ilustrasi neraka. Foto istimewa
Semua manusia pasti pernah berbuat salah dan dosa , dan tak ada satupun yang dapat menghitung kesalahannya. Dan, pada dasarnya setiap dosa akan diampuni jika dibarengi dengan taubat . Namun saat ini, ternyata masih ada orang yang berbangga dengan dosa. Kenapa demikian?
Dalam Islam, salah satu rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya ialah mengampuni mereka yang berbuat dosa, dengan syarat ia tidak membeberkan dosanya sendiri kepada orang lain, mempublikasikannya dan ia berbangga bahwa ia telah melakukan perbuatan tersebut.
Hal ini disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ : يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Seluruh umatku diampuni kecuali al-mujaahirun (orang yang melakukan al-mujaaharah). Dan termasuk bentuk al-mujaaharah adalah seseorang berbuat dosa pada malam hari, kemudian di pagi hari Allah telah menutupi dosanya namun dia berkata: “Wahai fulan semalam aku telah melakukan dosa ini dan itu.” Allah telah menutupi dosanya di malam hari, akan tetapi di pagi hari dia membuka kembali dosa yang telah ditutup oleh Allah tersebut.” (HR Bukhari)
Inilah fenomena yang semakin hari semakin sering kita dapati di zaman ini, terutama di media sosial (medsos). Lihat saja beragam status atau curhat-curhat di medsos. Banyak di antaranya, yang berbangga telah melakukan dosa dan maksiat. "Gua gak mau munafik, semalam gua habis bla...bla..bla", atau kata-kata lainnya yang menunjukkan kebanggan berbuat dosa atau maksiat.
Menurut Ustadz Hadhrami, aktivis dakwah dari Yayasan Al-Hisbah, kita sepakat bahwa siapapun pasti pernah berbuat kesalahan dan dosa, namun jika bermaksiat dengan terang-terangan, menceritakan dan mempublikasikannya dengan bangga dimedia sosial, jelas itu merupakan satu tindakan baru yang pembahasannya beda. Bukan lagi sesiapapun bisa berdosa akan tetapi mengapa bisa sampai berbangga diri dengan dosa tersebut. "Ada yang salah di sini, baik itu secara psikis, karena manusia normal justru malu jika kesalahannya diketahui orang lain,"paparnya.
Tindakan “mujaaharah” atau berterang-terangan dan berbangga dengan dosa ini memberikan makna bahwa si pelaku belum benar-benar tertancap iman dihatinya. Mengapa? Karena iman yang jujur akan menimbulkan rasa “muraaqabah” atau rasa terus diawasi oleh Allah Ta’ala, dan tentu akan ada malaikat yang selalu mencatat segala tindak tanduknya.
Sedangkan, seseorang yang tindakan berbangga dengan dosa tersebut justru menunjukkan bahwa si pelaku kurang mengenal tuhannya, Allah Ta’ala, yang salah satu namanya adalah As Sittir (Yang Maha Menutupi) yaitu menutupi dosa seorang hamba dan mengampuninya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اجتنبوا هذه القاذورات التي نهى الله تعالى عنها فمن ألم بشيء منها فليستتر بستر الله و ليتب إلى الله فإنه من يبد لنا صفحته نقم عليه كتاب الله
“Jauhilah perkara-perkara keji (maksiat) yang telah dilarang oleh Allah, maka barangsiapa yang telah melakukannya, hendaklah dia menyembunyikannya dengan tutupan (yang diberikan) Allah dan bertaubat kepada Allah Ta’ala. Maka barangsiapa menampakkan perkara keji (yang dilakukannya) kepada kami, kami akan menjatuhkan hukuman yang telah diperintahkan oleh Allah ‘Azzawa Jalla.” (HR Hakim dan Baihaqi)
Untuk itu, Ustadz Hadrami mengingatkan agar kita perbaiki medsos kita agar menjadi sarana berbagi kebaikan, bukan menjadi sumber malapetaka bagi akhirat. Berapa banyak dosa yang terluput dari kita untuk meminta ampun kepadanya, maka sebagai insan yang berfikir, tentu kita tidak ingin semakin terhalang dari ampunan sebab mujaharah/ berbangga dengan dosa ini.
Wallahu A'lam