Tips Agar Kantong Tak Jebol Meski Harga Pangan Mahal
TRANSKEPRI.COM, JAKARTA - Harga pangan belakangan ini membuat ibu rumah tangga kewalahan mengatur keuangan. Sejumlah bahan makanan mengalami kenaikan harga. Momentum tahun baru menjadi pemicunya. Kondisi ini memang kerap terjadi pada hari-hari besar.
Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini Sutikno punya sederet tips agar konsumen tetap bisa hemat meski harga pangan naik. Setidaknya ada tiga tips yang dapat dilakukan.
"Saya biasanya melakukan tiga cara penghematan, hemat bukan berarti tidak belanja. Karena merupakan kebutuhan," kata Mike kepada merdeka.com, Jakarta, Kamis (6/1).
Langkah pertama adalah lakukan pemisahan antara kebutuhan dan keinginan. Di masa saat ini, perlu membedakan antara kedua ini. Golongkan terlebih dahulu agar mudah mengeliminasi kebutuhan yang bisa dikesampingkan.
"Kebutuhan harus dilaksanakan karena menjadi syarat melakukan berbagai aktivitas hidup sehari hari. Pos pengeluaran lain, ada keinginan yang bisa dikendalikan sebenarnya. Misalnya entertaiment, ini bisa dihilangkan," kata Mike.
Langkah kedua adalah melakukan subsitusi jenis bahan yang digunakan. Misalnya, pada biasanya menggunakan bahan yang cenderung memiliki harga lebih mahal. Maka bisa ditukar dengan jenia yang sama tapi harga lebih bersahabat.
"Subsitusi, misalnya cemilan diganti dengan jenis cemilan yang lebih murah. Cemilan ada merek A, B, C. A mahal, B menengah, C murah. Kalau mau lebih hemat bisa pilihan B atau C," jelasnya.
Terakhir adalah, mengatur frekuensi konsumsi. Pembengkakan pengeluaran rumah tangga biasanya karena tidak ada pengaturan konsumsi. Sehingga selalu terasa kurang, padahal sudah dicukupi.
"Seperti cemilan tadi, bisa diatur frekuensinya. Dari beberapa kali seminggu misalnya, jadi dua kali seminggu. Atau makan mewah 5 kali seminggu diatur jadi 3 kali seminggu," paparnya.
70 Persen Pendapatan untuk Kebutuhan Sehari-hari
Mike melanjutkan pengaturan pendapatan untuk keperluan sehari hari sangat penting dilakukan. Sebab, porsinya mencapai 70 persen dari total pengeluaran.
"Itu 70 persen dari pendapatan. Sisanya 30 persen biasanya untuk utang, menabung dan asuransi. 70 persen ini harus benar-benar dikendalikan agar tidak mengganggu yang lain," katanya. (mrdk)
Tulis Komentar