Rivalitas Politik

Sabtu, 21 Agustus 2021

Oleh : Khaidar Rahmat
Pengamat Kebijakan Pemerintah

 

Rivalitas politik yang terbangun pasca PILGUB Kepri semakin terpolarisasi mirip fenomena cebong kampret. Masing-masing kubu disimbolisasi dengan personal figure yang barang tentu tidak alami melainkan hanya upaya branding pencitraan oleh masing-masing tim hore.

Seolah ada pencitraan kubu yang satu itu punya pribadi yang tulus bekerja keras dan optimis sukses serta amanah untuk secepatnya memajukan kepri. Bahkan dilabel terkesan setia tak berkhianat meski ada jejak kontrak tertulis, terkecuali didahului wanprestasi patnernya. 

Sedang kubu yang satunya lagi bercitra dengan pola main hati, dimarginalkan perannya meski proyeksinya untuk dan bersumber dari penjamin legitimasinya. Figur penjamin inilah yang sesungguhnya menjadi rivalitas tanding seolah menuju sudden death di 2024 nanti.

Tidak baik sebetulnya karena mengarah pada petarungan politik identitas. Pertarungan rivalitas figure yang bisa saja berdampak pada derivasi pengikut dengan tali temali akar yang rumit. Rivalitas figure ini pasti akan menurun ke rivalitas simbol partai, menurun juga ke asal wilayah kekuasaan yang diklaim sebagai basis elektoral masing-masing.

Bahkan potensi itu akan berkembang kearah tim hore dan pemburu rente, kepentingan sesaat yang pasti akan membabi buta mencari pembeda apapun yang layak dimainkan termasuk sara. Bila ini berlangsung, sosial effectnya bisa membelah solidaritas masyarakat kepri yang butuh waktu panjang merekatkannya kembali. 

Ayunan bandul rivalitas sulit diredakan untuk urgensi memasuki iklim pileg Februari 2024 dan menuju pilkada pada november 2024. Harus ada cara khusus agar isue dan agenda rivalitas pertarungan dua kubu ini tidak mengarah ke rivalitas politik identitas. ***