MOBILE

Yahoo Pilih Angkat Koper dari China daripada Ikuti Aturan Baru

Yahoo telah menjadi perusahaan teknologi AS terbaru yang mengakhiri kehadirannya di China. Foto/dok

TRANSKEPRI.COM,  BEIJING - Yahoo telah menjadi perusahaan teknologi AS terbaru yang mengakhiri kehadirannya di China karena peraturan yang lebih ketat. Sejak 1 November 2021, pengguna Yahoo di China sudah tidak bisa lagi mengaksesnya.

Dikutip dari BBC News, Rabu (3/11/2021), perusahaan mengatakan produk dan layanan Yahoo hanya berhenti di China tetapi tidak terpengaruh di tempat lain di seluruh dunia.

Dalam sebuah pernyataan, dikatakan: "Yahoo tetap berkomitmen pada hak-hak pengguna kami dan internet yang bebas dan terbuka. Kami berterima kasih kepada pengguna kami atas dukungan mereka."

Kebijakan Yahoo ini mengikuti langkah Microsoft yang bulan lalu mengumumkan bahwa mereka menyetop jaringan sosial LinkedIn di China.
Saat ini China melakukan tindakan keras besar-besaran terhadap perusahaan teknologi besar, baik yang berasal dari AS maupun dari dalam negerinya sendiri.

Serangkaian undang-undang yang disahkan dalam beberapa tahun terakhir berkontribusi pada apa yang dicirikan oleh Yahoo dan lainnya sebagai pasar yang "menantang".

Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi - atau PIPL - yang mulai berlaku pada 1 November, adalah salah satunya.

Dirancang sebagai undang-undang perlindungan data Tiongkok, undang-undang ini memperkenalkan berbagai peraturan tentang bagaimana data dapat dikumpulkan dan disimpan, dengan ancaman denda yang berpotensi besar hingga 5% dari omset tahunan perusahaan.
Entitas asing yang memproses informasi pengguna, baik melalui cookie dan layanan web harus menunjuk perwakilan di daratan Tiongkok, yang bertanggung jawab atas penegakan hukum.
Dalam beberapa hal, ini tidak berbeda dengan undang-undang yang berfokus pada privasi, seperti GDPR di Eropa. Tetapi lingkungan politik di China sangat berbeda dengan di banyak negara barat, dengan persyaratan sensor yang ketat.

Beberapa perusahaan teknologi Barat telah dikritik karena memiliki tautan ke China, atau karena menyimpan data pengguna di sana.

Tak hanya memukul raksasa teknlogi dari AS dan Eropa, kebijakan ini juga memukul raksasa teknologi dari China sendiri. Awal tahun ini, Alibaba yang dimiliki Jack Ma dikenai denda sebesar USD2,8 miliar karena melanggaraturan tersebut.
(net)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar