Isu Keretakan, Pernyataan Gubernur Kepri dan Kelayakan Seorang Pemimpin

Ahad, 15 Agustus 2021

Gubernur Kepri, Ansar Ahmad dan Wagub Kepri, Marlin Agustina

Oleh: Aldi Samjaya, SH.SE.MM

Jurnalis dan Akademisi di Kepri

 

Pernyataan Gubernur Kepri, Ansar Ahmad atas isu keretakan hubungannya dengan sang wakil gubernur, Marlin Agustina mendapat sorotan. Tak pelak, atas pernyataan tersebut, Ansar Ahmad menuai banyak kritikan dari masyarakat.

"Saya tak akan menghianati orang jika orang tak menghianati dulu", itu salah satu kalimat yang dilontarkan Ansar Ahmad dalam video yang beredar luas di masyarakat.

Jika yang mengucapkan kalimat itu bukan seorang gubernur yang notabene adalah pemimpin tertinggi di sebuah provinsi, mungkin akan dianggap sebagai suatu yang lumrah. 

Tak gampang memang menjadi seorang pemimpin, selain mampu mengendalikan organisasi yang dia pimpin, pemimpin juga dituntut harus mampu mengendalikan diri dan memiliki sikap mental yang mumpuni. 

Setidaknya, ketika orang lempar batu, semestinya seorang pemimpin harus membalasnya dengan melempar pisang. Karena dia adalah orang terpilih, pengayom dan teladan dari orang yang dia pimpin.

Pernyataan Ansar Ahmad, yang menyebut bahwa beliau tidak akan menghianati orang, jika dirinya tidak terlebih dahulu dikhianati, apapun itu dalihnya, tentu tidak elok diucapkan oleh seorang yang berkapasitas sebagai gubernur.

Terdapat empat kategori sikap yang pernah saya kutip dari tulisan Buya Hamka di bawah ini,  setidaknya dapat menjadi cerminan bagi para pemimpin dan kita semua:


1. Jika penghianatan dibalas dengan penghianatan = Itu adalah sikap yang tidak terpuji.

2. Jika sikap baik dibalas dengan sikap baik = Itu adalah suatu yang lumrah.

3. Jika sikap baik dibalas dengan penghianatan = Itu adalah serendah-rendahnya sikap.

4. Jika penghianatan dibalas dengan sikap baik = Itu adalah sikap mulia dan setinggi-tingginya budi pekerti.

 

Setidaknya empat kategori sikap di atas dapat menjadi masukan bagi kita semua dalam menilai karakter seseorang.

Seorang pemimpin, selayaknya harus mampu membalas lemparan batu dengan lemparan pisang. Harus mampu merangkul bukan memukul. 

Memang, itu tidak mudah. Dan karena ketidak mudahan itulah, membuat seseorang dilabeli berkepribadian mulia, dan orang seperti inilah yang layak menjadi pemimpin.

Mari kita berdoa agar para pemimpin di daerah dan di negara ini, selalu dianugerahi sikap mulia serta memiliki budi pekerti yang tinggi dan luhur. ***