Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan bahwa Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto belum cukup ideal untuk menjadi calon presiden pada Pilpres 2024. Alasannya, tingkat popularitas Airlangga tergolong rendah, yakni di bawah 50 persen.
"Mereka yang kenal Airlangga masih di bawah 50 persen. Ini belum ideal untuk calon presiden, karena tingkat keterkenalan di bawah 50 persen," kata peneliti LSI Adjie Alfaraby dalam konferensi pers virtual, Kamis (17/6).
Dari sisi elektabilitas, Airlangga masih kalah jauh dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (23,5 persen), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (15,5 persen), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (13,8 persen), dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno (7,6 persen).Selain itu, menurut Adjie, berdasarkan hasil survei LSI terakhir, tingkat elektabilitas Airlangga juga masih di bawah 10 persen. Ini menempatkan Airlangga di posisi ke-5 dengan elektabilitas hanya 5,3 persen.
"Walaupun kita menyadari, kenaikan elektabilitas harus didukung konsisten kesukaan, harus tinggi, atau tingkat penerimaan Airlangga di publik juga harus tinggi," katanya.Namun, menurut Adjie, peluang Airlangga sebagai seorang capres akan naik ketika popularitasnya semakin tinggi. Jika ke depannya, tingkat popularitas Airlangga naik di atas 80 persen, maka tingkat elektabilitas juga akan ikut naik.
Tidak hanya itu, sebagai Ketua Umum Golkar, otomatis Airlangga punya daya tawar pada Pilpres 2024. Apalagi, Golkar hanya butuh satu partai koalisi lain jika berniat mengusung Airlangga.
Jika tingkat penerimaan masyarakat (approval) rating Jokowi menurun menjelang Pilpres 2024, otomatis hal itu tidak akan berpengaruh kepada sosok yang didukungnya. Sebaliknya, pengaruh besar akan diperoleh capres yang didukung apabila Jokowi mendapat perspektif baik jelang akhir kepemimpinan.
"Semakin tinggi (approval) rating Pak Jokowi menjelang 2024 atau minimal stabil per hari ini, tentu endorsement Jokowi atau yang didukung Jokowi akan punya pengaruh dalam elektoral ke pemilih," kata Adjie.
"Kalau dalam kategori king maker, Jokowi bukan king maker, Jokowi enggak punya partai, bukan ketum partai tertentu, sehingga arah koalisi ke depan sedikit banyak akan dipengaruhi oleh ketum parpol," ujarnya.Adjie mengatakan Jokowi dalam Pilpres 2024 ini juga bukan king maker. Pasalnya, meski dua periode menjadi presiden, Jokowi tidak memiliki atau memimpin sebuah partai politik.
Selain itu, menurut Adjie, relawan pendukung Jokowi juga tidak akan terlalu berpengaruh pada elektoral 2024. Hal ini dikarenakan relawan memiliki segmentasi yang beragam.
"Saya pikir pengaruh relawan tidak seberpengaruh tokohnya sendiri. Artinya sebagai sebuah mesin oke, mereka bisa menjadi kekuatan untuk menjaring pemilih. Tapi pengaruh secara elektoral saya pikir banyak juga relawan-relawan dari masing-masing capres," ujar Adjie. (tm)