Ilustrasi Perlindungan data baru. FOTO/ IST
TRANSKEPRI.COM, JAKARTA - Transformasi digital membawa keterhubungan antara perangkat dan sistem. Di satu sisi keterhubungan ini membuka potensi untuk meningkatkan produktivitas, namun di sisi lain juga menimbulkan risiko serangan siber yang dapat membahayakan seluruh sistem. Keamanan siber kemudian menjadi bagian integral dari upaya transformasi digital.
Ancaman tak dikenal yang terus berkembang menjadi tantangan konstan bagi para profesional dan peneliti keamanan siber. Ini membutuhkan inovasi baru dan berkelanjutan dalam mendeteksi ancaman yang tidak diketahui ini dengan memanfaatkan analitik dari gabungan log dan informasi sistem internal dan eksternal
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Republik Indonesia, Hinsa Siburian mengatakan tidak dipungkiri bahwa ada beragam serangan siber yang berpotensi merusak bangsa, dan pihaknya telah memiliki strategi untuk menangkan serangan tersebut.
“Perang informasi sudah dikemas untuk melemahkan bangsa, Indonesia harus waspada dengan ancaman di ruang siber karena menargetkan langsung ke masyarakat,” ucap Hinsa dalam webinar ‘Security Insights in the Data Analytics Era’ oleh Swiss German University, Kamis (22/7).
Dirjen Aptika, Semuel Abrijani Pangerapan menuturkan di era Transformasi digital, sudah pasti ada risiko yang harus diperhatikan seperj Kemanaan data pribadi yang harus dilindungi.
“Masuk dalam transformasi digital kalau tidak bicara perlindungan data pribadi itu tidak mungkin, setiap aktivitas kita selalu perlu data pribadi dan Indonesia sendiri sedang melakukan proses penyusunan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP),” ujar Semuel.
Sementara itu, Master of Information Technology (MIT) di Swiss German University (SGU) memiliki visi untuk menciptakan arsitek transformasi digital, yang berfungsi untuk memastikan bahwa transformasi digital benar-benar akan menciptakan nilai tambah. Seperti disebutkan di atas, keamanan siber merupakan bagian integral dari transformasi digital.
SGU MIT (Master of IT), Eka Budiarto mengatakan bahwa Dengan pemikiran ini, MIT SGU telah mengembangkan keamanan siber sebagai salah satu fokusnya dalam kurikulum dan inisiatif penelitiannya.
Hal ini memunculkan peluang untuk menggunakan algoritme pembelajaran mesin untuk mengidentifikasi pola yang mencurigakan dan bahkan berbahaya, memungkinkan analisis ancaman berbasis perilaku yang mendetail untuk meningkatkan akurasi yang lebih tinggi dalam deteksi ancaman.
“MIT SGU percaya bahwa potensi besar ini memungkinkan kemungkinan kolaborasi penelitian antara industri, pemerintah, akademisi, dan komunitas keamanan siber untuk menyediakan berbagi informasi ancaman yang sangat dibutuhkan,” ucap Eka.
Menurutnya, Hal ini mendorong MIT SGU untuk menyelenggarakan acara yang mendorong kolaborasi dan pertukaran informasi antara berbagai mitra, dalam seminar, pelatihan, dan lokakarya yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran, serta untuk berbagi informasi, pengetahuan, dan keterampilan.
Di antara mitra yang diundang adalah sektor pemerintah, misalnya BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia), sektor masyarakat, seperti IHP (Indonesian Honeynet). Project), dan sektor industri, seperti Fire Eye, Aruba, F5, NSFocus, Xynesis, PT Sinergi Wahana Gemilang, Keysight Technologies, Microfocus, SoftScheck dan datacomm. (net)