Bolehkah Berdebat dalam Perspektif Islam?

Islam melarang umatnya membuka pintu perdebatan karena dikhawatirkan dapat menyulut permusuhan. Jika terpaksa berdebat sampaikanlah dengan adab dan didasari ilmu pengetahuan. Foto/Ist

Kita sering mendapati banyak orang berdebat baik di acara formal ataupun di berbagai media sosial. Perdebatan biasanya dipicu oleh perbedaan pendapat dan pandangan. Bagaimana Islam menyikapi debat, bolehkah?

Mari kita lihat beberapa Hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ [رواه المسلم]

Dari 'Aisyah berkata, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya orang yang paling Allah benci adalah orang yang suka membantah lagi sengit." (HR. Muslim No 2668)
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُبْطِلٌ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga." (Shohih at-Targib wat Tarhib, Jilid 1)

Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa debat yang tidak didasari ilmu dan hujjah sangat dilarang oleh syariat.

Ustaz Ahmad Sarwat dalam satu tausiyahnya menyebutkan, para ulama di masa lalu meski yakin dengan teori yang disampaikannya, mereka tidak pernah merasa paling benar dalam segala hal. Mereka tetap menghormati ulama lain sebagai orang yang juga ahli dalam bidangnya.

Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia itu menceritakan kisah ulama terdahulu. Diceritakan, Imam Malik pernah berdebat sebuah masalah dengan Al-Laits Ibn Sa'ad, tetapi mereka selalu saling mengirimkan hadiah.

Imam Malik mengirim surat disertai dengan kurma Madinah yang terkenal lezat itu. Begitu juga Al-Laits Ibn Sa'ad kalau mengirimkan jawaban, beliau kirim surat dan hadiah. Tidak tanggung-tanggung, hadiah berupa emas murni.

Hadiah dari Al-Laits Ibn Sa'ad itulah yang kemudian oleh Imam Malik diberikan kepada murid kesayangannya, Imam Asy-Syafi'i sebagai bekal untuk mahar pernikahannya. Padahal saat itu, Asy-Syafi'i sedang berdebat juga dengan Imam Malik sebagai gurunya.

Debat berjalan, saling kirim hadiah juga tetap berjalan. Itulah debat terindah yang pernah dipamerkan dalam sejarah para ulama syariah.
Imam Syafi'i pernah berkata:

مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا إِلا عَلَى النَّصِيحَةِ

"Tidaklah aku mendebat seseorang melainkan dalam rangka memberi nasihat."

Beliau juga berkata:

وَاللَّهِ ، مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا ، فَأَحْبَبْتُ أَنْ يُخْطِئَ

"Demi Allah, tidaklah aku mendebat seseorang melainkan berharap akulah yang keliru."

Menghindari Debat
Dalam satu nasihatnya, Ulama Hadhramaut Yaman Habib Umar Bin Hafizh menyampaikan salah satu Hadis Rasulullah tentang anjuran untuk menghindari debat. "Tidaklah suatu kaum itu tersesat setelah mereka mendapatkan hidayah, kecuali mereka mendatangkan (melakukan) perdebatan." (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Yang menginginkan kebenaran dan petunjuk, maka cukup baginya sedikit argumentasi. Akan tetapi orang yang mengikuti hawa nafsunya dan yang keras kepala tidak cukup sebanyak apapun hujjahnya.

Karena itu, kita diperintah untuk menutup pintu perdebatan, dan sebaliknya kita dianjurkan untuk membuka dan memperbanyak amal perbuatan, dan penjelasan yang baik. Kemudian tidak melewati batas-batas di dalam beradab sehingga membawa kita pada prilaku mencaci dan mencela, atau membuat waktu, pikiran serta potensi manusia menjadi terbuang sia-sia.
Wallahu A'lam


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar