Donald Trump Marah ke Indonesia, Ini Faktor Pemicunya
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini sedang mempelajari pemberlakuan pajak layanan digital oleh sejumlah negara untuk perusahaan asal Amerika Serikat (AS).
Mengutip Reuters dalam keterangan Federal Register, USTR menyebutkan jika pemerintah AS akan menyelidiki rencana-rencana tersebut. Saat ini ada beberapa negara yang sedang mempertimbangkan pajak layanan digital.
Seperti Austria, Brasil, Republik Ceko, Uni Eropa, India, Indonesia, Italia, Spanyol, Turki, dan Inggris. Perwakilan dagang AS mengaku telah mengajukan permohonan konsultasi dengan pemerintah negara tersebut.
Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer menjelaskan pemberlakuan pajak ini berpotensi untuk meningkatkan ketegangan dagang antar negara karena pemungutan pajak oleh pemerintah tersebut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara. Misalnya pajak dari Alphabet Inc atau Google dan Facebook.
"Presiden Trump khawatir akan banyak mitra dagang kami yang akan menggunakan skema pemungutan pajak yang tidak adil untuk perusahaan kami (asal AS)," kata dia, Rabu (3/6/2020).
Dia mengungkapkan AS juga siap untuk mengambil langkah dan melindungi perusahaan sampai pegawainya. "Kami siap ambil tindakan yang sesuai untuk membela bisnis dan pekerja kami jika diskriminasi tersebut dilakukan," jelasnya.
Pengumuman tersebut dikeluarkan setelah Departemen Perdagangan AS akan melakukan penyelidikan impor vanadium yang mengusik keamanan nasional. Ini artinya pemerintahan Trump sedang aktif meningkatkan ketegangan meskipun ada pandemi COVID-19.
Padahal AS dan China sudah 'berperang' sejak dua tahun lalu akibat kekayaan intelektual teknologi. Keduanya memberlakukan tarif impor untuk menekan kegiatan dagang.
Sebagai informasi, Keputusan perusahaan digital berbasis internasional menjadi pemungut, penyetor, dan pelapor PPN tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020 sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1/2020. PMK tersebut akan menjadi dasar pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas produk digital yang berasal dari luar negeri oleh pelaku usaha PMSE, yaitu pedagang/penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, atau penyelenggara PMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak.
Beleid itu mulai berlaku pada 1 Juli 2020, namun pelaksanaannya harus menunggu penunjukan perusahaan penyedia barang/jasa di luar negeri sebagai pemungut PPN. Melalui aturan ini, produk digital seperti layanan aliran alias streaming baik musik dan film, aplikasi dan permainan (games) digital, serta jasa daring lainnya dari luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan dan telah mengambil manfaat ekonomi dari Indonesia melalui transaksi perdagangannya, akan diperlakukan sama seperti produk konvensional atau produk digital sejenis dari dalam negeri.
Dengan demikian, artinya aplikasi seperti Netflix, Spotify, Zoom dan lainnya akan dikenakan pajak tersebut. Sementara perusahaannya bisa menjadi pemungut, penyetor, dan pelapor PPN.(tm)
Tulis Komentar