Musik Haram? Bahkan Notasi Musik Itu Hasil Temuan Ilmuwan Muslim

Al-Kindi mengobati pasien dengan musik (Ilustrasi: gemeinfrel)

Ulama memang masih berbeda pendapat tentang hukum nyanyian dan musik. Ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Imam Al-Ghazali berpendapat bermusik dan bernyanyi boleh alias mubah.
Imam Ghazali berpendapat hati manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa bagai sebuah batu api. Ia mengandung api tersembunyi yang terpijar oleh musik dan harmoni serta menawarkan kegairahan bagi orang lain, di samping dirinya.

"Harmoni-harmoni ini adalah gema dunia keindahan yang lebih tinggi, yang kita sebut dunia ruh," tulis al-Ghazali dalam Buku Kimia Kebahagiaan , yang merupakan terjemahan dari buku aslinya berbahasa Inggris, The Alchemy of Happiness.

Tak jauh berbeda pendapat Prof Dr Muhammad Quraish Shihab . "Seni adalah keindahan," ujarnya dalam bukunya berjudul Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat.

"Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apa pun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia, atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya," lanjutnya.

Tradisi di Dunia Islam
Musik dalam tradisi di dunia Islam, bukan hanya sebagai hiburan, tapi juga menjadi metode terapi dan pengobatan.Al Kindi misalnya, sudah menggunakan musik sebagai metode terapi untuk menyembuhkan penderita quadriplegic atau kelumpuhan total.

Selain Al Kindi dan Ishaq Al-Mausili, masih banyak deretan nama ilmuwan Muslim yang juga musisi, di antaranya yang paling terkenal Al-Farabi (870-950M), Ibn Sina (wafat tahun 1037), dan Al-Hussain ibn Zaila (1048M).

Para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka, dan dengannya mereka seringkali mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani.

Dalam keadaan ini, Imam Ghazali mengumpamakan, hati mereka menjadi sebersih perak yang dibakar dalam tungku, dan mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin, walau seberat apapun.

Para sufi itu kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani, sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerapkali kehilangan kesadaran inderawinya.
Harmoni Suara
Secara umum, musik bisa diartikan sebagai harmoni suara. Desir angin, air yang jatuh, debur ombak, hingga semua suara yang ditimbulkan oleh benda-benda adalah musik. Meski demikian kompleks, tapi pada akhirnya ada saja manusia yang bisa memerasnya menjadi beberapa notasi nada saja: Do, Re, Mi, Fa, So, La, Si, do.

Dari variasi tujuh notasi sederhana ini kemudian berbagai jenis simponi dapat dibuat, dikembangkan dan ditransformasi dari satu generasi ke generasi lain.

Dunia mengenal sosok yang berhasil menemukan notasi ini bernama Guido Arezzo. Ia hidup di Itali pada tahun 995 hingga 1050 M. Selama ratusan tahun orang-orang, khususnya di barat, masih menganggapnya sebagai penemu notasi atau tangga nada dalam musik. Namun fakta ini mulai diragukan ketika seorang sarjana Perancis bernama Jean Benjamin de la Borde membantah anggapan tersebut.

Dalam bukunya berjudul “Essai sur la Musique ancienne et moderne” (1780), Laborde memberikan kesimpulan yang mengejutkan. Menurutnya, notasi yang dipakai Arezzo adalah duplikasi dari hasil temuan ilmuwan Muslim di bidang musik.

Dari membandingkan skala musik Guido dengan ilmuwan Muslim, ia melihat adanya suatu kemiripan yang mencolok, dan terlalu aneh untuk disebut sebagai kebetulan. Tidak hanya bunyi nadanya, bahkan model penggunakan notasi fonetis (abjad) atau suku kata sebagai penanda nada juga nyaris tidak hilang sama sekali. Berikut ini simulasi perbandingannya:

Notasi Arab: Mi, Fa, Shad, La, Sin, Dal,Ra
Notasi Guido: Mi, Fa, Sol, La, Ti, Ut, Re

Notasi musik Guido kemudian bertransformasi menjadi apa yang sekarang kita kenal sebagai solmisasi; Mi, Fa, Sol, La, Si, Do, Re. Ilmuwan Muslim yang diduga sebagai pencipta solmisasi tersebut adalah Ishaq Al-Mausili (850 M). Ia hidup pada abad pertengahan kesembilan masehi di Baghdad, pada masa pemerintahan khalifah Al-Ma’mum. Masa hidupnya terpaut lebih dari satu abad dengan Guido.

Ehsan Masood dalam bukunya berjudul Ïlmuwan-Ilmuwan Muslim, Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern" (2009) juga menyebut bahwa notasi musik: "do, re, mi, fa, sol, la, si, do" adalah temuan ilmuwan muslim.
Musik dalam tradisi di dunia Islam, bukan hanya sebagai hiburan, tapi juga menjadi metode terapi dan pengobatan. Ini sebabnya musik berkembang sangat pesat, sejalan perkembangnya dengan ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Seperti dua sisi mata uang, musik – atau seni secara umum – adalah ekspresi lain dari ilmu. Dan di tangan para ilmuwan Muslim, keduanya (seni dan ilmu) menjadi harmoni yang indah.

Kendati banyak inovasi ilmuwan Islam yang kini dinikmati umat manusia, Barat enggan mengakuinya. Mengapa begitu?

Pangeran Charles dalam pidatonya di Oxford University pada 27 Oktober 1993 Pangeran Charles mengatakan: "Bila ada banyak kesalahpahaman di dunia Barat tentang hakikat Islam, maka banyak juga ketidaktahuan tentang utang kebudayaan dan peradaban kita kepada dunia Islam. Saya rasa ini adalah kegagalan yang berakar dari ditutupinya sejarah yang kita warisi selama ini". 


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar