Pinjaman online
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Kabareskim Polri Komjen Agus Andrianto mengeluarkan surat telegram yang mengintruksikan agar jajarannya untuk menindak tegas pinjaman online (Pinjol) ilegal yang telah meresahkan masyarakat.
Menurut Agus, penindakan ini bekerja secara simultan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun sejumlah kasus telah berhasil ditangani oleh pihak kepolisian.
"Hasil penyidikan yang berjalan tentu untuk membuka jaringan dan keterkaitan antar penyedia pinjol ilegal," kata Agus saat dihubungi, Minggu (20/6/2021).
Agus menjelaskan pemberantasan pinjaman online nantinya tidak hanya terfokus di pusat.
Polda-Polres di daerah juga diminta untuk ikut mengusut kasus pinjol yang ada di Indonesia.
"Input kita sampaikan kepada wilayah untuk juga membantu melakukan penindakan," ungkapnya.
Ia menambahkan penindakan hukum pinjaman online ilegal juga dinilai tidak perlu menunggu adanya laporan dari masyarakat.
Jika dianggap meresahkan, pihak kepolisian bisa langsung melakukan penindakan.
"Ini bukan delik aduan, maka karena (Pinjol) meresahkan tidak perlu menunggu laporan," tukasnya.
Berdasarkan data Polri, hanya ada 1.700 pinjaman online yang terdaftar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sementara itu, diperikirakan masih ada 3.000 pinjol ilegal atau yang tak terdaftar resmi oleh negara.
Pinjol-pinjol inilah yang kerap menelan banyak korban.
Tak hanya materil, banyak korban yang mengalami tindakan yang tak menyenangkan oleh Pinjol ilegal tersebut.
Di antaranya, ada foto korban yang diedit dengan foto yang berbau pornografi ataupun korban yang pernah difitnah di media sosial.
Kasus Pinjol
Pinjol Bodong Kelakuan Preman, Pinjam Rp 3 Juta Balikinnya Rp 60 Juta dan Fitnah Korban Kemana-mana
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri membongkar dugaan kasus penipuan pinjaman online (pinjol) bodong bernama Rp Cepat. Pengusutan ini lantaran banyak aduan korban yang mengaku ditagih hingga puluhan juta.
Wadir Tipideksus Kombes Pol Whisnu Hermawan Februanto mengatakan, pengenaan bunga yang tidak wajar membuat korban enggan membayarkan dan melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.
Dalam selebarannya, Rupiah Cepat hanya menjanjikan suku bunga rendah yaitu 7 persen. Namun ketika korban telah meminjam, Rp Cepat memasang suku bunga yang tak wajar.
"Kebanyakan korban itu pinjamnya Rp 1,7 juta, dapatnya Rp 500 ribu, dapat ditangannya Rp 290 ribu saja mengembalikannya puluhan juta nantinya. Bahkan ada yang minjam uangnya Rp 3 juta balikinnya Rp 60 juta," kata Whisnu di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/6/2021).
Menurut Whisnu, Rp Cepat telah menyiapkan langkah tak terpuji jika para korban yang telah terjebak meminjam uang. Salah satunya dengan mengedit foto korban hingga memfitnah di media sosial.
"Kalau tidak dibayar, dia akan membuat ke teman-temannya tadi bahwa si A ini telah mengambil uang perusahaan bahkan lebih kasar lagi, foto-fotonya dicrop kemudian dikirim gambar-gambar tidak senonoh itu banyak sekali," ungkap dia.
Dalam kasus ini, kata Whisnu, penyidik telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Namun, ada pula dua warga negara asing yang masih menjadi buronan.
Adapun kelima tersangka itu adalah, EDP, BT, ACJ, SS dan MRK. Sementara dua orang WNA yang telah diminta pencekalan ke Ditjen Imigrasi adalah, XW dan GK.
"Lima tersangka dan masih ada dua lagi DPO yang diduga adalah warga negara asing," ujar dia.
Lebih lanjut, dia menuturkan Rp Cepat adalah pinjaman online yang berada di naungan PT Southeast Century Asia (SCA). Perusahaan ini tak terdaftar di dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kami menginformasikan kepada masyarakat bahwa aplikasi Rp Cepat ini tidak ada izinnya, secara legalitas, perusahaan ini tidak ada izinnya. Kami berhasil mengecek ke OJK, langsung," tukasnya.
Sementara itu, Kasubdit V Dit Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Ma'mun menyebut para pelaku melancarkan aksi kejahatannya dengan cara berpindah-pindah tempat.
Terakhir, mereka juga sempat menyewa sebuah rumah di daerah Jakarta Barat sebagai kantor Rp Cepat. Tempat ini juga menjadi lokasi penangkapan kelima tersangka.
"Dari awal yang di ruko pindah ke rumah sewaan. Kami gerebek rumah sewaannya dan kami dapatkan lima orang di belakang ini," ujar dia.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 30 Jo Pasal 46 dan/atau Pasal 32 Jo Pasal 48 UU Nomor 19 tahun 2016 Tentang ITE dan/atau Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 atau Pasal 10 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.
Seperti Preman
Wakil Direktur Tipideksus Kombes Pol Whisnu Hermawan Februanto mengatakan pinjaman online (Pinjol) bodong alias ilegal dianggap juga merupakan kasus yang meresahkan masyarakat seperti premanisme.
Menurut Whisnu, kasus pinjaman online ilegal menjadi salah satu perkara yang menjadi fokus Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Harapannya, tak ada lagi korban yang terjerat dengan pinjol bodong.
Dijelaskan Whisnu, hanya ada 1.700 pinjaman online yang terdaftar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara itu, dia menduga masih ada 3.000 pinjol ilegal atau yang tak terdaftar resmi oleh negara.
"Inilah hal-hal yang menjadi perhatian Polri untuk bisa mengungkap perkara-perkara yang meresahkan masyarakat. Sama seperti disampaikan kemarin, kasus Preman. Ini kasus Pinjol pun juga meresahkan masyarakat," kata Whisnu.
Ia menuturkan banyak korban yang mengaku diperas hingga mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan usai meminjam di aplikasi pinjol ilegal. Beberapa korban bahkan diteror dengan edita foto-foto pornografi.
"Ada beberapa korban yang hanya meminjam uang beberapa ribu saja, kemudian diteror dengan foto-foto yang vulgar dengan menginformasikan ke teman-temannya, keluarganya, bahkan sampai ada yang stres akibat pinjaman yang tidak benar ini," ujar dia.
Atas dasar itu, ia memastikan pihak kepolisian akan terus memburu pinjol-pinjol ilegal yang melakukan tindakan-tindakan yang melawan hukum. Dia meminta para korban juga dapat melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
"Mudah-mudahan kasus-kasus ini tidak ada lagi dan polri bisa mengungkap sebanyak-banyaknya perkara tersebut," tukasnya.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto berencana mengeluarkan surat telegram guna menertibkan pinjaman online (Pinjol) ilegal atau bodong yang kerap meresahkan masyarakat. Kombes Pol Whisnu Hermawan Februanto mengatakan surat telegram ini tengah digodok oleh Kabareskrim. Nantinya, hal ini menjadi rujukan kepada jajaran Polri di seluruh Indonesia.
"Pak Kabareskrim telah mengirimkan telegram ke seluruh jajaran Polri Indonesia untuk mengungkap perkara pinjol yang ilegal," kata Whisnu.
Ia memastikan pihak kepolisian akan terus memburu pinjol-pinjol ilegal yang melakukan tindakan-tindakan yang melawan hukum. Dia meminta para korban juga dapat melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
"Silakan laporkan kepada polisi terdekat. Karena semua reserse yang ada di Indonesia ini sudah paham dan memahami dengan arahan Kabareskrim terkait pengungkapan kasus pinjol tersebut. Sehingga mudah-mudahan kasus ini tidak ada lagi dan Polri bisa mengungkap sebanyak-banyaknya perkara tersebut," ujarnya. (tm)