Aspataki Minta Agar LTSA Batam Bisa Layani Pencaker Secara Nasional
TRANSKEPRI.COM.BATAM- Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspataki), menilai posisi Batam sangat strategis, sebagai pilot project untuk sistem Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). Ketua Umum Aspataki, Saiful Mashud mengatakan, sekarang sistem dokumentasi masyarakat sudah terdaftar secara online di seluruh Indonesia. Sehingga untuk mengetahui status dokumen seseorang dapat di lacak secara online, dari setiap daerah.
"Karena LTSA sudah ada di Batam. Maka, kalau ada Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang tak memiliki kelengkapan dokumen ataupun unprocedural dan dideportasi dari Malaysia ataupun dari Singapura, melalui Batam dan Tanjungpinang,
Maka mereka dapat melakukan pengurusan dokumen di Batam ini," ucap Saiful Mashud, dengan didampingi Sekjen Aspataki, Filius di Harbour Bay, Rabu (26/8/2021), saat datang ke Batam.
Artinya, ungkap Saiful, mereka tak perlu harus pulang ke kampung lagi kalau dia masih mau bekerja di luar negeri, dengan waktu serta biaya besar yang harus mereka keluarkan lagi.
"Administrasinya dapat di proses di LTSA Batam saja. Sebagaimana yang dikatakan Presiden Republik Indonesia," ujar Ketua Umum Aspataki.
Namun, ungkapnya, praktik yang selama ini terjadi terhadap PMI yang dideportasi melalui Batam dan Kepri, mereka dipulangkan ke daerah asalnya. Padahal, ada di antara PMI itu yang masih mau bekerja di luar negeri.
"Disinilah peran negara harus hadir. LTSA Batam harus bisa untuk memberikan pelayanan bagi pencari tenaga kerja (pencaker), seluruh Indonesia. Artinya, kalau ada persyaratan yang kurang, bisa di kirim ke Batam. Jadi, pencaker tidak perlu pulang kampung untuk menjemput syarat administrasi yang masih kurang," jelas Saiful.
Itulah sebabnya ujar Saiful, dirinya dan Tim Aspataki turun ke Batam untuk dapat mencari solusi untuk PMI yang dideportasi dari Negara Malaysia atau Singapura via Kepri.
"Aspataki segera untuk menyurati Menteri Tenaga Kerja (Menaker), agar LTSA di Batam dijadikan pilot project, untuk melayani pencaker seluruh Indonesia," ungkap Saiful.
Di Batam ini, lanjut Saiful, semua aturan serta Standar Operasional Prosedur (SOP), atau persyaratan untuk pemberangkatan para PMI ke luar negeri ada. Seperti tempat uji kompetensi (TUK), medical cek (MC), balai latihan kerja (BLK), dan tim orientasi pra pemberangkatan (OPP), Kantor Cabang Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), juga ada.
Ketum Aspataki membandingkan di Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, sebagai daerah perbatasan dengan Malaysia, jika ada PMI di deportasi melalui Nunukan, maka PMI yang masih ingin bekerja di Malaysia, bisa melengkapi dokumennya.
"Mereka, cukup mendatangi LTSA Nunukan saja, untuk melengkapi dokumen. Lalu, pihak keluarga si PMI tersebut, yang mengirimkan berkas ataupun itu dokumen apa saja, yang masih kurang," ujarnya.
Semoga, harap Saiful, upaya yang kami lakukan ini mendapat suatu masukkan bagi Kemenakertrans, sehingganya perjuangan para PMI untuk mencari hidup berjalan baik."Mari kita berdoa, semoga Batam ini akan bisa menjadi pilot project LTSA bagi tiap pencaker diseluruh Indonesia segera, khususnya bagi
mereka yang ingin mencari kerja ke luar negeri," harap Saiful.
Sehingga, terang Ketum Aspataki, untuk pemberangkatan PMI ilegal bisa dikurangi dengan melengkapi dokumen PMI untuk menjadi legal sesuai SOP.
"Pilot project LTSA ini adalah satu harapan bagi Pencaker di seluruh Indonesia. Maka peran LTSA, bisa menambah perputaran ekonomi Batam. Sebab, Pecaker atau PMI yang mengurus dokumenya akan sesuai SOP. Maka akan tinggal di hotel atau penampungan, dengan resmi," jelasnya. (wan)
Tulis Komentar