Vonis 12 Tahun Buat Juliari Batubara Panen Kritikan

Mantan Mensos, Juliari Batubara

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis 12 tahun penjara terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara 'bermain aman'.

Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan vonis yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor tidak berselisih jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK.

Zaenur lantas membandingkan dengan vonis terhadap terdakwa kasus tipikor lainnya. Salah satunya suap impor daging sapi dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq yang divonis 18 tahun penjara"Menurut saya ini adalah hakim bermain aman. Kenapa saya sebut hakim main aman? Karena tidak jauh dari tuntutan JPU KPK, 11 tahun," kata Zaenur saat dihubungi melalui aplikasi Whatsapp, Senin (23/8).

Selain itu adalah kasus suap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan pemerasan yang dilakukan Jaksa Urip Tri Gunawan. Ia divonis 20 tahun penjara.

Kedua terpidana tersebut, menurut Zaenur, tidak melakukan korupsi pada kondisi terdesak seperti pandemi Covid-19. Namun, vonis yang dijatuhkan kepada Juliari lebih sedikit dari mereka.

"Saya melihat putusan Majelis Hakim bahwa korupsi yang dilakukan Juliari sesuatu yang sangat serius. Saya menyayangkan vonis hakim hanya 12 tahun," kata Zaenur.

"Saya kecewa atas vonis hakim ini," tambahnya.

Selain itu, dengan menjatuhkan vonis yang lebih tinggi dari tuntutan yang dilayangkan kepada hakim, Zaenur menduga JPU KPK tidak akan mengajukan banding.Selain itu, menurut Zaenur, keputusan hakim menjatuhkan vonis 12 penjara terhadap Juliari memperlihatkan agar vonis yang ia jatuhkan tidak terpaut jauh dengan tuntutan JPU KPK.

"Nah, ini tergantung terdakwa apa akan ajukan banding atau menerima," ujar Zaenur.

Majelis hakim, kata Zaenur, tidak mau menggunakan kesempatan yang diberikan Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

"Itu kan bisa dijatuhi hukuman seumur hidup atau setinggi-tingginya 20 tahun. Itu enggak digunakan Majelis Hakim," protes Zaenur.

Menurut Zaenur, tindakan korupsi yang dilakukan Juliari sangat serius. Sebab, Juliari melakukan korupsi saat negara sedang dilanda bencana pandemi Covid-19.

Terlebih, kata Zaenur, objek yang menjadi bancakan Juliari merupakan bantuan sosial yang ditujukan untuk membantu masyarakat terdampak Covid-19.

"Artinya tindakan ini sangat serius. Dilakukan dalam kondisi bencana. Juga yang dikorupsi merupakan bansos untuk penanganan pandemi," ujar Zaenur.

Vonis Tak Sebanding

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai vonis terhadap Juliari tidak sebanding dengan kerugian negara yang telah dikorupsi dalam perkara bansos corona.

"Vonis 12 tahun tidak sebanding dengan kerugian keuangan Rp32 miliar yang dikorupsi," kata Feri seperti dikutip Antara, Senin.

Menurutnya, hal itu belum termasuk kemungkinan vonis akan dibawa dan dilanjutkan pihak Juliari ke tahap banding maupun kasasi yang selama ini kecenderungannya berpihak pada koruptor.

"Jika ingin membuat koruptor jera, terutama penyelenggara negara, maka sanksi pidananya harus tegas 20 tahun atau seumur hidup," tegas Feri.

Juliari Batubara dijatuhi vonis 12 tahun penjara ditambah dengan Rp500 juta subsider enam bulan kurungan penjara karena terbukti menerima suap sebesar Rp32,48 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek.

Tidak hanya itu, Juliari juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp14.597.450.000.Vonis tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8).

Sebelumnya, dalam pembacaan pleidoi pada Senin (9/8) lalu, Juliari sempat memohon untuk mendapatkan vonis bebas dari majelis hakim karena alasan keluarga hingga sikap kooperatifnya dalam perkara ini. (tm)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar