BHS: Otoritas Laut Tak Boleh Diganggu, KSOP Kunci Masa Depan Pelabuhan Batam

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) Dalam kunjungannya ke Pelabuhan Petikemas Batuampar, Jumat (21/11) pwi batam

TRANSKEPRI.COM.BATAM — Aktivitas pengangkutan petikemas di perairan Batam menunjukkan geliat perdagangan internasional yang terus meningkat. Namun, potensi besar tersebut belum sepenuhnya menjelma menjadi kekuatan ekonomi maritim.

 Di tengah upaya menjadikan Batam sebagai pelabuhan bertaraf global, persoalan klasik kembali mengemuka: ketidakpastian hukum di laut yang membuat kapal-kapal dunia berpikir ulang untuk berlabuh.

Batam sesungguhnya memiliki modal yang tidak terbantahkan — posisi strategis di jalur perdagangan internasional Selat Malaka, infrastruktur pelabuhan yang terus berkembang, dan kawasan industri yang terhubung langsung ke laut. Namun di balik itu, terlalu banyak lembaga yang merasa berwenang naik ke kapal, sehingga menciptakan ketidakpastian yang dikeluhkan para pemilik kapal.

Dalam kunjungannya ke Pelabuhan Petikemas Batuampar, Jumat (21/11/2025), Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menegaskan bahwa kewenangan otoritas keselamatan laut hanya berada di satu institusi.

“Yang memimpin sektor keselamatan ada di Kementerian Perhubungan Laut melalui KSOP. Tidak boleh ada pihak lain ikut campur. Itu jelas diatur UU Nomor 17 Tahun 2008,” tegasnya.

Bambang meminta KSOP Batam tidak ragu menegakkan aturan ketika lembaga lain berusaha melakukan pemeriksaan tanpa dasar hukum.

“Kalau ada instansi yang masuk, KSOP jangan diam. Pengusaha pasti tidak berani melawan. Tapi Kemenhub harus berani,” tambahnya.

Bambang juga menyoroti tingginya tanggung jawab sektor transportasi di bawah Kemenhub. Ia mencontohkan transportasi KRL yang mengangkut 1,2 juta penumpang setiap hari, jumlah yang setara dengan populasi Indonesia dalam setahun, dan tetap mencatat zero accident.

Hal serupa terjadi pada transportasi laut. Sebanyak 1 miliar ton logistik diselamatkan setiap tahun tanpa kecelakaan besar, yang jika dinilai setara harga beras Rp10 ribu per kilogram, mencapai Rp10 ribu triliun.

Ironisnya, apresiasi terhadap insan Kemenhub justru tidak sebanding, “Gaji eselon II di Kemenkeu Rp150 juta. Kepala KSOP baru Rp29 juta. Padahal Kemenhub menyelamatkan nyawa rakyat dan uang rakyat di seluruh Indonesia,” ujarnya.


Persaingan Kapasitas Pelabuhan Kian Ketat


Di luar masalah kewenangan, Bambang menegaskan pentingnya percepatan pengembangan Pelabuhan Petikemas Batam oleh BP Batam. Ia membandingkan kemampuan Batam dengan pelabuhan regional.

Negara tetangga regional memiliki kapasitas 65 juta kontainer per tahun. Tanjung Pelepas, Malaysia 13 juta, Singapura 46 juta, sedangkan Batam saat ini hanya sekitar 900 ribu kontainer per tahun.

Menurutnya, Batam harus meningkatkan kedalaman kolam pelabuhan, mempercepat kapasitas crane, dan memperbaiki pelayanan agar dapat menarik kapal-kapal generasi terbaru.

Bambang juga mengaitkan hal ini dengan rencana pemerintah pusat dalam mengaktifkan rel Trans Sumatera. Pelabuhan besar harus bergerak seiring dengan pengembangan jalur distribusi darat agar Indonesia tidak hanya mengikuti peta logistik dunia, tapi ikut mengatur arah perdagangan global.

Dengan keterbatasan lahan di Singapura untuk perluasan industri, Bambang melihat Batam sebagai alternatif ideal bagi negara industri seperti Jepang, Korea, dan negara-negara Eropa.

“Barang bisa sampai lebih cepat dan biaya lebih efisien jika mereka bangun industri di Batam. Itu keunggulan yang tidak dimiliki Singapura,” jelasnya.

Bambang menggambarkan skenario di mana kawasan industri besar terhubung langsung dengan pelabuhan Batam. Menurutnya, jika hal itu terwujud, Batam berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi besar di Asia.

Bambang memastikan bahwa temuan dan rekomendasinya selama turun lapangan di Batam akan dibawa ke pembahasan tingkat pusat.

“Semua yang dibutuhkan Batam sebenarnya sudah ada.  Lokasi, luas, dan potensi. Tinggal mengembangkan pelabuhannya dan memastikan kepastian hukum terjaga," ujar ya

Ia menegaskan, bila kedua faktor itu terpenuhi, Batam tidak hanya menjadi pelabuhan besar, tapi gerbang laut Indonesia menuju pentas perdagangan dunia. (*)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar