Suasana persidangan tambang Bauksit di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang
TRANSKEPRI.COM.TANJUNGPINANG - Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Kamis (21/01/21) kembali menggelar sidang dugaan penyalahgunaan IUP OP tambang bauksit. Dalam proses persidangan terkuak beberapa fakta pelanggaran administrasi dan hukum.
Mulai dari klaim sepihak penguasaan lahan oleh saksi Johanes Fredy berdasarkan administrasi kepemilikan dengan surat sporadik yang berpotensi merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah, tidak hanya itu, selama perjalanan persidangan terungkap ada beberapa oknum camat yang telah menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) melebihi ketentuan dan peraturan yang berlaku. Berdasarkan IMB tersebut menjadi cikal bakal pertambangan ilegal terlaksana.
Dalam persidangan, saksi Hasfarizal Handra, Kepala DPM-PTSP Kabupaten Bintan menjelaskan, bahwa kewenangan kecamatan sesuai ketentuan dan peraturan hanya boleh menerbitkan IMB 45 meter persegi, jika lebih dari itu merupakan kewenangan PTSP.
"Seharusnya pihak kecamatan boleh menerbitkan IMB tidak melebihi 45 meter persegi, namun prakteknya aktivitas galian melampaui ketentuan, seharusnya apabila lebih dari 45 meter, melalui mekanisme pengurusan di PTSP Bintan," terang Hasfarizal.
Menjawab pertanyaan majelis hakim terkait penerbitan 19 IMB yang diduga cacat prosedural dan cacat hukum yang menyalahi kewenangan seorang camat sejak 2018 sampai 2019 hingga 2020 melebihi 45 meter persegi, Hasfarizal mengaku sudah lakukan perintah Bupati agar Camat turun kelapangan,"tutur Hasfarizal.
Dalam persidangan, Hakim Ketua Guntur Kurniawan SH dan Hakim Anggota menghadirkan terdakwa M. Adrian Al Amin sebagai direktur PT. Tan Maju Bersama Sukses. Selama proses persidangan berjalan terungkap modus tambang ilegal dengan praktek pengajuan pembersihan dan pendalaman kolam ikan.
Dalam sidang kali ini, JPU dari Kejati Kepri menghadirkan 9 orang saksi yaitu, Edi Kurniawan, Masiswanto, Hefi Herawati, Hendra Kusumadinata, Jhoni Hendra Putra, Madsihit, Raja Heri Mocrizal SH MH, Hasfarizal Handra dan Jupri Ardani.
Saksi Jupri Ardani merupakan Lurah Tembeling menyebutkan, mulanya tanah yang di minta izin tersebut berbentuk hamparan dan setelah rekomendasi dikeluarkan oleh pihak kelurahan, tanah tersebut digali serta tanah dibawa kesuatu lokasi yang telah disediakan.
”Aktivitas galian mereka sempat didemo masyarakat karena sumber air minum di sekitar daerah itu tercemar. Sejak saat itu tidak terlihat lagi ada aktivitas. Sampai sekarang tidak terlihat bangunan rumah jaga sesuai permohonan yang mereka ajukan ketika itu," terang saksi Jupri Andani.
Selanjutnya saksi Hendra Kusumadita mengaku pernah melakukan peninjauan ke lapangan dan menerima sejumlah uang dari pihak perusahaan.
Kemudian saksi Edi Kurniawan menerangkan sejak awal dirinya kurang sreg dengan penjualan bauksit namun akhirnya membubuhkan paraf juga.”Tapi ada dua yang tidak saya paraf," katanya.
Sidang akan dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli. (mad)