OPINI

19 Tahun Provinsi Kepri Ditinjau dari Kemandirian Keuangan Daerah dan Wacana Pemekaran Wilayah

Hartoto, M.Si

Oleh: HARTOTO, M.Si

(Analis Data Ekonomi Bakesbangpol Prov. Kepri/Dosen Jurusan Ekonomi Syariah STAI-MU Tanjungpinang)

 

Pada tanggal 24 September 2021, Provinsi Kepulauan Riau genap berusia 19 tahun setelah dimekarkan dari Provinsi Riau dengan diterbitkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2002 tentang: Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau.

Dalam usia 19 tahun tersebut perlu dikaji sejauh mana keberhasilan pemekaran wilayah tersebut dikaitkan dengan kemandirian keuangan daerah dan wacana pemekaran wilayah.

Kemampuan pemerintah daerah dalam yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan melalui APBD.

Pengukuran kemandirian keuangan pemerintah daerah bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah dan mencari alternatif sumber PAD.

Analisis rasio keuangan APBD diharapkan dapat menjadi suatu tolak ukur untuk menilai kemadirian keuangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

Menurut Kuncoro (2003), sistem hubungan keuangan pusat dengan daerah di Indonesia ditandai: (a) rendahnya PAD, (b) dominansi dana transfer dari pemerintah pusat. Beberapa rasio yang bisa digunakan adalah: Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD).

Menurut Abdul Halim (2007) rumus yang digunakan untuk menghitung RKKD adalah: RKKD = PADPendapatan Transfer x 100%.

 

RKKD menunjukkan besarnya PAD dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari pendapatan transfer.

 

Selanjutnya Kuncoro (2003), sesuai dengan UU yang berlaku pemekaran wilayah dapat dilaksanakan ketika sudah memenuhi beberapa ketentuan seperti syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

Pada era otonomi daerah pasca reformasi, pemekaran wilayah menjadi trend yang tak terbantahkan. Buktinya, sampai tahun 2017, jumlah daerah otonom sebanyak 34 provinsi dan 515 kabupaten/kota. Ini merupakan perkembangan luar biasa dibandingkan dengan masa orba.

Menurut Philoss (2016), ada beberapa alasan yang mendasari pemekaran wilayah, yaitu: (1) Alasan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat; (2) Alasan historis; (3) Alasan kultural/budaya; (4) Alasan anggaran; dan (5) Alasan keadilan.

Dampak pemekaran wilayah, yaitu: (1) Politik lokal: pemekaran daerah berimplikasi terhadap dinamika politik di daerah, bukan saja mengenai penentuan ibukota daerah otonom baru dan penentuan batas wilayah, tetapi juga mengenai sumber-sumber kekuasaan dan tarik menarik kepentingan diantara elit politik di daerah otonom daerah; (2) Sumber Daya Manusia: dinamika sumber daya manusia di daerah otonom baru, baik itu mengenai demeografinya maupun kualitas dan komposisinya; (3) Kemiskinan: berpotensi menimbulkan kemiskinan baru; (4) Lingkungan Hidup: kerusakan lingkungan karena eksploitasi daerah yang berlebihan.

   

Berdasarkan data yang diakses pada laman BPKD Provinsi Kepulauan Riau, https://bpkad.kepriprov.go.id. tanggal 20 September 2021, APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017-2021 (dalam jutaan Rp).

Tahun

PAD

 

TRANFER

 

APBD

BELANJA

OPERASIONAL

BELANJA

MODAL

2017

1.094.789

2.156.269

3.252.238

2.269.737

459.726

2018

1.220.768

2.278.003

3.500.007

2.327.981

620.057

2019

1.311.704

2.626.463

3.939.451

2.519.909

633.108

2020

1.195.638

2.317.189

3.514.310

2.721.582

586.609

2021*

1.352.646

2.346.013

3.986.943

3.113.991

347.954

Sumber data: BPKAD (diolah)

Berdasarkan formulasi tersebut maka didapatkan RKKD sebagai berikut:

Tahun

PAD

(Rp. Juta)

DANA TRANFER

(Rp. Juta)

RKKD

KETERANGAN

2017

1.094.789

2.156.269

50,77

Sedang/Partisipatif

2018

1.220.768

2.278.003

53,59

Sedang/Partisipatif

2019

1.311.704

2.626.463

49,94

Rendah/konsultatif

2020

1.195.638

2.317.189

51,60

Sedang/Partisipatif

2021*

1.352.646

2.346.013

57,66

Sedang/Partisipatif

Sumber data: BPKAD (diolah)

 

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai RKKD Provinsi Kepulauan Riau tahun 2017-2020 mendapatkan nilai rata-rata 25,01-75,00 sehingga kategori rendah-sedang dengan hubungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan pemerintah pusat konsultatif-partisipatif.

Pada tahun 2021 dipredeksikan angka RKKD diharapkan terjadi kenaikan dengan kategori sedang.

Berdasarkan penelitian Hartoto (2017) didapatkan nilai RKKD tahun 2015 Kota Batam yang yang memiliki nilai RKKD tinggi, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, dan Kota Tanjungpinang nilai RKKD rendah, sedangkan Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki nilai RKKD sangat rendah. Nilai RKKD mencerminkan derajat kemandirian suatu daerah.

Menurut Sri Mulyani (2017) rata-rata 70% dari APBD Kabupaten/Kota habis digunakan untuk membiayai kegiatan rutin, sehingga untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur kurang dari 30 %.

Hal ini berarti APBD sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi kurang memberikan andil yang besar.

Untuk di Provinsi Kepulauan Riau, Rasio Belanja Operasi (RBO) tahun 2017-2021 masih diatas 50% dan Rasio Belanja Modal (RBM) tahun 2017-2021 masih dibawah 50%.

Dengan demikian untuk Provinsi Kepulauan belanja modalnya rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan belanja operasi.

Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Bappenas, UNDP, LAN, dan Kemendagri menyatakan bahwa lebih dari 80 persen daerah hasil pemekaran belum dapat memperlihatkan peningkatan pembangunan daerah setempat sehingga pelaksanaan pemekaran daerah belum mencapai tujuan otonomi daerah.

Kondisi daerah hasil pemekaran seperti perekonomian daerah, keuangan daerah, pelayanan masyarakat dan aparatur pemerintah daerah masih lebih buruk dibandingkan daerah induk pemekaran.

Seiring berjalannya waktu sampai dengan lima tahun setelah pemekaran, secara umum kinerja indikator yang telah disebutkan sebelumnya masih di bawah kinerja daerah pemekaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka:

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau memiliki nilai RKKD di sekitar 50 % atau kategori rendah-sedang sehingga memiliki pola hubungan pemerintah Pusat-Daerah konsultatif dan partisipatif. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (kecuali Kota Batam) memiliki ketergantungan kepada dana tranfer.

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten/Kota perlu melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber PAD, serta wacana pemekaran wilayah sebaiknya tidak dilakukan. ***


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar