Kekerasan di SPN Dirgantara Batam, Kemendikbud Bentuk Tim Pemantau

SPN Dirgantara Batam

TRANSKEPRI.COM.BATAM- Awalnya, Inspektorat Jenderal KemendikbudRistek membentuk Tim Pemantau Gabungan untuk beberapa kasus kekerasan di satuan pendidikan. Di antaranya yang kini mencuat di Kepulauan Riau ialah kasus kekerasan di SPN Dirgantara Batam.

Tim pemantau gabungan untuk kasus di Kota Batam ini terdiri dari Itjen KemendikbudRistek, KPAI, dan masyarakat sipil diwakili Maarif Institute. Tim ini langsung turun lapangan bertemu orang tua dan korban. Setelah mendengar kesaksian korban, Tim ini lalu melakukan sidak ke SPN Dirgantara Batam.

Kasus ini tampak menjadi perhatian serius berbagai pihak. Pada Kamis (18/11), tim Itjen KemendikbudRistek kemudian meminta Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk memfasilitasi pembahasan kasus kekerasan di SPN Dirgantara Batam ini bersama instansi terkait di lingkungan Pemprov Kepri.

Sekitar 3 jam, di lantai 3 ruang rapat Gedung Pemprov Kepulauan Riau, Focus Group Discussion (FGD) ini dihadiri oleh Itjen Kemendikbudristek, KPAI, Maarif Institute, LPMP Provinsi Kepri, Inspektorat Provinsi Kepri, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kepri, Dinas Pemberdayaam Perempuan dan Perlindungan Anak Kepri, KPPAD Kota Batam, dan Pemerhati Anak.

Menurut keterangan Ketua TIm Pemantau Itjen KemendikbudRistek, Retno Listyarti yang memimpin jalannya FGD tersebut, ada sejumlah rekomendasi yang dihasilkan.

Pertama, disepakati pembentukan tim khusus yang terdiri dari berbagai unsur. SK pengangkatan tim khusus ini ditandatangani Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Riau.

"Tim akan bekerja maksimal 3 minggu kedepan," ujar Retno dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/11).

Hasil kesepakatan kedua dari FGD ini yakni merumuskan sanksi kepada SPN Dirgantara berdasarkan hasil audit dan bukti yang dikumpulkan tim khusus yang dibentuk.

Bukti ini akan disampaikan sebagai rekomendasi kepada Gubernur Kepri untuk kemudian dapat menjadi pertimbangan sanksi untuk SPN Dirgantara Batam sesuai aturan yang berlaku.

"Apalagi kasus kekerasan ini merupakan pengulangan, karena pernah terjadi pada tahun 2018. Audit dilakukan mulai dari penggunaan Dana BOS 2017-2021 sampai kelayakan sekolah berdasarkan 8 Standar Nasional Pendidikan," terang Retno.

Hasil ketiga, Pemprov Kepri akan melayangkan surat ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada Senin (22/11) mendatang. Ini menjadi upaya perlindungan kepada anak dan saksi yang telah membuat laporan ke Polda Kepri pada Jumat (19/11) kemarin.

Keempat, pihak-pihak terkait akan mendukung penuh laporan dugaan pidana terhadap oknum polisi berinisial ED ke Polda Kepri.

Terkait hal ini, kasus tim menyerahkan kasus pidana kekerasan kepada pihak kepolisian. Namun selama proses itu, psikolog dari Dinas PPPA/PP-KB akan mendampingi anak-anak korban sebagai pelapor. Mulai dari pelaporan yang sudah dilakukan hingga selama BAP nantinya.

"Makanya anak-anak akan selalu di dampingi orangtua dan psikolog sesuai ketentuan dalam UU No 11/2021 tentang Sistem peradilan Pidana Anak (SPPA). Dalam proses selanjutnya, anak-anak korban dapat didampingi oleh LPSK," tambah Komisioner KPAI ini.

Sedangkan hasil FGD terakhir, ada 4 opsi sanksi terhadap SPN Dirgantara Batam ini. Namun pilihan sanksi ditentukan berdasarkan hasil audit dan investigasi tim khusus nantinya.

"Mulai pencabutan izin operasional sekolah, penghentian dana BOS, larangan menerima peserta didik baru tahun ajaran 2022/2022, atau membuka ruang asesmen seluruh peserta didik jika ingin mutasi ke sekolah lain," tutup Retno. (tm)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar