Akhirnya Genderang Perang Itu Ditabuh Juga oleh Ansar Ahmad

Kamis, 24 Juni 2021

Syamsul Paloh

Oleh: Syamsul Paloh (Pemerhati Politik di Batam)

Kurang harmonisnya hubungan Gubernur Kepri, Ansar Ahmad dengan sang wakil gubernur, Marlin Agustina sudah  santer terdengar sejak tiga bulan terakhir. Namun dalam berbagai kesempatan keduanya masih memberikan bantahan.

Ketidakharmonisan keduanya semakin telanjang, ketika Ansar Ahmad melantik orang dekatnya secara kurang lazim, yakni Lamidi sebagai Sekdaprov Kepri, menggantikan pejabat lama, Arif Fadillah. Faktanya, pelantikan itu tanpa kehadiran Marlin Agustina yang diakui sang wakil gubernur, tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait pergantian pejabat dimaksud.

Genderang perang itu akhirnya benar-benar ditabuh oleh Ansar Ahmad. Setidaknya itu kesimpulan yang dapat saya ambil, ketika saya membaca berita pada sebuah media portal, Rabu (23/05/21), bahwa Ansar Ahmad melantik orang dekatnya Lamidi sebagai Sekdaprov Kepri.

Bersamaan dengan pencopotan Arif Fadillah sebagai Sekdaprov Kepri, Ansar juga mengganti sejumlah pejabat strategis lainnya. Yakni, Sekwan DPRD Kepri, Hamidi digeser menjadi Sekretaris Dinas Arsip dan Perpustakaan Kepri serta Kabiro Humprohub Kepri, Zulkifli digeser menjadi Sekretaris Dinas Pariwisata Kepri. Kesemuanya notabene adalah pejabat yang dikenal berasal dari Karimun.

Terdepaknya Arif Fadillah hingga harus turun tangga menjadi pejabat eselon II A dan dilakukan Ansar secara kurang lazim, dinilai sebagai bentuk penzaliman terhadap Arif dan jenjang karier serta kepangkatan di Pemprov Kepri. Disamping itu, dari sisi politis dan etika, pergantian tersebut jelas menimbulkan implikasi terhadap harmonisasi hubungan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri.

Bukan rahasia lagi, jika posisi atau Kapling Sekdaprov Kepri menjadi garansi bagi Marlin Agustina, untuk mau dan bersedia menjadi pasangan Ansar Ahmad dalam kontestasi Pilkada Kepri 2020 lalu. Dan informasi yang berhasil saya dapatkan, garansi posisi Sekdaprov tersebut malah dituangkan dalam selembar surat perjanjian. Apakah informasi ini benar atau tidak, tentu Ansar dan Marlin lah yang paling tahu.

Sebuah adagium yang sudah lazim kita dengar menyatakan, bahwa tidak ada lawan atau teman yang abadi dalam politik, yang abadi itu hanyalah kepentingan. Setidaknya, manuver dan langkah yang diambil Ansar dengan menempatkan 'kroninya' di posisi Sekdaprov Kepri, semakin mengukuhkan bahwa Adagium politik termashur tersebut tak terbantahkan kebenarannya.

Jika dilihat dari aspek strategis, politis dan etika, saya menyebut apa yang dilakukan Ansar Ahmad, adalah sebuah blunder atau langkah yang kurang elok dipertontonkan pada saat pemerintahan Ansar-Marlin yang baru seumur jagung.

Setidaknya saya mencatat ada delapan implikasi negatif yang harus diterima Ansar Ahmad atas langkahnya menempatkan 'kroninya' secara kurang lazim sebagai Sekdaprov Kepri dan sejumlah pejabat pada posisi strategis lainnya dengan tanpa melibatkan peran wakil gubernur.

1. Image bahwa Ansar Ahmad merupakan pejabat atau sosok yang susah dipegang komitmennya akan semakin terpolarisasi di masyarakat.

2. Ketidak harmonisan Ansar Ahmad dengan Marlin Agustina, berarti Ansar juga membuka konfrontasi dengan Wali Kota Batam, H Muhammad Rudi, baik dalam kapasitas Muhammad Rudi sebagai Ketua Partai NasDem Kepri yang mengusung Marlin sebagai Wagub Kepri, maupun sebagai suami dari Marlin Agustina.

3. Dengan kejadian ini semakin Membuka peluang terjadinya rivalitas antara Muhammad Rudi dengan Ansar Ahmad dalam kontestasi Pilkada Kepri 2024 mendatang.

4. Bakal terjadi 'turbulensi' dalam Pemprov Kepri dan kondisi ini dapat dipastikan memberikan dampak terhadap keberlangsungan pemerintahan Provinsi Kepri.

5. Bakal terjadi polarisasi pejabat maupun pegawai Pemprov Kepri, yang disebut sebagai kubu Ansar Ahmad maupun kubu Marlin Agustina.

6. Pergantian Sekdaprov Kepri dinilai sebagai sebuah pergantian yang kurang lazim dan terlalu dipaksakan apalagi jika mengacu pada PP No 53 Tahun 2010. Belum diketahui apa jenis pelanggaran yang dilakukan sejumlah pejabat yang diganti, sehingga harus mengalami demosi. Dan ini menjadi preseden buruk terhadap jenjang karier ASN di Pemprov Kepri.

7. Pergantian yang dilakukan dengan cara yang kurang lazim ditambah dengan tidak pernah dilibatkannya wakil gubernur dalam proses pengambilan keputusan, semakin menunjukkan bahwa Ansar Ahmad adalah seorang pejabat yang arogan dan menunjukkan tindakan sewenang-wenang (abuse of power).

8. Dengan terdepaknya sejumlah pejabat yang mayoritas berasal dari Karimun dan menggantinya dengan sejumlah pejabat yang berasal dari Bintan, bakal menimbulkan sentimen kedaerahan. Hal ini tentu bakal merugikan Ansar, terutama hilangnya simpati warga Karimun terhadap seorang Ansar.

Sebagai warga Kepri, tentunya kita menaruh harapan yang besar terhadap keberadaan Ansar-Marlin yang berhasil keluar sebagai pemenang dalam Pilkada Kepri 2020 lalu. Dan kita berharap agar keduanya bisa mengambil langkah yang bijak serta dapat menjaga komitmen bersama membawa Provinsi Kepri ke arah yang semakin baik ke depannya. Semoga. ***