Sapaan “Muhammad Aneng” yang Mengejutkan: Sebuah Cerita dari Peresmian Internasional Ferry Terminal di Bengkong

Bupati Anambas, Aneng. (net)

TRANSKEPRI.COM.BATAM- Saat prosesi peresmian Gold Coast International Ferry Terminal di Bengkong Kota Batam, Senin siang (14/4/2025), ada sepotong momen yang tak tertulis dalam protokol, namun justru membekas dalam benak banyak orang yang hadir.

BUPATI Anambas, Aneng saat bersama pengurus dan anggota SMSI Kepri beberapa waktu lalu. (ist)

Terlihat para pejabat tinggi negara hadir dalam peresmian terminal megah di kawasan Golden Prawn itu. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono tampak bersisian dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, dan perwakilan menteri lainnya. Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad dan Kepala BP Batam sekaligus Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, berdiri di podium, menyampaikan sambutan hangat.
 

Namun, ada yang berbeda siang itu.

Tatkala nama Bupati Kepulauan Anambas disebut, bukan sekadar sapaan formal yang keluar dari mulut para pemimpin itu. “Muhammad Aneng,” ujar Amsakar Achmad. Disusul Ansar Ahmad dengan sapaan yang sama: “Bupati kita, Muhammad Aneng.”

Seketika, suasana hening sejenak. Seolah ada desir halus yang menyusup di antara riuh tepuk tangan dan kilatan kamera. Mereka yang mendengar, tak bisa menahan untuk tidak saling menatap, membatin. Sapaan itu bukan sekadar nama. Ia adalah doa. Sebuah harapan. Dan mungkin, juga pertanda.

Aneng, sosok yang dikenal luas sebagai tokoh Tionghoa terkemuka di Kepri, Ketua Partai Demokrat Kepri, serta pemimpin Anambas yang bersahaja, selama ini dikenal bukan sebagai seorang muslim. Maka ketika namanya disandingkan dengan “Muhammad,” banyak yang tergetar. Bukan karena kontroversi, tapi karena kelembutan dari sebuah harapan yang disampaikan secara tulus di tengah acara kenegaraan.

Ketika dikonfirmasi keesokan harinya, Selasa (15/4/2025), kepada transkepri.com, Aneng tak menunjukkan penolakan, tak pula membantah. Dengan tenang, ia menjawab, “Insya Allah, kita amiinkan aja. Banyak orang yang berdoa memang agar saya diberikan hidayah. Kita amiin-kan aja, Bang Aldi,” ujarnya singkat sebelum berpamitan berangkat ke Jakarta.

Jawaban itu sederhana, tapi menyimpan kedalaman. Bukan soal keyakinan yang dipaksakan, bukan pula soal politik yang dimainkan. Tapi tentang ruang hati yang terbuka bagi doa-doa yang mungkin tak pernah disuarakan langsung ke telinganya, tapi mengalir diam-diam dalam setiap salam dan sapaan.

“Muhammad Aneng.” Dua kata yang pada hari itu bukan hanya menjadi sapaan dari seorang gubernur dan wali kota. Tapi mungkin juga menjadi awal dari cerita yang lebih besar, yang akan ditulis waktu. (Aldi Samjaya)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar