Dibalik Panasnya Suhu Udara Belakangan, Ini Penyebabnya

Indonesia

TRANSKEPRI.COM.BATAM-  Di bulan April ini, suhu permukaan laut di perairan Indonesia masih cenderung terus hangat hingga bulan Mei mendatang, dan hal ini berpotensi terjadi tumbuhnya badai tropis.

Hal ini beriringan dengan masyarakat yang mengeluhkan kondisi suhu udara yang terik dan cenderung membuat gerah belakangan ini, dan dikaitkan dengan pemanasan global dan juga prediksi musim kemarau.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) beberapa waktu lalu telah menyebutkan bahwa prediksi awal musim kemarau di Indonesia tahun ini jatuh pada bulan April dan Mei.

Disampaikan oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, pada bulan April hingga Mei ini suhu permukaan laut di wilayah Indonesia terpantau masih cenderung hangat.

Suhu permukaan laut akan berangsur lebih hangat lagi di perairan di wilayah antara Samudera Indonesia dan perairan utara Australia.

"Hal ini menandakan dinamika suhu permukaan laut di perairan ini masih berpotensi dan sesuai untuk tumbuhnya badai tropis," kata Herizal dalam keterangan tertulisnya.

Berdasarkan catatan Pusat Peringatan Badai Tropis Jakarta (Jakarta Tropical Cyclone Warning Center) di BMKG, terdapat peluang secara statistik terjadinya badai tropis.

Pada bulan April, peluang terjadinya badai tropis di perairan selatan Indonesia mencapai 11 persen, dan akan menurun menjadi 3 persen di bulan Mei.

BMKG juga mencatat terdapat pola musiman atas jumlah badai tropis yang tumbuh di perairan sekitar Indonesia.

Diantaranya pada periode bulan Desember hingga April umumnya badai tropis terjadi di perairan selatan Indonesia.

Sedangkan pada periode bulan Juli hingga November, umumnya terjadi di perairan sebelah utara wilayah Indonesia.

"Menghangatnya lautan dapat memicu badai lebih mudah untuk tumbuh atau dapat menjadi sumber kekuatan badai sehingga lebih destruktif," jelas dia.

Akibat pemanasan lautan dan kaitannya dengan peningkatan kekuatan badai tropis di semua wilayah Samudera ini telah dikaji dalam banyak artikel.

Salah satunya yaitu kajian Balaguru dkk yang diterbitkan di Jurnal Nature Communication pada tahun 2016.

Dalam jurnal tersebut, Balaguru menyatakan bahwa pemanasan global telah memicu intensifikasi pembentukan super-taifun.

Hal ini sesuai dengan hasil kajian oleh peneliti BMKG dengan menggunakan data Joint Typhoon Warning Center (JTWC) terhadap kejadian Siklon Tropis di Samudera Hindia bagian Selatan.

Pada periode 1961-2016 terindikasi adanya tren yang signifikan secara statistik untuk peningkatan frekuensi badai tropis dengan kategori berbahaya.

Telah terjadi perubahan iklim

Herizal menuturkan, berdasarkan analisis data BMKG sejak 1866, dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim telah terjadi pula di wilayah Indonesia.

Hal itu ditandai dengan adanya kenaikan suhu yang mencapai 2.12 derajat celcius dalam periode 100 tahun, serta meningkatnya frekuensi kejadian dan intensitas curah hujan ekstrem dalam 30 tahun terakhir.

Serta, semakin menghangatnya suhu muka air laut yang dapat memicu semakin menguatnya kejadian badai tropis di wilayah selatan Indonesia (Samudera Hindia) atau di wilayah utara Indonesia (Samudera Pasifik bagian barat).

Waspada bencana hidrometeorologi

Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, kata dia, merupakan indikasi dari proses perubahan iklim yang sedang terjadi dan perlu untuk lebih diantisipasi ataupun dimitigasi.

"Mengingat peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrem menimbulkan dampak makin parah dalam kehidupan manusia," ujar dia.

Dampak kejadian ekstrem bisa berakibat makin seringnya terjadi bencana hidrometerologi seperti banjir, banjir bandang, longsor, kekeringan dan meningkatnya tingkat kemudahan lahan dan hutan untuk terbakar.

Namun fenomena suhu udara tinggi yang terjadi saat ini, tampaknya lebih dikontrol oleh pengaruh posisi gerak semu matahari dan mulai bertiupnya angin monsun kering dari benua Australia.

Sehingga, berdampak pada kurangnya tutupan awan di atas wilayah Indonesia, menjadikan sinar matahari langsung mencapai permukaan bumi tanpa adanya penghalang awan, yang kemudian membuat suhu udara panas ini terjadi. (tm)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar