Ilustrasi/Ist
Pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz merupakan masa pandemi thaun yang terjadi pada sekitar tahun 100 Hijriah. Lalu, bagaimana khalifah yang terkenal merakyat itu mematuhi upaya kesehatan di tengah pandemi?
Sejarah telah mencatat bahwa Umar bin Abdul Aziz merupakan sosok yang sederhana. Sejak menjadi khalifah, ia meninggalkan kehidupan yang berkecukupan dan justru menjadi seperti rakyat biasa. Sosok ulama sekaligus pemimpin umat yang lebih suka dipanggil amirul mukminin itu meninggalkan istana khalifah dan menempati rumah dinas sederhana untuk bekerja.
Ketika penasihatnya menyampaikan untuk mengikuti protokol kesehatan dengan standar kerajaan berupa karantina di istana agar tidak terpapar wabah, Umar bin Abdul Aziz dengan kreatif memberikan solusi lain yang jitu.
Meskipun tidak berkenan untuk tinggal di istana, beliau tetap menjaga protokol kesehatan di rumah kerjanya yang kecil dengan makanan sehat ala kadarnya dan lebih banyak bekerja mandiri sehingga tidak melibatkan staf yang banyak.
Imam Jalaluddin As-Suyuthi menceritakan dalam kitabnya tentang kisah thaun pada masa Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Artha’ah bin al-Mundir, dia berkata, “Ada beberapa orang yang mendampingi Umar bin Abdul Aziz memintanya untuk menjaga makanannya serta menyarankannya untuk melakukan isolasi atau karantina mandiri dari thaun.
Mereka mengabarkan bahwa para khalifah sebelumnya telah melakukan protokol kesehatan itu. Lalu Umar pun bertanya, ‘Lalu di mana mereka sekarang?’
Ketika mereka mengatakan banyak hal, dia berdoa, ‘Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku lebih takut pada suatu hari selain hari Kiamat, maka janganlah Engkau memberiku keamanan dari ketakutanku itu.”
Kisah ini tercantum dalam Kitab Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Tha’un karya Imam Suyuthi (Penerbit Darul Qalam, Damaskus tanpa tahun: hal 188)
Yuhansyah Nurfauzi, anggota Komisi Fatwa MUI Cilacap, apoteker dan peneliti di bidang farmasi, dalam artikelnya yang dipublikasikan laman resmi Nahdlatul Ulama menjelaskan bahwa makna dari riwayat tersebut bukan berarti Umar bin Abdul Aziz mengabaikan protokol kesehatan.
Beliau tetap berusaha menghindari kerumunan dengan tinggal di rumah kerja khusus yang sederhana. Kondisi ini sekarang dikenal dengan istilah work from home (WFH) atau bekerja dari rumah. "Karena beliau seorang pejabat, maka WFH dilakukannya dari rumah dinas," tulisanya.
Rumah dinas Khalifah berbeda dengan rumah pribadi. Tidak ada banyak pelayan yang mengurus beliau dan tidak ada seorang penyair pun yang mengerumuni sambil menghiburnya sebagaimana umumnya raja di istana. Bahkan, untuk kunjungan kerja saat turun ke bawah melihat rakyatnya, beliau lebih suka menyamar sehingga tidak ada konvoi pengawalan dari pasukan maupun sambutan dari rakyat ramai.
Meski menolak tinggal di istana megah dan menolak makan makanan kerajaan, Umar bin Abdul Aziz berupaya menerapkan protokol kesehatan dan diet dengan caranya sendiri.
Khalid Muhammad Khalid dalam kitabnya menuliskan bahwa menu makan malam Amirul Mukminin itu hanya roti kering, sepiring kacang adas, dan garam. Menu itu juga tidak jauh beda dengan yang dimakan istri dan anak-anaknya yang terbiasa makan malam dengan kacang adas di rumah pribadinya. Kisah ini disebutkan dalam kitab Khulafaur Rasul karya Khalid Muhammad Khalid (Kairo: Darul Muqattam, 2003: 369).
Ternyata menu berupa kacang adas, atau yang disebut lentils dalam bahasa Inggris, yang dimakan oleh Umar bin Abdul Aziz dan keluarganya merupakan makanan bergizi yang murah dan sangat bermanfaat untuk kesehatan lahir maupun batin.
Pada masa wabah, semua orang butuh makanan sehat dengan harga yang terjangkau. Umar bin Abdul Aziz dan istrinya juga mengerti betul bahwa selain untuk kesehatan badan, makanan yang dikonsumsi dirinya dan keluarganya juga perlu diupayakan agar memberikan kekuatan batiniah, yaitu terhindar dari sikap sombong dan tetap berempati kepada rakyatnya.
Kedua hal tersebut sangat penting bagi kehidupan seorang pemimpin dan keluarganya agar selamat dari berbagai fitnah dunia dan akhirat.
Secara khusus, Al-Hafidz Adz-Dzahabi menyebutkan keistimewaan kacang adas dalam kitabnya. Beliau mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi yang mengungkapkan bahwa memakan adas akan mengisi hati dengan rasa simpati, mengisi mata dengan air mata, dan menghilangkan kesombongan. (Thibb An-Nabawi Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: hal.149)
Di sisi lain, kacang adas memang diakui secara ilmiah sebagai sumber makanan berprotein tinggi dan dapat mencegah berbagai virus penyebab penyakit.
Meskipun tidak lazim dikonsumsi masyarakat Indonesia, Yuhansyah Nurfauzi mengatakan, banyak kacang-kacangan lain, misalnya kacang tanah yang manfaatnya serupa. Baik kacang adas maupun kacang tanah, keduanya memiliki kandungan berkhasiat yang mampu mencegah penyakit infeksi karena mikroorganisme, terutama untuk menghambat virus (Francis U. Umeoguaju, dkk, 2021).
Apabila cara hidup Umar bin Abdul Aziz dan keluarganya di tengah wabah thaun diterapkan saat pandemi Covid-19 seperti saat ini, tentu masih sangat relevan. Menjauhkan kerumunan dalam berbagai acara kemasyarakatan dapat ditiru oleh semua orang, baik pimpinan maupun rakyat biasa. Teknis pelaksanaannya tentu tetap beretika dan tidak menyinggung orang lain.
Apabila Umar bin Abdul Aziz memiliki keperluan di wilayah yang jauh, Beliau terbiasa menulis surat ke pemimpin daerah setempat. Beliau memang terkenal sebagai khalifah yang rajin berdakwah dengan berkirim surat, bahkan hingga ke raja-raja di India.
Mengenai soal makan, tentu kita tidak harus meniru secara persis apa yang dimakan oleh Beliau dan keluarganya. Bila ingin meniru, maka kita menyesuaikan dengan makanan yang tersedia dan menjadi kebiasaan di negeri kita masing-masing. Meskipun demikian, nilai gizi atau nutrisi pada makanan yang dikonsumsi saat pandemi perlu diutamakan.
Melalui contoh sederhana, yaitu kacang adas yang dikonsumsi Umar bin Abdul Aziz, maka apa yang beliau dan keluarganya konsumsi itu tidak lepas dari aspek ilmiah. Ternyata nutrisi kacang adas sangat bermanfaat untuk kesehatan di masa pandemi karena mengandung protein tinggi.
Yuhansyah Nurfauzi menyebut yang tidak kalah penting, saling memiliki empati dan menjauhi kesombongan sangat layak untuk diterapkan hari ini. Di berbagai tempat, masih banyak tokoh pimpinan yang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadinya. Masih banyak pula orang kaya yang memamerkan hartanya di tengah rakyat yang sedang sengsara karena pandemi.
Di sisi yang lain, masyarakat umum banyak yang mengabaikan protokol kesehatan dan marah bila diingatkan oleh petugas.
Kita semua berharap bahwa berbagai aspek kehidupan akan membaik, meskipun pandemi belum usai. Situasi seperti ini sudah pernah terjadi sewaktu Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah. Maka, prinsip-prinsip mulia yang telah diajarkan oleh Umar bin Abdul Aziz layak kita terapkan di situasi yang sedang melanda kita seperti saat ini.
Lebih dari seorang khalifah, beliau adalah seorang waliyullah yang dengan karomahnya mampu menjadi cahaya panutan umat sehingga menebarkan manfaat dan berkah dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga bisa diteladani hingga hari ini. Bahkan, ketika India dilanda tsunami Covid-19 beberapa waktu lalu, kacang adas/lentils menjadi makanan yang dibagikan secara gratis oleh pemerintah India untuk rakyatnya.(net)