OPINI

Aktivitas Tambang dan Mekanisme Perizinannya

Rahmad Putra, S.sos

Oleh:
Rahmad Putra S.Sos, Wartawan media transkepri.com

 

Polemik pengusahaan pengeloaan barang hasil pertambangan dibeberapa lokasi yang tersebar di Singkep Barat, Marok Tua Tinjol dan lokasi lainnya bila tidak segera di inventarisasi, dikhawatirkan dapat memperparah kerusakan ekosistem dan beresiko terhadap kelangsungan hajat hidup orang banyak.

Seharusnya penguasaan dan pengelolaan serta pengolahan hasil bumi seyogyanya dapat dikerjakan berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku.

Fungsi pengawasan terlihat tidak berjalan seperti yang diharapkan, praktek dilapangan terendus banyak pelanggaran yang disinyalir akan merusak dan merugikan ekosistem di darat dan laut, suka tidak suka adanya kegiatan pertambangan mengakibatkan bakau, tumpahan material ke laut dapat mematikan ikan dan menutup mata pencaharian nelayan.

Mulai dari pejabat pemerintahan dan instrumen hukum yang telah diamanatkan konstitusi untuk menjaga dan mengamankan kedaulatan negara tidak kuasa untuk menghimbau, menegur atau menghentikan berbagai kekeliruan yang kapan pun beresiko terhadap keberlangsungan hidup manusia dan alam.

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dasar hukum perizinan pertambangan mengacu pada ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020  tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009  tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selanjutnya ada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submision); dan mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2020  tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

Kendatipun Kementerian ESDM telah memberikan kemudahan dalam mengajukan perizinan yang memanfaatkan era digital 4.0, masih ditemukan sejumlah catatan. Beberapa catatan tersebut antara lain ialah, kurangnya sosialiasi dan asistensi UU No. 3 Tahun 2020 perihal kewenangan yang semula di Pemerintah Provinsi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sehingga pengusaha di daerah banyak yang masih belum paham untuk mekanisme pengurusan di Pemerintah Pusat. 

Selain itu, adanya Sistem Pemusatan Data pada sistem MODI MINERBA ESDM membuat beberapa pengusaha kebingungan karena beberapa IUP daerah masih ada yang belum terdaftar di sistem MODI. Lebih lanjut catatan lainnya adalah terkait dengan kesiapan Pemerintah Pusat (Dirjen ESDM) yang masih harus memaksimalkan pelayanan mengingat semua control ada di Pemerintah Pusat seperti Persetujuan RKAB.

Mengingatkan bahwa kegiatan perizinan di bidang pertambangan ini seringkali mendapat sorotan karena ia merupakan bagian penting dari konsep hak menguasai negara. Ketentuan hak penguasaan negara ini telah diatur dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945 dan Tafsir MK atas Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 melalui Putusan MK No.01-021-022/PUU-I/2003. 

Tafsir tersebut mengatakan bahwa bentuk penguasaan negara harus dimaknai sebagai kesatuan fungsi, berupa: fungsi kebijakan (beleid); fungsi pengurusan (bestuursdaad) yang mencakup perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie); fungsi pengaturan (reglendaad) dimaknai kewenangan legislasi dan regulasi; fungsi pengelolaan (beheersdaad), yang mencakup pemilikan saham (share-holding), dan/atau sebagai instrumen kelembagaan dan fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad), berupa mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan penguasaan oleh negara.

Lebih lanjut dijelaskan hal lain yang penting untuk diketahui adalah unsur-unsur perizinan. Unsur perizinan yang perlu dimaknai bahwa ia merupakan instrumen yuridis. Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret. Dalam perizinan, izin merupakan peraturan perundang-undangan. 

Pembuatan dan penerbitan izin merupakan tindakan hukum yang merupakan tindakan hukum dan wewenang tersebut diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Penerbitan izin ini dilakukan oleh bidang perizinan pada suatu instansi atau organisasi pemerintah. Organisasi pemerintah merupakan organisasi yang menjalankan urusan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dari badan tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan izin.

Dalam unsur perizinan terdapat peristiwa konkret. Peristiwa konkret ini artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu dan fakta hukum tertentu. Selain unsur-unsur tersebut, dalam perizinan juga terdapat unsur adanya prosedur dan persyaratan permohonan izin yang harus menempuh prosedur tertentu dan yang ditentukan oleh pemerintah selaku pemberi izin.

Dalam tata kelola izin pertambangan, pemerintah menetapkan kebijakan Wilayah Hukum Pertambangan (WHP). Konsep WHP meliputi ruang darat, ruang laut (ruang dalam bumi), tanah di bawah perairan, dan landas kontinen. WHP bukan untuk kegiatan penambangan.

WHP menjadi ruang penyelidikan dan penelitian untuk mengetahui potensi mineral dan batu bara. Apabila ingin mengeksplorasi wilayah tersebut, statusnya harus diubah menjadi Wilayah Pertambangan (WP) dengan melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat, serta sesuai rencana tata ruang. Wilayah Pertambangan (WP) adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan dapat dilakukan penambangan.

Lebih jauh bahwa setelah mendapatkan WP, proses selanjutnya adalah WP tersebut harus menjadi Wilayah Usaha Pertambangan (WUP). WUP merupakan bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi. Setelah diketahui data, potensi dan/atau informasi geologi, WUP selanjutnya harus dikembangkan menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). WIUP adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi.

Saat ini bentuk perizinan kegiatan usaha pertambangan menurut UU No. 3 Tahun 2020 terdiri dari beberapa jenis perizinan pertambangan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 35 ayat (3) UU No. Tahun 2020. Suyanto menjelaskan bahwa di sana disebutkan jenis perizinan antara lain: Izin Usaha Pertambangan (IUP); Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ; Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Kontrak Karya dan PKP2B; Izin Pertambangan Rakyat (IPR); Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB); Izin Penugasan; Izin Usaha Jasa Pertambangan; dan Izin Pengangkutan dan Penjualan.

Perizinan kegiatan usaha pertambangan tersebut kini dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Pananaman Modal (BKPM). Hal itu didasarkan pada  Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 25 Tahun 2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.***


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar