Dataran Engku Hamidah yang berlokasi di kawasan Batam Center yang diresmikan Wali Kota Batam, HM Rudi Desember 2019 lalu
TRANSKEPRI.COM.BATAM- Salah satu kawasan atau dataran yang berlokasi di Batam Center atau selama ini dikenal sebagai wilayah Edukit, diberi nama dengan Dataran Engku Hamidah
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan transkepri.com melalui berbagai sumber, bahwa Engku Hamidah juga dikenal sebagai Engku Putri. Atau tepatnya, Engku Putri bernama asli Raja Hamidah.
Engku Hamidah adalah anak pertama Raja Haji, Yang dipertuan Muda Lingga IV. Ibunya adalah Raja Perak, Putri Daeng Kamboja, Yang Dipertuan Muda Riau Lingga III. Diperkirakan Raja Hamidah lahir sekitar tahun 1774.
Raja Hamidah sebagai seorang putri Panglima Perang, Kelana Jaya Putra, Yang Dipertuan Muda, dibesarkan dengan tradisi istana. Tradisi kebangsawanan, tradisi perang dan militerisasi. Tetapi ayahnya Raja Haji merupakan seseorang yang taat beragama, menghargai para ulama.
Beliaulah yang mendatangkan banyak guru dan ulama yang mengajarkan ilmu baik ilmu agama Islam maupun pengetahuan lainnya. Raja Hamidah dibesarkan dalam tradisi adat yang kuat. Baik tradisi adat Melayu melalui ibunya, maupun dari para pemuka adat dari garis Bugis.
Mencari deskripsi tentang sosok Raja Hamidah sebagai seorang perempuan menurut tokoh Melayu Kepri, Rida K Liamsi dalam Seminar Bersempena Peringatan 200 tahun Raja Ali Haji yang diselenggarakanoleh Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) dan Pemerintah Kepulauan Riau 29 November 2008 merupakan hal yang sulit.
Tapi dari berbagai literatur dan keterangan yang ia dapatkan, Raja Hamidah merupakan seorang perempuan yang tidak hanya rupawan, melainkan juga orang yang teguh, tegar, cerdas dan kharismatik sebagai sebuah bentukan dari tradisi Melayu dan Bugis.
Raja Hamidah menikah di usia yang matang yaitu 29 tahun. Tentu pada usia ini seorang perempuan sudah memiliki pengetahuan yang cukup dan mental yang kuat dalam memasuki pernikahan yang menempatkannya sebagai permaisuri kerajaan.
Dia begitu setia menemani Sultan Mahmud III sampai suaminya menghembuskan nafasnya. Peran yang diembannya tidak hanya sebagai permaisuri tapi juga sebagai penasihat, pemegang teraju adat dan pemegang Regalia Kerajaan sebagai sarat syah seseorang dikukuhkan sebagai Raja.
Dari pernikahannya Raja Hamidah hanya memiliki seorang anak perempuan yang tidak panjang umur. Sehingga dia menyayangi anak tirinya seperti anak kandungnya sendiri. Salah satu yang disayanginya adalah Tengku Husein.
Tengku Husein sebagai anak sulung dari suaminya diharapkan Raja Hamidah menjadi pengganti suaminya. Namun abangnya Raja Hamidah yaitu Raja Djafaar malah mengangkat Tengku Abdurrahman sebagai raja.
Perbuatan Raja Djafaar ini membuat Raja Hamidah kecewa. Ia kemudian membawa Regalia kerajaan ke Pulau penyengat dan membiarkan penobatan Raja baru tersebut tanpa memakai Regalia.
Peran Raja Hamidah sebagai seorang perempuan yang kuat dan berkarakter memang tidak dilakukan dengan senjata. Tapi dia melakukan perlawanan dengan mengoptimalkan posisi strategisnya untuk harga diri bangsa dan suku bangsanya.
Regalia yang kukuh dia pertahankan sampai menghembuskan nafas terakhir walau dengan berbagai macam rayuan, menjadi bukti keteguhan dan kekuatan hati Engku Putri, sehingga bisa menjadi tauladan untuk perempuan di masa kini.***