Khaidar Rahmat
TRANSKEPRI.COM.TANJUNGPINANG - Mantan staf khusus Gubernur Provinsi Kepulauan Riau pada masa Nurdin Basirun memberikan tanggapan terkait polemik penunjukan sejumlah nama dan latar belakang yang dianggap belum begitu layak diangkat sebagai pembisik atau staf khusus (Stafsus) Gubernur Kepri, Ansar Ahmad.
Mantan stafsus Gubernur Kepri, Khaidar Rahmat mengutarakan dulu dia tidak tahu kalau tak ada cantolan jabatan staff khusus ini di SOTK atau Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Pergub yang menjadi dasar pembentuan kelembagaan staff khusus dimaksud.
Dasar pengangkatan stafsus adalah SK dari Gubernur, lalu ada lagi SK yang terbit setiap tahun dari Sekda untuk pengangkatan sebagai Tenaga Ahli yang dipekerjakan di Biro-Biro di lingkup Sekwilda. Nah katanya SK dari Sekda inilah yang untuk dasar pembayaran honorarium penggunaan tenaga ahli di Biro-Biro sekwilda.
Sedangkan untuk SK Gubernur tupoksinya secara tegas menyebutkan stafsus bertugas membantu tugas-tugas Gubernur Kepri diminta atau tidak diminta dalam penyusunan maupun pelaksanaan suatu kebijakan. Lalu apa permasalahannya dengan dua dasar SK tersebut, kata khaidar selain dua tupoksi dan hirarki yamg berbeda juga sifat dan akuntabilitasnya juga berbeda.
Penilaiannya terukur jelas dari output kinerja tenaga ahli atau konsultan untuk sesuatu yang terkait dengan program kerja biro-biro tempatnya dikontrak.
Sedangkan sebagai staff khusus dengan SK Gubernur yang bersangkutan semestinya adalah bagian dari organisasi perangkat kerja Pemrov Kepri apakah berstatus sebagai PPPK atau bukan namun ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang digaji dari APBD.
"Dulu saya mengundurkan diri dari posisi stafsus karena baru belakangan ini saya tahu bahwa pembentukan dan jabatan staff khusus Gubkepri itu tidak punya cantolan di Perda maupun Pergub terkait SOTK OPD," tukasnya.
Khaidar mengutarakan bahwa mengundurkan diri dari stafsus Guberbur Kepri kala itu karena diminta untuk mengambil peran sebagai tenaga ahli di Fraksi DPRD Kepri. Karena status ini juga dibayar melalui APBD, maka tentu tidak boleh double pembayaran di dua mata anggaran yang berbeda tapi untuk satu jabatan dan orang yang sama.
Bisa jadi nantinya akan menjadi temuan BPK dan pasti akan menjadi masalah di kemudian hari. Terkait hal ini saya juga mengingatkan jangan sampai ada diantara stafsus yang sudah di SK kan oleh Gubkepri itu memiliki double status jabatan sebagai T.A atau jabatan terkait lain yang menggunakan pembayaran mata anggaran APBD, ntar bisa bermasala jadi temuan BPK.
Menurutnya, keperluan penggunaan stafsus hanya gubernur yang mengetahuinya, karena pada waktunya jabatan stafsus akan mengangkat sejumlah bidang jabatan untuk setiap staf khusus.
"Seharusnya sebelum pengangkatan stafsus, lebih dulu mengajukan ranperda perubahan tentang organisasi dan tata kerja OPD atau menerbitkan Pergub terkait perihal pembentukan jabatan Staff khusus Gubernur, baru menerbitkan SK pengangkatan stafsusnya,"pungkasnya.
Kita coba menyimpulkan mengapa Gubermur Kepri tidak mengambil langkah ini, terkait penilaian publik dan urgensi penunjukan belasan stafsus, pertanyaan ini jawabannya barangkali kita tunggu dari kepala daerah yang menjelaskannya.
Nalar publik dalam situasi ini cenderung posesif karena belum ditemukan legal opini dan urgensi pengangkatan staf khusus dari Ansar Ahmad selain praktek balas budi karena seperti yang kita ketahui, mereka yang duduk sebagai stafsus merupakan unsur suksesi pemenangan pasangan gubernur dan wakil gubernur waktu itu.
"Karena staff khusus lainnya itu diangkat karena mereka dianggap sebagai orang yang berjasa atau paling tidak dekat secara personal lalu diberikan kedudukan sebagai staff khusus, sedangkan saya karena mengkritik dan mendemo gubernur terus-terusan lalu coba di diamkan sekaligus ditantang apakah punya kapasitas dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dikritik,"terangnya.
Bagi saya pribadi karena melihatnya waktu itu ada banyak ruang “khusus” kebijakan yang perlu dirumuskan dan dijalankan gubernur dalam rangka konsolidasi dan kelancaran pemerintahan dan pembangunan. Inilah sebetulnya yang menjadi penimbang atau parameter Gubkepri saat ini menilai perlu tidaknya diskresi beliau membentuk jabatan staf khusus.
Sebab jabatan staff khusus ini memang jabatan yang tupoksinya tidak beririsan dengan tupoksi biro-biro setwilda juga tidak beririsan dengan OPD-OPD dinas dan badan pemerintahan di Pemprov sebagaimana diatur dalam nomenkelatur Perda maupun Pergub yang didasarkan atas pedoman permendagri maupun norma-norma aturan perundangan.
Kekhususan tersebut secara normatif tentunya dari kacamata Gubernur menilai ruang penugasan untuk penyiapan, konsolidasi, percepatan atau apapun sifatnya yang dimaksudkan untuk strategi menjalankan manajemen kepemerintahan yang menjadi visi misi beliau.
"Jika bobot dari kepentingan yang bersifat khusus ini dianggap lebih mendesak dan prioritas sifatnya maka cukup rasional dan memahami diskresi gubernur membentuk staff khusus dan mengangkat mereka dalam jabatan staf khusus yang menjadi polemik sekarang ini, tanpa berdasar perubahan Perda dan Pergub SOTK OPD maupun Setda," tuturnya. (mad)