Direktur BUMD Kepri, Azwardi
TRANSKEPRI.COM.TANJUNGPINANG – Sejumlah pengamat ekonomi dan pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Provinsi Kepulauan Riau mempertanyakan besarnya hutang pajak yang terjadi di Badan Usaha Milik daerah (BUMD) PT.Pembangunan Kepri (PTPK) milik Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
Akibat hutang pajak yang begitu besar, hari ini sejumlah rekening bank milik perusahaan plat merah itu diblokir sehingga menganggu kegiatan dan operasional perusahaan.
Ketika dimintai tanggapannya, Direktur BUMD PT. Pembangunan Kepri, Azwardi kepada transkepri.com membenarkan kondisi tersebut. Menurut Azwardi, dirinya sudah beberapa kali, baik dipanggil maupun melakukan koordinasi secara langsung dengan pimpinan Kantor Pelayanan (KPP) Pratama di Jalan Diponegoro, Tanjungpinang.
“Persoalannya terkait hutang pajak BUMD yang begitu besar hingga menurut mereka (KPPP) masuk 5 besar di Kota Tanjungpinang,” ungkap Azwardi. Diakuinya, hutang pajak BUMD PTPK merupakan hutang pajak masa lalu yang mulai tertunggak dan tidak dibayarkan sejak tahun 2009 lalu.
Kemudian pada tahun 2014, KPPP Tanjungpinang melakukan pemeriksaaan terhadap BUMD PTPK dan menerbitkan Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dengan nilai hutang pajak sebesar Rp 1,8 miliar. “Kita hanya diberikan waktu satu bulan untuk menyelesaikan hutang pajak ini,” tutur Azwardi.
Namun ketika itu, kondisi keuangan perusahaan masih defisit sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pelunasan terhadap hutang pajak yang ditagih KPPP. Hingga pertengahan tahun 2019, KPPP Tanjungpinang kembali mengeluarkan STP Bunga Penagihan terhadap hutang pajak BUMD tersebut sehingga total nilai hutang pajak yang tercatat sebesar Rp 4 miliar.
Disinggung kegiatan apa saja BUMD PTPK berhutang, sehingga BUMD harus menanggung hutang pajak sebesar itu, Direktur BUMD PTPK ke-9 ini mengatakan bahwa ada beberapa kegiatan yang telah dilakukan seperti perdagangan minyak goreng, kegiatan pelayanan jasa terkait bandar udara (ground handling) dan pengisian bahan bakar khusus Avtur ke tangki pesawat terbang (refueller) di bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) Tanjungpinang. Pembuatan label minuman beralkohol dan beberapa kegiatan lainnya. “Ada PPN, PPh Pasal 23, PPh Pasal 21 yang belum diselesaikan,” pungkasnya. (mad).