Tiga pihak yang terlibat dalam Piagam Madinah yaitu kaum Muhajirin, Anshar dan Yahudi. Foto/dok istaidcenter
Salah satu rahasia kekuatan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam untuk bisa mengusir kekuatan Yahudi dari Madinah adalah sejak awal mereka diikat dengan Piagam Madinah. Yahudi terpental dari Madinah karena mereka yang menandatangani Piagam Madinah dan mereka pun yang mengkhianatinya.
Demikian kata Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA saat bercerita tentang Piagam Madinah (Shahifatul Madinah) dikutip dari media sosialnya, kemarin. Secara teknis, isi Piagam Madinah melibatkan tiga unsur utama penduduk Madinah, yaitu Muhajirin, Anshar dan Yahudi.
Ustaz Ahmad Sarwat menceritakan penyebab Yahudi terusir dari Madinah dan sikap Rasulullah SAW kepada mereka. Berikut kisahnya diupaparkan secara singkat. Inilah tiga pihak yang terlibat dalam Piagam Madinah:
1. Kaum Muhajirin
Mereka adalah pemeluk Islam namun bukan penduduk asli Madinah. Mereka datang berhijrah ke Madinah demi untuk dapat perlindungan dari orang Mekkah oleh penduduk Madinah, setelah diawali dengan terjadinya dua kali bai’at (perjanjian) antara Rasulullah SAW dengan penduduk Madinah, dalam hal ini para anshar.
Hijrahnya para muhajirin dari Mekkah ini selain kisah suksesnya, namun di balik itu semua tentu saja juga menjadi beban tersendiri buat penduduk Madinah. Di masa modern ini kita bisa menyaksikan bagaimana negara-negara tertentu yang menolak arus pengungsi dari negara lain, entah akibat konflik, bencana atau pun kejadian lain.
Sebab membuka kran migrasi itu berarti menanggung banyak hal, selain yang paling utama adalah beban ekonomi. Kalau masuknya warga asing ke suatu negara sudah bisa dijamin akan membawa keuntungan ekonomi, tentu saja pintunya terbuka.
Misalnya mau menanam modal dan investasi, pasti hal itu akan disambut dengan tangan terbuka. Sebab setiap negara pasti butuh masukan devisa.
Tidak terkecuali negara yang sudah makmur dan maju. Mereka dengan tangan terbuka pasti akan menyambut siapa pun yang akan masuk ke negeri itu, asalkan punya potensi memberikan keuntungan secara ekonomi.
"Mahasiswa kita dapat beasiswa gratisan dari negara maju, tetap ada pertimbangan ekonomisnya. Karena nanti kalau sudah lulus, mereka juga yang akan memetik hasilnya. Berapa banyak mahasiswa kita akhirnya tidak pulang balik ke tanah air, lantaran ilmunya tidak terpakai di sini," kata Ustaz Sarwat.
Di sisi lain, masuknya ekspatriat Barat di Saudi Arabia dan negara-negara teluk misalnya, juga ada alasan ekonomisnya. Mereka sangat dihormati dan digelari karpet merah.
Kenapa? Karena kedatangan mereka dianggap membawa rejeki, yaitu dengan teknologi yang mereka miliki, gurun pasir tandus itu akan mengeluarkan milyaran dolar alias kekayaan.
Bahkan kalau pun para ekspatriat itu pasti juga akan mendapatkan keuntungan yang besar pula, tapi sudah bisa dipastikan negara pasti juga dapat uang yang besar.
Dengan adanya para ekspratriat itulah ekonomi Saudi Arabia jadi sedemikian maju dan sejahtera, sehingga mereka membebaskan semua pajak apa pun di sana. Termasuk di Saudi tidak pernah ada bea masuk atas barang produk negara lain.
Dan yang pasti, seluruh sekolah, kampus dan lembaga pendidikan di semua jenjangnya dibiayai oleh negara, bahkan para murid dan mahasiswanya pun diberi mukafaah atau uang saku.
Tidak harus berprestasi, pokoknya asal masih aktif sekolah dan kuliah, tiap bulan akan dibayar oleh negara. Dari mana uangnya?
Dari jual minyak bumi. Minyak yang selama berjuta tahun mengendap di bumi mereka dan tidak bisa dimanfaatkan, dengan datangnya para ekspatrait itulah baru kemudian minyak itu ada gunanya. Wajar kalau negara Saudi Arabia menganak-emaskan para ekspatriat.
Namun begitu minyaknya hampir habis, barulah Saudi menerapkan pajak dan bea masuk. Kalau kita bandingkan dengan para muhajirin yang bermigrasi ke Madinah, maka kita belum menemukan faktor keuntungan secara finansial yang membuat mereka tertarik untuk menerima kedatangan para muhajirin.
Namun dalam kenyataannya, para Muhajirin ini tetap dibukakan pintu dan disambung dengan tangan terbuka. Tentu saja alasannya adalah kesamaan iman dan sikap saling bantu dan saling tolong yang merupakan bagian dari ibadah yang besar nilai pahalanya di sisi Allah.
Intinya, kita hanya bisa mengatakan bahwa faktor diterimanya para muhajirin di Madinah semata-mata ikhlas membantu sesama muslim. Tidak ada potensi lain seperti misalnya potensi ekonomi atau pun potensi lainnya.
Maka disitulah terletak pentingnya ada Bai'at Aqabah dua jilid yaitu yang pertama dan kedua. Sebab bisa saja di tengah proses hijrah, muncul keresahan di Madinah dalam hal ekonomi misalnya, sehingga tiba-tiba mereka membatalkan niat baik.
Namun dengan dasar ikatan dua kali bai’at, maka dengan sendirinya penduduk Madinah jadi terikat untuk jalan terus dan tidak boleh membatalkan kesepakatan secara sepihak di tengah jalan. Walau sepahit apapun keadaanya. Dan memang itulah yang terjadi.
2. Kaum Anshar
Secara bahasa makna Anshar adalah penolong. Pengertian Anshar adalah sebutan bagi penduduk Madinah yang sudah memeluk agama Islam sebelumnya dan menerima kedatangan arus gelombang hijrah dari Mekkah.
Karena yang mereka lakukan memang semata-mata hanya menolong saja, tidak ada imbal baliknya dari segi apapun. Pokoknya imbalannya hanya dari Allah saja. Sebagaimana umumnya penduduk Madinah, kebanyakan orang-orang Anshar ini hidup bukan dari perdagang tetapi dari bercocok tanam. Umumnya mereka bekerja di ladang-ladang kurma. Karena Madinah memang terkenal sebagai daerah penghasil kurma.
Secara lokasi, posisi Kota Madinah berada pada paling utara jazirah Arabia. Sehingga bila orang dari negeri Syam dan sekitarannya mau bepergian ke Mekkah, pastinya melewati Kota Madinah.
Hubungan Nabi Muhammad SAW dengan kota Madinah ini cukup erat, karena ayahanda beliau, Abdullah bin Abdil Muththalib wafat dan dikuburkan di Madinah.
Dan ketika Beliau masih kanak-kanak, pernah juga diajak berziarah ke makan ayahandanya itu. Sehingga boleh dibilang bahwa Madinah sebelum didatangi Nabi SAW saat hijrah, ternyata juga pernah didatangi Beliau ketika masih kecil.
Salah satu alasan mengapa kalangan Arab Madinah lebih mudah untuk menerima ajaran Islam yang notabene juga merupakan ajaran agama samawi adalah karena keberadaan orang-orang Yahudi yang banyak bertadangan ke Madinah.
Kalangan Yahudi ini banyak bercerita terkait kabar akan datangnya nabi terakhir dengan segala ciri dan sifatnya, dan mereka berhasil menanamkan kepada penduduk Madinah bahwa suatu hari negeri mereka itu akan didatangi oleh nabi terakhir itu.
Begitu orang Madinah melaksanakan ibadah haji ke Mekkah, mereka pun bertemu langsung dengan Rasulullah SAW dan langsung membenarkan agama yang dibawanya, bahkan mereka siap menyatakan diri masuk Islam. Sehingga di sela-sela ritual haji itu sempat terjadi proses dua kali bai’at di Mina.
Sebagai tuan rumah yang kedatangan tamu dengan segala beban ekonomi dan sosialnya, orang-orang anshar ini tentu besar sekali peranannya dalam lika-liku perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW. Kisah kebaikan mereka dalam menampung para muhajirin tentu tidak bisa dikecilkan dalam sejarah perjuangan umat Islam di generasi pertama.
Oleh karena itulah dalam Piagam Madinah, jati diri kelomok anshar menjadi bagian yang teramat penting untuk ditegaskan hak dan kewajibannya.
3. Kaum Yahudi
Pihak yang ketiga dalam Piagam Madinah adalah kelompok Yahudi. Mereka bukan penduduk asli Madinah, mereka adalah pendatang dari negeri Syam.
Namun latar-belakang kedatangan mereka cukup menarik untuk dikaji, yaitu karena mereka telah membaca kitab suci yang turun kepada nabi mereka bahwa akan ada nabi yang terakhir utusan Allah dalam sejarah para nabi dan rasul. Dan disebutkan bahwa kedatangannya akan terjadi di Madinah.
Maka berdatanganlah orang-orang yahudi ke Madinah sejak awal sekali. Sehingga sebuah riwayat menyebutkan bahwa awalnya Madinah itu bernama Yastrib, yaitu nama pendatang pertama dari kalangan Yahudi di Madinah.
Barulah ketika Nabi SAW tiba hijrah, penamaan Yatsir diubah menjadi Al-Madinah Al-Munawwarah. Keberadaan kalangan Yahudi di Madinah menjadi unik karena ceritanya jadi berbelok tajam sekali. Mereka yang awalnya menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW dan mengabarkan berita kedatangan nabi terakhir, justru mereka sendiri yang mengingkari kenabian Muhammad SAW.
Padahal orang asli Madinah yaitu kaum Anshar sudah terlanjur masuk Islam dan memeluk agama yang dibawanya. Bahkan mereka telah berbai’at kepada Nabi Muhammad SAW sampai membuka pintu selebar-lebarnya untuk kedatangan Nabi Muhammad SAW dan para muhajirin.
Ternyata di kemudian hari justru Yahudi lah yang menjadi tokoh antagonisnya. Mereka banyak sekali berulah yang menyebabkan akhirnya mereka terusir dari Madinah. Ini sungguh dramatis, mirip cerita Iblis yang awalnya baik-baik tapi endingnya sangat buruk.
Dan salah satu rahasia kekuatan Nabi shallalahu 'alaihi wasallam untuk bisa mengusir kekuatan Yahudi dari Madinah adalah karena sejak awal mereka diikat dengan Piagam Madinah.
Semoga kisah ini dapat menambah khazanah kelimuan kita betapa pengkhianatan itu endingnya selalu tidak baik.(net)