TEPI: Gakkum KLHK Sita Sejumlah Alat Berat PT YBP di Lingga
TRANSKEPRI.COM.TANJUNGPINANG - Wakil Ketua Tim Evaluasi Perizinan Investasi (TEPI) Kabupaten Lingga, Rudi Purwomugroho mengatakan pihaknya menerima informasi bahwasanya beberapa alat berat milik PT Yeyen Bintan Perkasa (YBP) disita tim Ditjen Gakkum KLHK.
"Saya memperoleh kabar alat berat PT.YBP telah disita tim dari Ditjen KLHK pusat, namun kita belum memperoleh informasi secara utuh tentang itu karena tim Ditjen masih belum menyampaikan peristiwa itu secara resmi ke masyarakat," tukas Rudi.
Menurut Rudi tim Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan penyegelan dan penyitaan sejumlah alat berat dan dump truck di lokasi Izin Usaha Pertambangan PT YBP di Desa Tinjul, Singkep Barat, Lingga, Rabu (22/9/2021).
Dikatakan Rudi, PT YBP melakukan kegiatan penambangan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Tinjul (dulu Desa Bakong), Kecamatan Singkep Barat, tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kenudian, kepastian PT YBP tidak memiliki IPPKH dalam kegiatan penambangannya di kawasan HPT, terkonfirmasi saat TEPI Kabupaten Lingga mengundang Direksi PT. YBP untuk memberi penjelasan pada rapat yang dihadiri Bupati Lingga di ruangan rapat Kantor Bupati Lingga pada hari Kamis, 3 Juni 2021
Direktur PT YBP, Budi Susanto yang hadir di dalam forum rapat tersebut tidak dapat menunjukkan Surat Keputusan PPKH dari Menteri LHK dan mengakui kegiatan penambangan yang dilakukan perusahaannya di kawasan HPT tersebut belum memiliki persetujuan Menteri.
Bupati Lingga, M. Nizar dalam rapat tersebut, sudah mengingatkan direksi PT YBP untuk menghentikan sementara kegiatannya di lapangan sampai mendapatkan persetujuan dari Menteri LHK.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Provinsi Kepulauan Riau atas nama Gubernur Kepulauan Riau Nomor : 1209/KPTS-18/I/2018, tanggal 22 Januari 2018 tentang Persetujuan Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Minerel Logam Bahan Galian Bauksit kepada PT. Yeyen Bintan Permata di Kabupaten Lingga, IUP Operasi Produksi diberikan seluas 270 Ha yang terdiri dari Hutan Produksi Terbatas (HPT) 188,34 Ha dan Areal Penggunaan Lain (APL) 81,66 Ha;
Berdasarkan hasil verifikasi Tim Evaluasi Perizinan dan Investasi Kabupaten Lingga terhadap Pemberian Perpanjangan IUP Operasi Produksi kepada PT YBP ditemukan beberapa fakta dan kejanggalan sebagai berikut :
a. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam sebuah pertemuan di Tanjungpinang, 6 Maret 2014, telah memasukkan nama PT. Yeyen Bintan Permata sebagai salah satu perusahaan tambang bauksit di Kabupaten Lingga yang sedang dalam Koordinasi dan Suprvisi atas Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara di Provinsi Kepulauan Riau.
b. Bupati Lingga melalui surat Nomor : 303/KPTS/X12014, tanggal 3 Oktober 2014, telah menerbitkan Keputusan tentang Pengakhiran IUP Operasi Produksi atas nama PT. Yeyen Bintan Perrnata di Desa Bakong, Kecarnatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga.
c. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, juga telah mempertegas keputusan Bupati Lingga sebagaimana dimaksud pada huruf (a) melalui pengumuman tanggal 29 Juli 2016 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Clear and Clean ke-18 dan Daftar IUP yang Dicabut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.
d. Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pennohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling cepat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, dan paling lambat dalam jangka waktu 6 bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP.
e. Berdasarkan konsideran memperhatikan angka (2) pada Surat Keputusan Kepala DPMTSP Provinsi Kepulauan Riau tentang perpanjangan IUP PT. Yeyen Bintan Permata, diperoleh bukti bahwa Direktur PT. Yeyen Bintan Permata baru mengajukan Permohonan Perpanjangan IUP Operasi Produksi kepada Gubernur Kepulauan Riau pada tanggal 7 Desember 2017 setelah 3 (tiga) tahun atau 38 (tiga puluh delapan) bulan setelah berakhimya jangka waktu IUP.
Tindakan PT. Yeyen Bintan Permata melakukan kegiatan penambangan di kawasan HPT tanpa PPKH bertentangan dengan Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomar : 7 Tahun 2021, tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 89 ayat (2) Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan PerusakanHutan telah diatur ketentuan dan larangan penggunaan Kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagai berikut :
Pasal 17 (1) Setiap orang dilarang :
a. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
b. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
c. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin;
d. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atan
e. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
Pasal 89 (2) Korporasi yang :
a. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b; dan/atau
b. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah dan paling banyak Rp50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah). (mad)
Tulis Komentar