyatakan terkait lego jangkar perlu dibuat regulasi bersama.

Katanya, pengawasan Selat Malaka sudah ada perjanjian antara Malaysia, Singapura, Indonesia dan hal tersebut perlu diubah.

Sedangkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menegaskan ke depan harus dibikin sederhana saja. Jangan ada lagi perizinan yang banyak dan berbelit-belit. (mad)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar