Stakeholder Batam Mangkir RDP Terkait Buffer Zona dan Rumija
TRANSKEPRI.COM.BATAM - Rapat Dengar Pendapat (RDP) umum membahas permasalahan alokasi lahan buffer zone dan ruang milik jalan (rumija) di lingkungan Yayasan Sekolah Dasar (SD) Pamor Nusantara, terpaksa dijadwalkan ulang lagi dalam waktu tidak ditentukan, Selasa (23/02/2021).
Pasalnya dalam persoalan itu, semua stakeholder Batam yang diundang di dalam kegiatan DPRD tersebut, tak ada yang datang. Sehingga, RDP terpaksa dijadwalkan lagi, di waktu yang akan datang.
Bertempat di ruang Rapat Komisi I DPRD Kota Batam, yang dipimpin Ketua komisi I DPRD, Budi Mardianto, seharusnya RDP tersebut harus dihadiri Direktur Pengelolan Lahan BP Batam, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kota Batam, Camat Batuaji dan Lurah Kibing.
Termasuk pihak yang mengajukan RDP itu, Pembina Yayasan Pendidikan Pamor Nusantara dan sekaligus sebagai Kepala Sekolah Dasar Pamor Nusantara, beserta pihak PT Tunas Oase Sejahtera, yang mendapat alokasi lahan atas Rumija.
Ketua Komisi I DPRD, Budi Mardianto SH menyangkan ketidakhadiran stakeholder
Pemko Batam dan BP Batam untuk RDP tersebut. Sehingga, harus ditundai serta dijadwalkan ulang kembali.
"Kami ini anggota DPRD, yang mewakili masyarakat, untuk membahas masalah yang ada di masyarakat. Sangat sayang, dalam acara untuk masyarakat ini, para Stakeholder Pemko dan BP Batam tidak hadir. Sehingga, kita tidak bisa mencari solusi serta akar masalah," ungkap Budi Mardianto, kesal.
Senada Anggota Komisi I DPRD, Utusan Sarumaha SH menambahkan, harusnya kejadian ini tidak terjadi. Karena, selaku DPRD sudah mengundang Stakeholder dengan resmi serta legal, sebagaimana mestinya.
"Kami kecewa dan sangat disayangkan. Seharusnya masalah alokasi lahan atas adanya Sertifikat Buffer Zona yang telah menimbulkan masalah ini bisa dicarikan apa penyebabnya, serta apa solusinya," kata Utusan Sarumaha, dengan tegas.
Kami tak tau apa alasannya Pemko dan BP Batam tak hadir, tanpa memberikan alasan, atas ketidakhadiran mereka itu.
"Ataumemang semua yang disampaikan dari pihak Yayasan Pamor Nusantara ini, benar adanya. Sehingga, pihak BP serta Pemko Batam ini takut menghadapinya," pungkasnya.
Kasie Penetapan dan Hak, BPN Batam, Yudith Satria, mengatakan, kehadiranya mewakili pimpinan BPN yang ada tugas yang tidak bisa ditinggalkan.
"BPN tak bisa kerja sendiri, menerbitkan sebuah sertifikat tanah, terhadap semua lahan yang telah ditentukan pemerintah.
Tentu dasar kami itu dari dokumen yang diterbitkan dan dikeluarkan Pemko serta BP Batam, secara sah dan legal," ungkap
Yudith Satria, Selasa pagi.
Mariati Sitanggang SPd, MM, Pembina Yayasan Pamor Nusantara mengatakan,
pihak yayasan tidak menyangka jikalau alokasi lahan di Buffer Zona tersebut, diberikan kepada pihak Matilda, beserta lahan Rumija diberikan pada PT Tunas Oase Sejahtera, dan dengan diterbitkan sertifikat oleh BPN.
"Kami yang lebih awal atas mengajukan lahan tersebut, untuk digunakan bidang jasa, tahun 2002 silam. Tapi, ditolak oleh BP Batam, dengan satu jawaban formal melalui surat yang diterbitkanya. Bahwa lahan Buffer Zona tidak boleh digunakan untuk jasa," ungkap Mariati Sitanggang.
Namun, setelah beberapa tahun berlalu, kata Mariati, entah kenapa BP Batam itu memberikan lahan Buffer Zone tersebut ke Matilda. Kemudian lahan Rumija ke PT Tunas Oase Sejahtera. Yaitu dengan diterbitkannya sertifikat oleh pihak BPN Batam," terang Mariati, didampingi pihak pengacara.
"Kami masyarakat yang lebih awal untuk mengajukan penggunan lahan itu, untuk jasa pendidikan. Tetapi Ditolak. Namun, saat pihak pengusaha yang mengajukan lahan Buffer Zona itu, langsung bisa. Ini ada apa," pungkas Mariati, didampingi Kepala Sekolah SD, Melpa SPd dan Sediati, Pengelola TK dan Paud, di Yayasan Pamor Nusantara tersebut. (wan).