Ambang Batas Parlemen Diajukan 5 Persen, Demokrat Menolak

Gedung parlemen RI

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berbeda sikap dalam merespons usulan PDIP serta Golkar yang ingin ambang batas parlemen (parliamentary threshold) naik menjadi 5 persen.

Demokrat tidak setuju dengan usulan tersebut. Sementara itu, PKS mengajak pihak-pihak yang mengusulkan ambang batas parlemen menjadi 5 persen untuk membahas revisi Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017.

"Partai Demokrat berpandangan bahwa parliamentary threshold 4 persen yang ada saat ini masih relevan untuk digunakan," kata Kamhar kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/11).Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyatakan bahwa ambang batas parlemen sebesar 4 persen belum perlu dinaikkan.

Ia menyatakan, hal yang mendesak untuk ditinjau kembali adalah presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden. Menurutnya, syarat mengusung capres-cawa[res yang ideal ialah memiliki kursi DPR 4 persen, bukan 20 persen.

"Idealnya [presidential threshold] sama dengan besaran parliamentary threshold, agar seluruh partai politik yang telah mendapatkan mandat rakyat sebagai perwakilannya di parlemen memiliki hak untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden," katanya.

PKS, menurutnya, mengusulkan ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 5 persen dan ambang batas pencalonan presiden ditetapkan sebesar 10 persen.Sementara itu, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera mengatakan usulan PDIP dan Golkar untuk meningkatkan ambang batas parlemen menjadi 5 persen perlu dilakukan lewat revisi UU Pemilu.

"PKS memperjuangkan agar ada revisi UU Pemilu. Parliamentary thershold 5 persen plus presidential thershold 10 persen termasuk usulan dari PKS. Jadi ayo kita revisi UU Pemilu," kata anggota Komisi II DPR RI itu.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi partai NasDem, Saan Mustopa, mengatakan bahwa revisi UU Pemilu sudah disepakati untuk tidak direvisi. Ia pun menolak mengomentari lebih lanjut soal usulan PDIP dan Golkar tersebut.

"Kita sudah sepakat untuk tidak melakukan revisi UU Pemilu. Kalau setelah Pemilu 2024 nanti kita lihat kemungkinannya," tuturnya.

Namun, dia menolak menyampaikan pandangan soal ambang batas parlemen yang ideal untuk ditetapkan. Luqman mengatakan baru akan menyampaikan usulan PKB soal ambang batas parlemen apabila hal tersebut dibahas di DPR secara resmi.Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim meyakini usulan PDIP dan Golkar soal peningkatan ambang batas parlemen memiliki dasar filosofi dan rasionalisasi yang kuat.

"Saya akan sampaikan pandangan PKB mengenai parliamentary threshold, kelak jika terdapat momentum pembahasan di DPR," tuturnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto kembali mengusulkan peningkatan ambang batas parlemen menjadi 5 persen.

Hasto beralasan sistem presidensial membutuhkan sokongan sistem multipartai sederhana. Menurutnya, peningkatan ambang batas parlemen perlu dilakukan secara terus-menerus.

Pendapat serupa juga disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia. Doli sepakat jika ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 5 persen.Hasto mengatakan sistem multipartai sederhana akan mendukung efektivitas pemerintahan. Dengan demikian, konsolidasi bisa tercapai secara menyeluruh.

"Idealnya partai politik di Indonesia ini pada akhirnya sekitar 6, 7, atau 8. Jadi, kita tidak melarang siapapun untuk punya hak mendirikan partai politik karena itu dijamin oleh UUD 45, tetapi ada juga proses seleksi yang cukup ketat" ujar Doli. (tm)


[Ikuti TransKepri.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar