VIRUS CORONA
Riwayat Perjalanan Penderita Corona Dapat Dilacak dengan GPS
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Pemerintah disebut mampu melacak riwayat perjalanan pasien terduga (suspect) virus corona SARS-CoV-2. Pakar menyarankan agar pemerintah bisa memanfaatkan sistem navigasi berbasis satelit, atau Global Positioning System (GPS), hingga nomor telepon untuk melacak orang terduga corona.
Pakar Teknologi dan Informatika (TIK) Abimanyu Wahyu Hidayat mengatakan pelacakan penyebaran bisa dilakukan dengan memeriksa mobilitas orang terduga corona.
Abimanyu mengatakan pemerintah harus melihat riwayat perjalanan pasien terduga dari hari pertama ia terpapar virus corona, bukan di hari pertama kali ia merasa gejala. Sebab masa inkubasi corona terjadi selama 14 hari.
"Perjalanan pergerakan yang sifat mobilitas bisa dipantau atau di deteksi. Setelah itu kemudian dihubungi dengan orang lain yang pernah satu perjalanan dengan orang terduga corona." kata Abimanyu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (13/3).
Abimanyu menjelaskan pelacakan melalui GPS sesungguhnya juga terbatas. Khususnya saat ia masuk ke tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, taman umum, hingga toilet umum.
Firman mengatakan pelacakan harus diikuti dengan dengan pengembangan peta potensi penyebaran corona di fasilitas-fasilitas umum, termasuk sarana transportasi maupun pasar.
GPS tidak akan mengetahui barang apa saja yang ia pegang atau di tempat mana ketika ia batuk hingga mengeluarkan tetesan cairan (droplet).
"Sedangkan saat dia jalan pegang pegang barang gk ketahuan. Dia ke mall misalnya belanja ke toko kemudian ia memegang banyak barang. Penyebaran jadi kemana-mana," ujar Abimanyu.
Senada dengan Abimanyu, Pengamat budaya dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan mengatakan pemerintah Indonesia bisa melacak riwayat perjalanan seorang terduga corona.
"Sesungguhnya perangkat mobile yang ada di masyarakat dapat dimanfaatkan untuk memantau riwayat pergerakan seseorang telah mengunjungi dan beredar ke tempat mana saja. Itu dapat diolah datanya," kata Firman.
Di sisi lain Firman mengatakan seharusnya strategi komunikasi pemerintah harus tepat ketika mengajak kerja sama Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melacak perjalanan seseorang terduga corona.
Jangan sampai salah kaprah bahwa BIN melakukan kegiatan intelijen atau mata-mata kepada masyarakat. Harus jelas duduk perkara bahwa BIN diajak kerja sama untuk melacak orang-orang yang melakukan kontak dekat dengan pasien corona.
"Bahwa BIN dilibatkan dalam penanganan Covid-19, tentu saja bukan dalam konteks menjalankan fungsi intelijen ke masyarakat sipil, atau terduga penderita Covid-19," kata Firman.
Bukan sekadar protokol pencegahan penularan di alat transportasi dan keramaian yang disusun, tapi juga potensi penularan oleh adanya penderita yang belum dalam pengawasan.
"Yang terpenting dengan adanya kemungkinan penderita yang belum dalam pengawasan, skenario apa yang mesti dikembangkan bagi penumpang, penyelenggara transportasi dan pasar maupun penanggungjawab fasilitas kesehatan di sarana transportasi dan pasar," tutur Firman.(tm)
Tulis Komentar