Pemerintah Resmi Larang Ekspor Bijih Nikel
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan Indonesia sudah final melakukan larangan ekspor bijih nikel. Larangan berlaku efektif awal Januari 2020.
"Pelarangan (bijih) nikel itu final. Nggak bisa lagi. Negara ini kan kekayaannya punya kita. Ngapain punya orang lain kita urus. Kita kan melakukan hilirisasi, biar lah kita ekspor kepada negara-negara yang membutuhkan barang baku nikel, berbentuk barang jadi," jelas Bahlil saat ditemui di kantor Kementerian Luar Negeri, Kamis (9/1/2020).
Bahlil menilai, apabila Indonesia secara terus-menerus mengekspor bijih nikel, itu sama saja dengan menjual tanah air. Padahal, gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin Indonesia melakukan transformasi ekonomi.
"Kalau kita ekspor terus, menjual tanah air. Transformasi ekonomi yang dimaksud itu adalah bagaimana kita memberikan nilai tabah sumber daya alam kita," tuturnya.
Maka dari itu, pemerintah saat ini ingin, agar nikel yang dihasilkan di dalam negeri bisa dijadikan barang baku untuk membuat lithium baterai mobil.
"Nah kalau mereka [Uni Eropa] ingin baterai, ya beli aja produknya dari Indonesia. Kenapa harus [menggugat] WTO kita?" ujar Bahlil.
Bahlil juga optimistis bahwa Indonesia bisa melewati hasil gugatan WTO yang dilayangkan oleh UE. Pasalnya, ketentuan pelarangan bijih nikel sudah tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
"Jadi bagi kita nggak masalah. Kalau di [gugat] WTO, monggo saja. Itu hak negara orang. Nggak boleh kita melarang. Ngapain takut, masa negara kita mau diatur negara lain," kata Bahlil.
Pemerintah Indonesia merapatkan barisan menghadapi gugatan Uni Eropa (UE) terhadap larangan ekspor bijih nikel Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Pemerintah saat ini menanti advance questionnaire dari UE sebagai persiapan konsultasi yang dijadwalkan berlangsung di Jenewa, Swiss, pada 30 Januari 2020.
"Indonesia sekarang sedang berkoordinasi lintas Kementerian dan Lembaga dalam menghadapi Uni Eropa di WTO. Ini sebagai tindak lanjut saran Presiden [Joko Widodo] untuk berupaya melakukan pembelaan di forum perdagangan internasional," kata Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga di kantor Kemendag, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Ia enggan menjelaskan lebih jauh substansi sengketa lantaran masih menunggu daftar pertanyaan dari UE. Bila hasil konsultasi Eropa-RI nantinya tak menemui titik terang, maka penyelesaian sengketa akan berlanjut ke sesi panel.(009)
Tulis Komentar